Rabu, 07 Juni 2006
Suara Merdu: Nature or Nurture?
Suara Merdu: Nature or Nurture?Dr. A. Rusfidra
(Peminat Bioakustik, Geneticist)
Kontes-kontes mencari penyanyi berbakat semakin marak diselenggarakan beberapa TV swasta. Setelah sukses dengan akademi fantasi Indosiar (AFI) yang pertama, kedua dan ketiga, stasiun TV Indosiar kembali melanjutkan dengan AFI keempat. Begitu pula TPI, saat ini tengah melakukan konser eliminasi peserta kontes dangdut TPI (KDI) yang kedua.
Kontes-kontes semacam itu mendapat sambutan meriah dari calon-calon penyanyi muda berbakat yang berasal dari berbagai daerah. Adalah wajar bila sebagian besar peserta kontes tergiur melihat popularitas yang dengan cepat diraih oleh para pemenang kontes tahun sebelumnya, seperti Tia AFI, Delon, Siti KDI atau Joy Tobing. Setelah menjuarai kontes, dengan cepat nama mereka melambung diblantika musik nasional menyamai penyanyi senior pendahulunya. Tak pelak, merekapun telah dinobatkan sebagai selebritis baru.
Fenomena inilah yang terjadi pada penyanyi, pembawa acara, orator dan penyiar yang meraih popularitas dan materi karena memiliki suara yang merdu, menarik dan memikat. Suarapun telah menjadi komoditas ekonomi.
Nature atau Nurture?
Sejak dulu terdapat dua pendapat tentang bagaimana suara merdu diwariskan dari orang tua pada anaknya. Pendapat pertama menyatakan bahwa suara merdu merupakan bakat alamiah atau bawaan (nature) yang diturunkan dari orang tua. Bahkan ada anggapan bahwa para pemusik besar dilahirkan sebagai pemusik. Ibaratnya, mereka lahir dari rahim ibunya sambil bernyanyi atau mencipta musik. Namun pendapat itu hanyalah mitos belaka, kata Tony Buzan dalam bukunya ââ¬ÅThe Power of Creative Intelligenceââ¬Â (2002).
[newpage]
Jadi tidaklah sepenuhnya benar bahwa seorang penyanyi hebat dilahirkan oleh orang tua penyanyi pula. Perhatikanlah disekitar Anda banyak orang bersuara merdu tidak memiliki orang tua penyanyi dan banyak pula orang tua yang memiliki suara merdu tidak menghasilkan penyanyi hebat.
Pendapat kedua menyatakan bahwa suara merdu merupakan hasil dari proses berlatih (learning) atau merupakan proses bentukan (nurture). Jadi meskipun Anda tidak mewarisi bakat penyanyi, namun dengan berlatih secara konsisten Anda berpeluang menjadi penyanyi hebat. Anda hanya perlu berlatih, berlatih dan berlatih.
Bagaimana Burung Bernyanyi
Di dunia ini terdapat sekitar 9.200 jenis burung yang tersebar di berbagai belahan dunia. Negara Indonesia diperkirakan memiliki 1.531 jenis burung, dan sebagian diantaranya merupakan burung yang memiliki suara kicauan merdu yang disebut burung penyanyi (song bird).
Adalah Suzuki, seorang pemusik muda dari Jepang, yang merasa tertarik mengetahui bagaimana cara burung belajar bernyanyi. ââ¬ÅDi Jepang ada jutaan orang yang memelihara burung penyanyi. Suzuki kemudian mengunjungi salah sati tempat penangkarannya. Betapa terkejutnya Suzuki ketika menjumpai bahwa anak-anak burung tidak menyanyi secara alami, namun dengan meniru burung penyanyi utama (sebagai tutor) yang ditempatkan di kandang penangkaran.
Ia juga menyimpulkan bahwa burung belajar bernyanyi bukanlah secara kebetulan, namun dengan meniru burung penyanyi terbaik dan terus berlatih sampai mahir. Menurutnya aktivitas menyanyi merupakan keterampilan yang bisa dipelajari, Bisa dicapai dengan cara meniru, dan terus berlatih agar sempurna. Fenomena meniru ini disebut imprinting, yang tidak hanya terjadi pada otak burung, namun juga terjadi pada otak hewan lain dan juga otak manusia.
Pembelajaran
Imprinting merupakan salah satu bentuk pembelajaran dalam mengekspresikan perilaku yang didapat melalui proses meniru atau mencontoh. Imprinting terjadi pada periode waktu tertentu, yang disebut sebagai periode kritis (critical period).
[newpage]
Fenomena imprinting banyak dipelajari pada burung pipit (Taeniopygia guttata). Periode kritis pada burung pipit terjadi sejak ia menetas sampai berumur 60 hari. Fase ini juga disebut fase sensori, dimana syaraf-syaraf organ pengatur suara yang terdapat di otak sedang berkembang.
Sebaiknya pada fase ini burung pipit muda diletakkan berdekatan dengan bapaknya atau pipit jantan lain bersuara merdu yang berperan sebagai tutor. Anak pipit akan merekam suara tutornya. Setelah dewasa kelamin (umur 90 hari) burung pipit mulai belajar bernyanyi. Ia akan berlatih terus menerus hingga menjadi burung penyanyi yang baik.
Fenomena imprinting biasanya bersifat permanen dan tidak berubah. Hal ini telah ditunjukkan oleh ahli perilaku hewan terkemuka Konrad Lorenz yang menemukan proses imprinting pada angsa. Konrad Lorenz (1903-1989) adalah seorang ahli perilaku hewan asal Austria. Ia memperolah hadiah nobel pada tahun 1973 dalam bidang fisiologi dan kedokteran berkat penemuannya tentang imprinting pada hewan.
Beberapa peneliti lain, seperti Marler dan Doupe (2000), Grant dan Grant (1997); Cardoso dan Sabbatini (2004) juga menyimpulkan bahwa sifat bernyanyi pada burung merupakan perilaku belajar yang diwariskan secara kultural (culturally inherited traits) melalui proses imprinting (keteladanan). Imprinting merupakan interaksi antara naluri (insting) dengan proses belajar pada umur muda.
Fenomena meniru diduga terdapat pula pada ayam-ayam penyanyi lokal Indonesia, seperti ayam pelung, ayam bekisar dan ayam kokok balenggek (Rusfidra, 2004).
Studi pada burung pipit zebra (Zebra finch) menunjukkan bahwa pada saat belajar bernyanyi (song learning) terjadi perkembangan sel-sel syaraf di daerah pusat suara yang terdapat di otak. Daerah tersebut dikenal dengan nama song control regions (SCRs). SCR kemudian mengirimkan impuls syaraf ke syring. Syring merupakan tempat dihasilkannya suara.
[newpage]
Aktivitas SCR sangat dipengarui oleh hormon testosteron. Oleh karena itu, suara merdu (song) hanya terdapat pada burung jantan, sedangkan pada manusia, baik laki-laki maupun perempuan berpeluang menjadi penyanyi hebat.
Berlatih dan berlatih
Untuk menjadi penyanyi hebat, Anda hanya memerlukan konsistensi dan berlatih dengan serius, sebagaimana dilakukan para pemusik hebat, seperti Beethoven, Mozart dan Johan Sebastian Bach. Beethoven dilahirkan pada tahun 1770 bukan sebagai pemusik, namun ia dilahirkan ke dalam dunia musik. Ayahnya memberikan pendidikan musik terbaik bagi dirinya dengan belajar pada pemusik besar pada zamannya. Ia bekerja keras dan berlatih secara terus menerus menekuni dunia musik yang dipilihnya.
Begitu pula Mozart, ia tidak dilahirkan sambil menyusun simponi. Mozart belajar bahasa musik dari salah satu guru musik terbaik. Konon ia belajar musik selama 18 jam setiap harinya. Johan Sebastian Bach, seorang komponis hebat, dilahirkan dari sebuah keluarga pemusik. Sebagaimana Beethoven dan Mozart, Bach juga belajar sangat keras dalam bidang musik yang digelutinya. Konon ia belajar selama 10-18 jam setiap harinya, selama hampir 60 tahun.
Catatan Akhir
Berdasarkan penelitian pada burung penyanyi maupun kisah sukses Beethoven, Mozart dan Bach, terlihat bahwa proses pembelajaran jauh lebih penting dari pada sekedar memiliki bakat. Anda hanya perlu menentukan satu atau beberapa penyanyi hebat yang Anda kagumi, dan meniru mereka selama Anda belajar nyanyi. Berikutnya, tentukan aliran musik yang sesuai dengan karakteristik suara Anda.
Ingat bahwa Anda memiliki suara khas yang tidak dimiliki seorangpun di dunia. Setelah itu, Anda hanya perlu berlatih secara konsisten, setiap hari selama beberapa jam, seperti yang dilakukan Beethoven, Mozart dan Bach. Dengan belajar dan terus berlatih, maka Anda berpeluang besar menjadi penyanyi hebat dan meraih popularitas seperti Tia AFI, Siti KDI, Siti Nurhaliza, Ariel Peterpan atau Celline Dion. Sekali lagi Anda hanya perlu berlatih. Semoga Anda menjadi penyanyi hebat.
"IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA"
(Sumber: Pikiran Rakyat, 2/6/2005)