Selasa, 03 Oktober 2006
Pola Pengembangan Lokasi dan Daya Saing Kawasan Ekowisata
Statistik kedatangan tamu mancanegara ke Indonesia selama kurun waktu enam tahun terakhir meningkat dari tahun-ketahun, kecuali pada tahun 1998. Pada tahun 2000 terjadi peningkatan 7,12% dan penerimaan tamu mancanegara mengalami kenaikan 22,05% dibanding tahun sebelumnya. Dari studi yang dilakukan oleh Swinscoe (2000) telah melakukan penelitian dampak pariwisata terhadap perekonomian Mesir. Hasil studinya menunjukkan bahwa dampak pengeluaran wisatawan terhadap GDP jauh melebihi yang diperkirakan 1%. Penngeluaran wisatawan sebesar 2-3 kali yang dibagikan dan dampak langsung pengeluaran wisatawan pada output total tahun 1999 sekitar 4,4% dari GDP. Artinya bahwa kemampuan pariwisata untuk memberikan kontribusi positif pada perekonomian di Mesir. Lain halnya dengan hasil kajian Redzuan Othman (2005) bahwa di Malaysia industri pariwisata telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi industri pariwisata terhadap KDNK sebesar 7,25% tahun 2002 dengan kunjungan wisatawan tahun 2002 adalah 13.292.010 orang.Di Sumatera Barat merupakan salah satu daerah tujuan wisatawan di Indonesia, pengusaha yang bergerak dibidang ini berupaya untuk berbenah diri dengan melengkapi prasarana dan sarana penunjang bagi kebutuhan wisatawan seperti: hotel, biro perjalanan serta perusahaan pengangkutan yang memadai sehingga tanpak lebih bersih nyaman dan indah serta pelayanan yang sangat memuaskan. Banyaknya objek wisata yang dimiliki Sumatera Barat diharapkan dapat dilestarikan sebagai penunjang ekonomi daerah serta pembinaan pengembangan kepariwisataan dengan tetap mempertahankan dan memelihara kebudayaan dan kepribadian nasional serta melestarikan lingkungan hidup yang nyaman.
Menurut Danang P dan Wwied (1997) Kebijaksanaan kepariwisataan Indonesia untuk perkembangan Jangka Panjang perlu adanya perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi serta perlu adanya kemajuan teknologi dan liberalisasi industri pariwisata. Sedangkan menurut Wahab (1992) untuk perkembangan pariwisata disuatu daerah perlu adanya manajemen kepariwisataan. Artinya adanya faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pariwisata menjadi faktor irrasional seperti lingkup pergaulan dan ikatan-ikatan keluarga, tingkah laku prestise, tiruan mode dan kondisi ekonomi. Sedangkan faktor rasional adalah sumber asset wisata alam, panorama, wisata budaya, fasilitas wisata, prosedur kunjungan, beacukai, kondisi lingkungan fisik masyarakat setempat terhadap orang asing, keramahtamahan dan sikap mudah bergaul,dan sebagainya. Lain halnya dengan hasil penelitian Idrus dan Ida Bagus Putra (1993) tentang faktor yang mempengaruhi wisatawan menginap dihotel. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa service merupakan faktor dominan dengan kontribusi 7,5% dan eigen value 7,3. Variabel yang terdapat pada faktor pelayanan adalah pelayanan dari cashier roon boy/maid, fool attendent pelayanan dari swimming Poll, receptionits, dan pelayanan dari waiter.
Sehubungan dengan itu betapa pentingnya industri pariwisata yang merupakan asset negera/daerah untuk menunjang pertumbuhan ekonnomi suatu negara atau daerah maka sekarang perlu lebih ditingkatkan lagi ekowisata yang telah menjadi isu nasional di Indonesia sejak digelarnya seminar dan lokakrya (Semiloka) nasional yang diselenggarakan oleh Private Agencies Collaborating Together (PACT) Indonesia pada tahun 1995. dari hasil rumusannya bahwa kegiatan ekowisata masyarakat setempat harus dilibatkan dalam pengelolaan ekowisata secara proposional (Sudarto, 1999). Sedangkan ekowisata merupakan suatu kegiatan perjalanan wisata yang bertanggungjawab di daerah yang masih alami atau di daerah-daerah yang dikelola dengan kaedah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat daerah tujuan ekowisata. Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan koservasi dengan berupaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumber daya alam untuk kini dan masa mendatang. Pendekatan lain adalah bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan.
Dari hal diatas Sumatera Barat hampir semuanya sudah dimilikinya dan Sumatera Barat yang selama ini menempatkan industri pariwisata sebagai industri andalan dalam perekonomian daerah. Fungsinya yang strategis indah dan original dengan cagar alam yang sangat menyenangkan yang merupakan penghasil devisa negara dan sumber pendapatan daerah, hal ini tercermin betap banyaknya kunjungan wisatawan baik dalam negeri maupun dari negara tetangga kita seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan negara lainnya. Tetapi aset devisa yang begitu potensial dan besar masih belum terkelola dengan maksimal dan dengan manajemen yang belum memadai. Karena indistri pariwisata di Sumatera Barat juga mempunyai peranan yang amat dominan dalam memacu dan menggerakkan sektor sektor ekonomi lainnya atau mempunyai peranan yang cukup besar dalam struktur perekonomian daerah setempat. Hal ini dapat diperhatikan bahwa jumlah kunjungan wisawatan mancanegara yang berkunjung kedaerah Sumatera Barat tahun 1999 hanya baru 14.500 orang. Sedangkan apabila dibandingkan dengan daerah lain seperti Bali lebih 138 ribu orang. Jadi mencapai 10,5% kenaikan kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Bali jika dibandingkan dengan daerah lain. Padahal secara nyata bahwa Sumatera Barat yang begitu indah dengan panorama yang tidak kalah jika dibandingkan dengan daerah lain belum terkelola dengan manajemen yang lebih baik kenapa kita sia-siakan. Untuk itu perlu adanya promosi yang lebih gencar baik yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, sektor pendidikan maupun agent-agent biro perjalanan untuk bersatu menggalakan industri pariwisata ini yaitu dengan banyak metode-metode yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke Sumatera Barat. Salah satunya adalah memberikan pelayanan prima dalam melayani wisatawan. Menurut Tjiptono (1996) ada empat unsur pokok dalam pelayanan yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan. Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Artinya jika salah satu dari keempat unsur tersebut kurang atau tidak ada maka kualitas pelayanan menjadi tidak unggul. Untuk mencapai tingkat kualitas pelayanan yang unggul harus memiliki keterampilan tertentu seperti berpenampilan yang baik dan sopan, bersikap ramah, bergairah kerja, menguasai tugas dan pekerjaan, bertindak profesional dan mampu berkomunikasi dengan baik. Sehingga secara statistik akan kelihatan lebih jelas betapa besarnya peranan industri pariwisata di Sumatera Barat yang memberikan kontribusi terhadap penerimaan daerah.
Sehingga untuk menggerakkan industri pariwisata yang berbasiskan ekowisata diharapkan mampu mendatangkan wisatawan yang memiliki jiwa petualangan dan cinta kepada alam tanpa takut akan peringatan travel warning negaranya. Oleh karena itu pada perinsipnya ekowisata perlu adanya keterlibatan dalam kalangan pemerintah, industri pariwisata, agent-agent biro perjalanan, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat sehingga nantinya akan memeliki kepedulian, komitmen dan tanggungjawab terhadap konservasi alam dan warisan budaya, mentaati undang-undang yang berlaku, memasarkan serta mempromosikan secara jujur dan kurat sehingga sesuai dengan harapan dan konsisten memberi kepuasan konsumen.***