Sabtu, 24 September 2005
Potret Kegiatan Yang Namanya: OPSPEK
Mencermati kegiatan Opspek, adakah kita pernah meneliti dampak kegiatan tersebut terhadap perkembangan “positif” kejiwaan mahasiswa baru. Atau adakah seseorang telah melakukan penelitian untuk itu?Ada pihak yang beranggapan bahwa kegiatan tersebut positif, dan ada pihak lain yang menganggap negatif. Pihak yang “prihatin” menganggap ada perubahan yang tidak positif terhadap perkembangan kejiwaannya.
Benarkah maksud baik Opspek sebagai pembinaan mental dipraktekkan dalam bentuk penyiksaan? Apakah penyiksaan hanya ekses atau memang Opspek sejak awalnya adalah reperkusi proyeksi impulsi-impulsi kekerasan? Asumsi demikian masuk akal sebab dari dulu sampai sekarang masalah Opspek selalu ditempatkan sebagai keharusan mahasiswa baru dan direaksi secara reaktif setelah jatuhnya korban.
Memang tidak salah jika dikatakan Opspek seperti mata pedang, kedua sisi tajam, ada ekses positif dan negatifnya kegiatan tersebut. Yang selalu menjadi perbincangan dari tahun ke tahun adalah ekses negatif, tanpa ada pemikiran untuk mencari jalan keluar. Seolah Opspek atau apapun namanya, suatu bentuk kegiatan yang tidak diperbolehkan dan terkesan menakutkan, membahayakan serta merugikan mahasiswa baru. Tanpa melihat sisi positif lain yang ditimbulkan oleh kegiatan Opspek tersebut.
[newpage]
[u]Beberapa Catatan Tentang Opspek-Positif:[/u]
Mahasiswa adalah komunitas. Seperti sudah tradisi dalam sebuah komunitas, anggota baru yang ingin masuk ke komunitas tersebut akan melalui sebuah proses ritual yang bernama inisiasi. Inisiasi dengan berbagai nama: mapram/ Opspek /OS jurusan/OS himpunan adalah proses penerimaan mahasiswa baru di lingkungan mahasiswa angkatan sebelumnya (kakak kelas/senior) di jurusan yang sama (Pikiran Rakyat, 10/05/2004).
Opspek merupakan bagian dari tradisi kampus yang tidak perlu dihilangkan, karena bertujuan positif yakni menyiapkan mahasiswa baru dari kebiasaan belajar di sekolah menengah menjadi mahasiswa. Walau dalam pelaksanaannya kadang-kadang menimbulkan ekses negatif. Eksesnya itu yang harus dihindari, bukan Opspeknya yang harus di hilangkan. Bahwa ada korban, itu merupakan bagian dari ekses negatifnya, tapi dalam pelaksanaan Opspek tak bolah ada kekerasan (Malik Fazar, Kompas 13/08/2003).
Opspek belakangan tak lagi identik dengan bentak-bentakan dari senior ke juniornya. Memang, selain untuk memperkenalkan kampus, Opspek juga bermanfaat untuk pembentukan karakter dan melatih kerjasama mahasiswa baru. Ini tampak pada kegiatan PMB (pembekalan mahasiswa baru) Sekolah Tinggi Ilmu Komputer - Surabaya. Salah satu kegiatan yang diikuti 500 mahasiswa baru adalah permainan waterfall (Jawa Pos, 19/08/2005).
Tujuan pelaksanaan Opspek, untuk mendekatkan mahasiswa baru kepada lingkungan kampus, kebersamaan dengan seniornya dan kegembiraan. Rektor Universitas Tanjung Pura - Kalimantan mengatakan, prosedural pelaksanaan penyambutan mahasiswa baru disesuaikan dengan kreasi fakultas masing-masing yang menerapkan pengenalan kampus itu akademisi (Pontianak Post, 7/09/2004). Ospek itu sendiri harus diakui adalah percepatan masa penyesuaian mahasiswa (Kompas,14/09/2003).
[u]Beberapa Catatan Tentang Opspek-Negatif:[/u]
Selama ini ada anggapan mahasiswa baru harus dipelonco. Mereka dianggap tidak tahu apa-apa, jadi bisa diperlakukan. Yang memelonco-mahasiswa senior-memiliki latar belakang dan motivasi sendiri- sendiri. Mereka memperlakukan mahasiswa baru dengan permintaan yang aneh-aneh. Semakin bisa memberi perintah aneh-aneh, yang bersangkutan dianggap semakin kreatif.
Dirunut ke Opspek sebelumnya, unsur-unsur ngerjain lebih dominan dari segala macam konsep yang katanya ada itu. Misalnya, mahasiswa baru disuruh makan mi dingin dengan mata tertutup setelah mencari cacing tanah. Ada juga mahasiswa baru yang disuruh berulang kali mengukur jalan sepanjang puluhan meter dengan jengkal tangan hanya karena senior menyatakan hasil pengukurannya belum tepat.
Di Institut Teknologi Bandung (ITB), Opspek himpunan sering menjadi momok bagi mahasiswa baru. Cerita-cerita seram beredar di kalangan mahasiswa baru. Mulai dari diinjak-injak senior beramai- ramai sampai long march di gunung dalam keadaan kurang makan, kurang minum, dan tidur pun di atas pohon, sehingga tidak jarang si mahasiswa baru berjalan dalam kondisi setengah tidur dan minum air apa saja yang ada, termasuk air bak atau sungai.
Catatan sejarah membuktikan, nyaris tiap tahun korban berjatuhan, bahkan tak sedikit korban yang meninggal dunia, seperti yang pernah terjadi di STPDN (IPDN). Semuanya ditudingkan pada cara pembinaan yang militerisme.
[u]Bentuk Ospek di Luar Negeri:[/u]
Di University of California, Los Angeles (UCLA) sudah sejak tahun 1950-an tidak ada lagi masa orientasi yang diwarnai perpeloncoan. Menurut Roxanne G Neal, Direktur Program Orientasi UCLA, saat ini tidak ada lagi tindakan-tindakan senior dalam program orientasi yang menindas anak baru dengan mengatasnamakan tradisi. Seandainya ada oknum mahasiswa yang melakukannya, maka tindakan ini dianggap pelecehan dan sudah pasti akan mendapat sanksi baik dari pihak universitas maupun kepolisian. Satu-satunya tradisi yang diturunkan dalam masa orientasi adalah yel-yel yang disebut "8-tepukan". Yel-yel sebagai sarana unjuk gigi sekaligus menjaga semangat ini biasa ditampilkan dalam acara- acara olahraga seperti football dan basket.
Universitas di Belanda, Ospek diadakan oleh perkumpulan mahasiswa atau studenten verenigning, bukan universitas. Mahasiswa baru harus mengikuti suatu program yaitu "sorority" selama dua minggu, seminggu di antaranya kerja di hutan sebagai ritual masuk ke sorority. Selama masa orientasi yang disebut Eureka Week itu, mahasiswa baru yang namanya diganti dengan angka selama seminggu kerja di hutan, tanpa mandi, tanpa tahu waktu, tanpa snack dan rokok. Untuk orientasi universitas, yang ada hanya kuliah umum serta jalan-jalan keliling kota dan kampus.
Universitas di Malaysia, Opspek tidak lebih dari pengenalan kampus. Mulai dengan lingkungannya, seperti : berjalan mengelilingi areal kampus, asrama, perpustakaan, pusat pusat kegiatan mahasiswa, pengenalan akademik di fakultas dan jurusan masing-masing. Tidak ada terlihat atribut-atribut tiap fakultas atau jurusannya, seluruhnya sama dengan berpakaian putih - hitam. Dan panitia pelaksana turut serta berpanas-panasan dan berjalan kaki sambil menerangkan lingkungan kampus ke adik-adiknya, kegiatan ini dilaksanakan selama satu minggu. Sama halnya dengan Universitas di California, jika senior-senior melakukan tindakan pelecehan atau melanggar HAM terhadap mahasiswa baru, sanksi yang akan diterima adalah dikeluarkan dari kampus.
[newpage]
[u]Bentuk Opspek Kedepan:[/u]
Dari catatan diatas, menjadi renungan, menjadi bahan untuk mencari pola baru, bagaimana aspek positif lebih ditonjolkan, dan menghilangkan segi negatifnya. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengambinghitamkan pembinaan para mahasiswa senior terhadap mahasiswa baru adalah kesalahan besar hanya karena pernah terjadi dampak negatif. Dalam pandangan global, kendati belum dibuktikan dalam angka-angka yang tepat, mungkin pembinaan terhadap mahasiswa baru tersebut telah menghasilkan jutaan manusia dewasa yang kuat dan berhasil. Adapun berjatuhannya korban, itu adalah nuansa perjuangan yang menuntut pengorbanan. Adanya mahasiswa baru yang meninggal akibat pembinaan, pasti tidak dikehendaki oleh siapa pun, termasuk oleh para mahasiswa seniornya.
Proses Ospek adalah proses kaderisasi yang dibutuhkan untuk organisasi kemahasiswaan, sehingga keberadaannya harus tetap dipertahankan dengan tingkat fleksibilitas terhadap perubahan zaman dan tidak terpasung oleh tradisi semu yang memakan korban. Proses represivitas terhadap Ospek harus dijawab dengan sebuah transformasi proses kaderisasi yang tidak memakan korban. Transformasi tersebut menuntut sebuah kreativitas dalam menjawab perubahan paradigma masyarakat (Pikiran Rakyat, 28/08/2004).
Letak permasalahan selama ini adalah, sulitnya mengawasi mahasiswa senior oleh Panitia maupun pihak pihak terkait seperti Fakultas dan Universitas, karena mereka belum mengetahui paradigma baru dari kegitan tersebut. Mereka lebih mengenang masa lalu, dan diulang kepada adik-adiknya.
Setelah pola diperoleh, perlu sosialisasi ke mahasiswa senior dan panitia, kemudian perlu dilakukan simulasi kegitan tersebut. Dengan konsep yang jelas, dan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi telah diketahui, maka seluruh pihak akan mudah mengatur kegitan tersebut, sehingga Opspek bernuansa positif akan muncul, barulah terlihat kegitan-kegiatan yang menjurus pada perubahan watak.
Beberapa bentuk Opspek kedepan adalah sebagai berikut:
- Diarahkan pada pembentukan mental high achiever. Yaitu, sikap mental di mana orang sudah jatuh, ingin bangkit lagi atau memperbaiki diri, seperti orang Jepang yang walau sudah buat kereta cepat, maunya bikin yang lebih cepat lagi.
- Mengarahkan Opspek kepada kegiatan Religius dan keilmuan, yaitu menselaraskan IQ dan EQ.
- Kalau di Belanda dengan istilah sorority, ditempat kita mungkin lebih populer Desa Binaan, mengarah pada kegiatan pengabdian Masyarakat.
- Permainan dalam bentuk semangat kerja bersama (team work), yang banyak menfaatnya untuk perubahan watak.
Penutup
Berangkat dari hal tersebut, bagaimanapun situasi dan kondisinya dan apa pun eksesnya, pembinaan terhadap remaja (generasi muda) tetap sangat diperlukan dan harus dilakukan. Tentu semuanya dengan paradigma positif demi menyelamatkan kehidupan bangsa dan negara di masa depan. Apalagi dalam konteks masa kini dan masa depan, tatkala godaan terhadap remaja amat menggelombang, mulai dari godaan seks bebas, narkoba, minuman keras, dan sejenisnya yang disajikan vulgar baik lewat penjajakan langsung ataupun media, pembinaan terhadap remaja harus menjadi program terdepan (Pikiran Rakyat, 18/08/2005).
Salah satu kawah candradimuka sebagai sarana pembinaan formal bagi remaja adalah dunia kampus. Dunia kampus (perguruan tinggi) sama pentingnya dengan level pendidikan lainnya dalam menentukan karakteristik dan keberdayaan manusia Indonesia di masa depan. Bahkan pendidikan di perguruan tinggilah yang lebih menentukan arah jalan remaja menuju dewasa di masa depan. Pada perguruan tinggilah, manusia Indonesia mulai akan melepaskan masa remajanya dan beranjak memasuki dunia dewasa. Pada masa inilah godaan puncak akan menghantui mereka. Jika salah pembinaan di masa ini, perjalanan dan perjuangan panjang mereka dan para pembina di pendidikan level menengah akan sia-sia (Pikiran Rakyat, 18/08/2005).