Detail Artikel

Rabu, 07 Juni 2006

Hewan Ternak
Maha Suci Allah yang telah menciptakan beraneka ragam hewan ternak yang bermanfaat dalam kehidupan manusia. Jika kita perhatikan makna yang tersirat dalam surat Al Mukminuun ayat 21 tersebut dapat dilihat pentingnya hewan ternak bagi manusia. Betapa tidak, produk utama ternak (susu, daging dan telur) merupakan bahan pangan hewani bergizi tinggi yang dibutuhkan manusia.

Selain itu, ternak juga berperan sebagai sumber pendapatan, sebagai tabungan hidup, tenaga kerja pengolah lahan, alat transportasi, penghasil biogas, penghasil pupuk kandang dan sebagai hewan kesayangan (Tangka et al. 2000). Tidak heran bila Prof. I.K. Han, Guru Besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional Seoul, Korea Selatan (1999) menyebutkan pentingnya ternak dalam peningkatan kualitas hidup manusia.

Ternak juga bermanfaat dalam kegiatan keagamaan: misalnya dalam melaksanakan ibadah qurban, dibutuhkan ternak sapi, domba ataupun kambing. Pada zaman dahulu jumlah pemilikan ternak juga merupakan indikasi strata sosial seseorang.

Islam dan Ilmu Peternakan

Hewan ternak merupakan komoditi yang sudah lama akrab dalam kehidupan sehari-hari kaum Muslimin. Di dalam Al Quran terdapat beberapa nama hewan ternak yang dijadikan sebagai nama surat, misalnya ternak sapi betina (Al Baqarah), hewan ternak (Al An'am), dan lebah (An Nahl). Banyak sekali ayat Al Quran yang secara eksplisit menyebut nama-nama hewan ternak, misalnya ternak sapi (QS. 2: 67-71, 73; QS. Yusuf: 43), unta (QS. Al An'am: 144; Al Hajj: 27, 37; Al Ghasiyah: 17), domba (QS. Al An'am: 143, 146; An Nahl: 80), kambing (QS. Al An'am: 143, An Nahl: 78, Shad: 23-24), unggas (QS. 2:260; 3: 49; 5: 110; 6: 38; 16: 79; 23: 41; 27: 16; 67: 19), kuda (QS. 3: 14; 8: 60; 16: 8; 38: 31; 100: 1) dan lebah (QS. 16: 68-69).

Hewan ternak merupakan sumber pelajaran yang penting di alam karena terdapat banyak hikmah dalam kehidupannya. Lihatlah bagaimana Allah memberikan kemampuan pada ternak ruminansia (sapi, kambing, domba dan kerbau) yang mampu mengkonversi rumput menjadi daging dan susu. Atau kemampuan lebah madu yang mampu mengkonversi cairan nektar tanaman menjadi madu (QS. An Nahl [16]: 68-69).

Sedemikian besarnya peranan peternakan dalam memacu pembangunan ekonomi umat, maka sudah pada tempatnya sub sektor ini mendapat perhatian kaum Muslimin.

Peternak, Bukanlah Profesi Hina!

"Semua Nabi pernah menggembala kambing", kata Rasulullah saw. dalam suatu perbincangan dengan para Sahabat. Seorang Sahabat bertanya, "Engkau sendiri bagaimana, ya Rasul?". "Aku sendiri pernah menggembala kambing," jawab Nabi. Dialog singkat tersebut mengisyaratkan bahwa menjadi peternak atau penggembala ternak adalah profesi yang pernah dilakoni oleh para nabi. Peternak bukanlah profesi hina. Bahkan, banyak penulis sirrah Nabi menjelaskan bahwa ketika berusia muda, Beliau saw. adalah seorang penggembala kambing yang mahir dan sukses. Beberapa riwayat menjelaskan, Nabi yang mulia itu sering memerah susu domba piaraannya untuk konsumsi keluarga beliau.

Ingatlah pula kisah Nabi Musa a.s yang menjadi pengembala sapi selama 8 tahun lamanya, sebagai mahar ketika Musa menikahi anak perempuan Nabi Syuaib. Menjadi peternak sapi selama 8 tahun tentu bukanlah waktu yang singkat, namun itu yang dilakoni Nabi Musa. Ikhlas menjadi peternak.

Bahkan, profesi pengembala ternak telah tercatat dalam sejarah sejak Nabi Adam a.s. Ingatlah, ketika Allah SWT. memerintahkan kepada dua anak lelaki Nabi Adam, Habil dan Qabil untukm berkurban, dalam menentukan siapa yang lebih berhak kawin dengan Iklima (anak gadis Nabi Adam yang cantik) dan Labuda (anak gadis Nabi Adam yang kurang cantik). Sejarah mencatat, Habil mempersembahkan seekor domba yang sehat dan gemuk, sedangkan Qabil hanya mempersembahkan hasil pertanian yang tidak baik. Kurban Habil diterima Oleh Allah SWT. Berkurban dengan seekor domba.

[newpage]
Ingatlah pula sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai: "Sesungguhnya Tuhanmu kagum pada seorang pengembala kambing". Menjadi pengembala kambing mungkin profesi biasa yang biasa di mata kita, bukan pekerjaan yang istimewa. Tapi dimata Allah, si pengembala kambing itu adalah istimewa. Ia membuat Allah terkagum-kagum.

"Alkisah, seorang pengembala, di padang lapang, sunyi, tak berpenduduk, tak berpenghuni. Sendirian, ia hanya bersama kambing-kambingnya. Sepintas tidak ada yang istimewa dari si pengembala itu. Tapi pengembala itu telah membuat kagum Tuhannya. Dengan apa? Bila waktu sahalat tiba, di padang lapang itu, ia berdiri mengumandangkan adzan sendiri, lalu shalat sendirian. Setelah melakukan shalat, Allah swt. berfirman: "Lihatlah hambaKu ini, ia adzan, lalu mendirikan shalat. Ia takut kepada-Ku. Aku telah mengampuninya dan Aku masukkan ia ke dalam surga". (Dikutip dalam Majalah Tarbawi, Juni 2006).

Allahu Akbar.


Manfaat Protein Hewani

Merebaknya kasus gizi buruk (malnutrisi) beberapa waktu lalu amat menyakitkan kita. Kondisi ini merupakan cerminan rendahnya konsumsi kalori-protein pada tingkat keluarga. Sayangnya, di tengah usaha berbagai pihak mempromosikan peningkatan konsumsi protein hewani, negara ini kembali disibukkan oleh merebaknya flu burung yang telah berdampak pada turunnya konsumsi daging dan telur.

Meskipun disadari pangan hewani sebagai kebutuhan primer, namun hingga kini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia sangat rendah. Pada tahun 2000, konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya 3,5 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia (36,7 kg), Thailand (13,5 kg), Fhilipina (7,6 kg), Vietnam (4,6 kg) dan Myanmar (4,2 kg) (Poultry International, 2003). Konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya 10 gram/kapita/hari, sedangkan Malaysia 100 gram/kapita/hari.

Konsumsi telur di Indonesia juga rendah, 2,7 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia 14,4 kg, Thailand 9,9 kg dan Filipina 6,2 kg. Bila satu kg rata-rata 17 butir, maka konsumsi telur penduduk Indonesia 46 butir/kapita/tahun atau 1/8 butir telur per hari. Padahal penduduk Malaysia setiap tahunnya memakan 245 butir telur atau 2/3 butir telur per hari. Konsumsi susu masyarakat Indonesia juga sangat rendah, sekitar 7 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia sudah mencapai 20 kg/kapita/tahun.

Konsumsi madu masyarakat Indonesia hanya 15 gram/kapita/tahun, sedangkan masyarakat di negara maju, seperti Jepang, Perancis, Inggris dan AS konsumsi madunya mencapai 1500 gram/kapita/tahun. Konsumsi daging, telur dan susu yang rendah menyebabkan target konsumsi protein hewani 6 gram/kapita/hari belum tercapai.

Padahal untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, rata-rata konsumsi protein hewani yang ideal 26 gram/kapita/hari. Analisis paling akhir oleh Prof. I.K Han (1999) menyatakan adanya kaitan positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Semakin tinggi konsumsi protein hewani penduduk semakin tinggi umur harapan hidup dan pendapatan domestik brutto (PDB) negara tersebut.

Korea, Brazil, Cina, Fhilipina dan Afrika Selatan memiliki konsumsi protein hewani 20-40 gram/kapita/hari, UHH penduduknya berkisar 65-75 tahun. AS, Prancis, Jepang, Kanada dan Inggris konsumsi protein hewani masyarakatnya 50-80 gram/kapita/hari, UHH penduduknya 75-85 tahun. Negara-negara yang konsumsi protein hewani di bawah 10 gram/kapita/hari: Banglades, India dan Indonesia, UHH penduduknya hanya berkisar 55-65 tahun. Rendahnya konsumsi protein hewani berdampak pada tingkat kecerdasan dan kualitas hidup penduduk Indonesia.

Malaysia yang pada tahun 1970-an mendatangkan guru-guru dari Indonesia, sekarang jauh meninggalkan Indonesia dalam kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagaimana ditunjukkan oleh peringkat Human Development Indeks (HDI) tahun 2004 yang dikeluarkan United Nation Development Program (UNDP) Indonesia berada pada peringkat ke-111, satu tingkat di atas Vietnam (112), namun jauh di bawah negara ASEAN lainnya. Singapura (peringkat 25), Malaysia (59), Thailand (76) dan Filipina (83).

[newpage]
Konsumsi protein hewani yang rendah banyak terjadi pada anak usia bawah lima tahun (balita), terlihat pada merebaknya kasus busung lapar dan malnutrisi beberapa waktu lalu. Rendahnya asupan kalori-protein pada anak balita menyebabkan meningkatnya kasus malnutrisi dan rendahnya tingkat kecerdasan. Usia balita disebut juga periode “the golden age” dimana sel-sel otak anak manusia sedang berkembang pesat. Pada fase ini otak membutuhkan suplai protein hewani yang cukup agar berkembang optimal dan tidak sampai menjadi tulalit.

Asupan kalori-protein yang rendah pada anak balita berpotensi menyebabkan terganggunya pertumbuhan, meningkatnya risiko terkena penyakit, mempengaruhi perkembangan mental, menurunkan performa mereka di sekolah dan menurunkan produktivitas tenaga kerja setelah dewasa. Monckeberg (1971) menunjukkan adanya hubungan tingkat konsumsi protein hewani pada anak usia pra-sekolah dengan kejadian defisiensi mental. Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan untuk daya tahan tubuh. Shiraki et al. (1972) membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras.

Gejala anemia tersebut dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengonsumsi protein yang tinggi, yaitu 50% harus berasal dari hewani.

Catatan Akhir

Mengingat pentingnya protein hewani bagi segala lapisan usia, maka konsumsi produk ternak semestinya dipacu menuju tingkat konsumsi ideal. Protein hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan tubuh. Karena itu, konsumsi protein hewani harus dipacu untuk mewujudkan SDM yang cerdas, kreatif, produktif dan sehat.

Mengakhiri tulisan ini, pantas kita renungkan sebuah pepatah berbahasa Arab yang berbunyi "Negara yang kaya dengan ternak tidak akan pemah miskin, dan negara yang miskin dengan ternak tidak akan pernah kaya." (Campbell dan Lasley, 1985). Negara Indonesia sebenarnya kaya dengan populasi ternak, namun perhatian pemerintah masih rendah terhadap sektor ini. Barangkali itulah salah satu penyebab negara ini sulit bangkit dari krisis ekonomi. Ayo majukan sektor peternakan.

[center]"IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA"[/center]



DR. A. Rusfidra
(Pemerhati Peternakan)