Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Jerman Siap Bantu Aktifkan Kembali Koleksi Karang FPIK UBH
Rabu, 13 Maret 2019 Informasi Kampus

Jerman Siap Bantu Aktifkan Kembali Koleksi Karang FPIK UBH

Dosen FPIK Universitas Bung Hatta, Dr. Harfiandri Damanhuri, M. Sc., berdiskusi dengan Prof. Andreas Kunzumann terkait riset Marine Tropical yang didampingi oleh Dr. Orfi Johan, peneliti karang Indonesia dari Balai Riset KKP RI, yang juga merupakan alumni UBH angkatan 92'. Dari pembicaraan itu, menelurkan tawaran menarik dari Prof. Andreas.

"Jika Anda serius tentang hal itu, saya akan bantu. Saya carikan orang yang punya dedikasi untuk merevitalisasi museum,"begitu awal pembicaan insiator dari UBH, Dr. Harfiandri Damanhuri, S. Psi., M. Sc., dengan Prof Madya Dr. Andreas Kunzaman, salah seorang Senior Researcher Jerman yang pernah menjadi dosen tamu di FPIK UBH pada 1992-1997, pada 20 Februari 2019 di Hotel Mercure, Padang.

Lebih jauh kata Prof. Andreas, "Kami sudah memulai pembicaraan ini sejak 2017 lalu, tentang Museum Koleksi Karang Pantai Barat yang ada di Universitas Bung Hatta, akan tetapi tidak ada kemajuan. Sepertinya, koleksi karang Pantai Barat Sumatera tidak terurus dan dibiarkan begitu saja, tanpa parawatan dan penjagaan."

Prof. Andreas aktif melakukan penelitian tentang ekologi terumbu karang pantai barat Sumatera, khususnya di perairan Sumatera Barat. Mulai dari Pasaman Barat sampai ke Pesisir Selatan, Muko-Muko, perairan dan pulau-pulau kecil Gugusan Kepulauan Mentawai, bahkan sampai ke spot karang dan gosong di perairan Nias Selatan, sudah diselami, dan didata semuanya.

Selama menjadi dosen tamu di FPIK UBH Prof. Andreas Kunzaman banyak menghasilkan karya besar dalam penelitian dan kerja sama terkait dengan ekosistem terumbu karang. Satu objek yang terabaikan adalah koleksi karang (Coral Reef Collection) di pantai barat yang ada dekat dengan Universitas Bung Hatta. Jumlah koleksi karang yang tersimpan di museum sejak dahulu sampai saat ini, terdiri dari 800 spesimen. Dari 800 spesimen karang yang sudah teridentifikasi sebanyak 163 jenis karang, terdiri 58 genera dari jenis karang hermatifik (reef building) dan ahermatifk (non reef building).

Yang menariknya lagi, dari koleksi karang di Labor FPIK Universitas Bung Hatta ini, ternyata terdapat 11 genis karang yang merupakan penemuan baru (new record), yang belum pernah dilaporkan keberdaannya di perairan Sumatera Barat, Indonesia. Koleksi itu tersimpan rapi dan tidak tertata dengan baik. Koleksi ini tidak pernah dipublikasikan lagi dan dijadikan media pembelajaran, menjadi referensi dan studi banding mahasiswa Internasional oleh mahasiswa UBH sendiri.

Di dunia, terdapat sebanyak 400 (125) spesies terumbu karang di kawasan Indo Pasifik dan sebanyak 200 jenis di kawasan Indian Ocean (Samudera Hindia) sebelah barat Pulau Sumatera. Produktivitas ekosistem terumbu karang mempunyai kemampuan yang luar biasa dan hebat untuk dapat menampung sebagaian besar kehidupan bawah laut, yang terdapat lebihh dari 3,000 spesies terkait dan hidup dengan keberadaan ekosistem terumbu karang.

Hal ini didukung oleh siklus perputaran dan aliran air, kepintaran dan keunikan lingkungan perairan laut dangkal kawasan ekosistem terumbu karang yang secara biologi memiliki kadar nutrient laut yang tinggi. Lebih jauh, Prof Andreas meminta keseriusan FPIK UBH untuk mengaktifkan kembali, dengan menyediakan ruangan yang layak sebagai sebuah Museum Koleksi Terumbu Karang pantai Barat Sumatera.

"Saya berniat akan membantu mencari pendanaan untuk mengaktifkan kembali museum tersebut ke depan.
Jika ruangan penataan sudah rampung oleh pihak UBH, saya siap membantu sehingga koleksi karang pantai barat ini dapat menjadi rujukan dan referensi internasional yang selama ini pernah terjadi. Museum ini, juga dapat dijadikan referensi untuk melihat perbandingan karang yang tahan dan yang lemah terhadap perubahan global warming, dimana pada tahun 1997 terjadi bleaching coral (pemutihan karang) yang mengakibatkan kematian terumbu karang total,"ujarnya.

Pada 2006, kembali terjadi global warming, ketika karangnya juga mengalami kematian total sampai ke titik nol. Selanjutnya, 4 tahun kemudian terjadi peristiwa bleaching coral pada 2010, walaupun hanya sebagian kecil pantai Barat Sumatera terdampak.

Pada 2017, terjadi acanthaster plancii (bintang berduri) yang dapat mematikan karang dengan cara menghisap polip-polip karang sehingga karang akan memutih dan mengalami kematian total. Dengan aktifnya kembali museum karang, bisa menjadi referensi nasional dan internasional terhadap perubahan global warming yang terjadi di laut pantai barat Sumatera yang dapat mewakili kondisi karang Samudera Hindia. Ke depan FPIK UBH akan menjadi rujukan para peneliti dunia yang terkait dengan ekosistem laut tropis pantai barat, khususnya ekosistem produktif terumbu karang, Sumatera Barat (hd/rio, 2019).