Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Rabu, 04 Oktober 2006 Perikanan

The Influence Cake In Diet On Cyprinus Carpio L Performance Pengaruh Penggunaan Bungkil Inti Sawit Dalam Pakan Terhadap Performa Ikan Mas (Cyprinus Carpio L)

Bungkil inti merupakan salah satu hasil ikutan industri pertanian yang cukup potensial sebagai salah satu bahan pakan ikan. Bahan ini cukup tersedia sepanjang tahun, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi ditinjau dari kandungan protein kasar adalah 15.43%.

Tujuan penelitian ini untuk melihat tingkat penggunaan bungkil inti sawit (BIS) sebagai bahan dalam pakan terhadap performa ikan mas (Cyprinus carpio L) dan untuk mendapatkan level penggunaan BIS terbaik dalam pakan.

Penelitian dilakukan dengan metoda eksperimen yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, yaitu : perlakuan A = kontrol ( ransum mengandung 0% BIS), B = ransum mengandung 3% BIS), C = ransum mengandung 6% BIS, D = ransum mengandung 9% BIS, dan E = ransum mengandung 12% BIS.

Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan BIS dalam ransum sangat nyata ( P < 0.01) meningkatkan pertambahan berat badan ikan mas, pertambahan berat badan tertinggi dicapai pada perlakuan E (125.83 g/ekor/60 hari). Sedangkan penggunaan BIS dalam ransum nyata meningkatkan (P < 0.05) konsumsi dan menurunkan konversi ransum ikan mas. Jumlah konsumsi ransum dengan penggunaan BIS 12% dalam ransum memperlihatkan jumlah konsumsi yang tertinggi yaitu 242.33 g/ekor/60 hari, dan terendah pada perlakuan B (206.84 g/ekor/60 hari). Konversi ransum terendah didapatkan pada perlakuan E (penggunaan BIS 12%) yaitu 1.93.

Kata kunci: Bungkil Inti sawit, Pakan Performance, Cyprinus carpio L..

PENDAHULUAN

Ikan mas (Cyprinus carpio L.) merupakan jenis ikan yang memiliki potensi sangat baik untuk dikembangkan karena pemeliharaannya mudah, daya tumbuh kembangnya sangat cepat, harganya terjangkau oleh masyarakat, banyak penggemarnya, serta mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi sebagai sumber protein hewani.

Kendala yang dihadapi petani ikan saat ini adalah tingginya harga pakan komersil yang mengakibatkan keuntungan/margin yang diperoleh petani rendah, sehingga terlihat dilapangan sebagian petani ikan yang tidak lagi mengusahakan usaha budidaya ikan baik dikeramba maupun pada kolam air deras.

Sebagaimana diketahui ikan adalah jenis hewan “aquatic” yang sumber energi utama berasal dari protein berbeda dengan hewan darat yang memperoleh energi bersumber dari karbohidrat. Mudjiman (1989) mengemukakan bahwa protein adalah sumber energi utama bagi ikan kemudian baru diikuti oleh lemak dan karbohidrat. Oleh sebab itu tingkat kebutuhan protein ransum minimal untuk pertumbuhan ikan yang optimal pada umumnya lebih tinggi dari unggas dan omnivora lainnya. Mudjiman (1989) mengemukakan bahwa protein sebagai zat makanan bagi ikan merupakan sumber energi yang penting, selain itu juga merupakan penyusun utama jaringan tubuh. Pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 20 – 60% berat total pakan (Mudjiman, 1989). Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) membutuhkan kandungan protein dalam ransum sebanyak 38% untuk mencapai pertumbuhan optimal (Djajasewaka, 1985). Sebagaimana diketahui bahwa biaya yang diperlukan untuk menyediakan protein dalam ransum dapat mencapai lebih dari 60% dari biaya pakan ikan. Oleh sebab itu penggunaan protein seoptimal mungkin sangat penting dalam pemeliharaan ikan.

Pertimbangan ekonomis untuk menyediakan protein dalam ransum ikan sangat diperlukan karena harganya relatif mahal. Dalam menyusun ransum ikan sebaiknya digunakan protein yang berasal dari sumber nabati dan hewani secara bersama-sama untuk mencapai keseimbangan nutrisi dengan harga relatif murah (Mudjiman, 1989).

Guna mencapai pertumbuhan maksimal, pakan seyogianya mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan berupa : protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang memadai dalam jumlah maupun kualitasnya. Pakan yang diberikan pada ikan hendaknya bermutu baik sesuai dengan kebutuhan ikan, tersedia setiap saat, tidak mengandung zat anti nutrisi, dapat menjamin kesehatan dan harganya murah.

Salah satu bahan pakan alternatif sebagai sumber protein nabati adalah bungkil inti sawit (BIS) yang merupakan hasil sampingan industri pengolahan kelapa sawit (Palm Kernel Cake) atau PKC yang belum dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan.

Perkembangan produksi kelapa sawit (Ealeis guinensis) di Indonesia terus meningkat dengan laju peningkatannya sebesar 11.88% pertahun. Menurut BPS Sumatera Barat (1998) di Sumatra Barat terdapat 41.276 Ha areal perkebunan sawit dengan produksi 59.478 ton pada tahun 1997, tahun 1998 meningkat menjadi 162.095 Ha dengan produksi 992.638 ton. Dalam pengolahan inti kelapa sawit dihasilkan bungkil inti sawit (BIS) sebanyak 2 – 22% (Silitonga dkk., 1988). Melihat kenyataan ini BIS cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan. Hasil analisis laboratorium Teknologi Industri Pakan Ternak Fakultas Peternakan Unand diperoleh bahwa bungkil inti sawit mengandung 15.43% protein kasar, 15.47% serat kasar, 7.71% lemak, 0.83% Ca, 0.86% P, dan 3.79% abu. Berdasarkan hasil analisis ini terlihat bahwa kandungan protein kasar dari BIS cukup baik dijadikan sebagai bahan pakan ikan. Aritonang (1984) mengatakan bahwa bungkil inti sawit disamping mengandung protein cukup baik juga terdapat kandungan vitamin B12 yang cukup tinggi yaitu 44 mg/kg, yang berfungsi untuk pertumbuhan terutama untuk pembentukan tulang.

Berdasarkan uraian diatas dilakukan penelitian untuk melihat tingkat pengaruh penggunaan bungkil inti sawit dalam pakan terhadap performa ikan mas (Cyprinus carpio L.) dan untuk menentukan batas pemakaiannya yang tepat.

[newpage]
METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada kolam ikan petani di Kelurahan Bandar Buat, Kecamatan Lubuk Kilangan Kodya Padang. Bahan-bahan yang digunakan adalah BIS yang diperoleh dari PT Usaha Inti Padang dengan beberapa bahan konvensional lainnya, seperti : tepung ikan, bungkil kedelai, dedak padi, jagung, minyak ikan, top mix dan tepung kanji sebagai perekat, dan ikan mas dengan berat badan awal 56.5 + 3.5 gram sebanyak 300 ekor . Ransum untuk ikan disusun dalam bentuk iso kalori dan iso protein dengan kadungan energi dan protein kasar masing-masing 2600 Kkal/kg dan 32%.

Komposisi bahan-bahan makanan penyusun ransum perlakuan yang digunakan dalam percobaan dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan gizi dan energi termetabolisme ransum pada Tabel 2.

Peralatan yang digunakan antara lain: timbangan FIVE GOATS kapasitas 10 kg, timbangan O’HAUSE kapasitas 2610 gr, kantong plastik ukuran 250 gr, ayakan stainless-steel, dan hapa (waring) dengan ukuran 1,2 x 1 x 1,2 meter sebanyak 20 buah yang ditempatkan dalam kolam.

Penelitian ini dilakukan dengan metoda eksperimen, menggunakan Ran-cangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan yaitu : A = Ransum mengandung 0% BIS ( kontrol ), B = Ransum mengandung 3% BIS, C = Ran-sum mengandung 6% BIS, D = Ransum mengandung 9% BIS, E = Ransum mengandung 12% BIS. Data yang diperoleh di analisis dengan memakai analisis varians dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan di Uji dengan Uji Jarak Berganda Duncan menurut Steel and Torrie (1985). Peubah yang diamati adalah: pertambahan berat badan, konsumsi ransum, dan konversi ransum ikan mas.

Tabel 1. Komposisi Bahan-bahan Makanan Penyusun Ransum Perlakuan yang digunakan Dalam Percobaan

Bahan Ransum Perlakuan
A B C D E
....................... % .............................
Tepung ikan 38,00 38,00 39,00 39,00 39,50
Bungkil kedelai 29,00 28,50 27,00 26,50 25,00
Jagung giling 12,50 11,00 8,50 7,00 5,00
Dedak halus 18,00 17,00 17,00 16,00 16,00
BIS 0,00 3,00 6,00 9,00 12,00
Top Mix 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
Minyak 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50
Amilum 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

Keterangan : BIS = Bungkil inti sawit

Tabel 2. Kandungan Zat-zat Makanan dan Energi Termetabolis Ransum
Perlakuan
Kandungan Gizi dan Energi Termetabolis Perlakuan
A B C D E
Protein (%) 32,07 32,07 32,12 32,12 31,99
Lemak (%) 4,08 4,18 4,32 4,43 4,56
Serat kasar (%) 6,86 7,12 7,12 7,75 8,09
Ca (%) 3,55 3,53 3,52 3,5 3,48
P (%) 1,83 1,85 1,89 1,90 1,92
M E (Kkal) 2656 2647 2643 2639 2632


[u]Prosedur Kerja[/u]


  1. Persiapan bahan-bahan pakan penyusun ransum percobaan yaitu tepung ikan, bungkil kedelai, dedak padi, jagung, bungkil inti sawit, Top Mix, minyak ikan Cod, dan tepung kanji.
  2. Masing-masing bahan terlebih dahulu diayak dan ditimbang menurut kompo-sisi perlakuan, kemudian diaduk dan dicetak untuk jadi pellet.
  3. Waring ditempatkan dalam kolam dengan ketinggian air 0,75 meter, untuk menjaga kedudukan waring dalam air dibuat kedudukannya terlebih dahulu dari bahan kayu sehingga bukaan permukaan waring sempurna. Masing-masing waring diisi dengan 15 ekor ikan mas. Sebelum pelaksanaan penelitian ikan diadaptasikan terlebih dahulu selama satu minggu.
  4. Sebelum ikan dimasukkan kedalam waring untuk mengetahui berat awal ikan terlebih dahulu dilakukan penimbangan dengan menggunakan timbangan O’HAUS 2610 gram. Berat awal ikan yang digunakan dalam percobaan ini 56,5 + 3,5 gram
  5. Untuk penyesuaian ikan percobaan dengan ransum perlakuan dilakukan adaptasi selama tiga hari. Ransum diberikan sebanyak 5% dari berat biomasa ikan dalam waring dengan frekuensi pemberian tiga kali sehari yaitu pagi jam 07.00, siang jam 12.00, dan sore hari jam 17.00. Penyesuaian jumlah ransum yang diberikan terhadap pertambahan bobot badan ikan dilakukan seminggu sekali.
  6. Setelah ikan percobaan dipelihara selama dua bulan dari tanggal 8 Januari sampai 7 Maret 2004 dilakukan pemanenan dan ditimbang bobot akhir ikan.


[newpage]
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemakaian Bungkil Inti Sawit Terhadap Konsumsi Ransum Ikan Mas (Cyprinus carpio L)

Dari hasil analisis keragaman terlihat bahwa tingkat pemberian bungkil inti sawit (BIS) nyata berpengaruh ( P < 0.05 ) terhadap konsumsi ransum ikan mas. Dari hasil Uji Lanjut Jarak Berganda Duncan didapatkan bahwa pemberian BIS 9 dan12 % dalam ransum nyata meningkatkan konsumsi ransum (P < 0.05) dibandingkan pakan yang menggunakan BIS 3%, tetapi pemberian bungkil inti sawit antara 12 , 9 , 6 dan 0% dalam ransum tidak berbeda nyata (P > 0.05), demikian pula. pemberian BIS 6, 3 dan 0% tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terdap konsumsi ransum (P >0.05).
Tabel 3. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Berat Badan,
Konversi Ransum dan Intake Protein Selama 60 hari Pengamatan


Perlakuan Konsumsi Ransum
( g/ekor/60 hari) Pertambahan Berat Badan (g/ ekor/ 60 hari) Konversi Ransum
0% BIS 216,03 ab 71,17¬¬A 3,07a
3% BIS 206,84 a 86,83 B 2,38b
6% BIS 216,69 ab 97, 00 B 2,24bc
9% BIS 241,83 b 109,33 C 2,21bc
12% BIS 242,33 b 125,83 D 1,93c
S E 8.66 2.55 0.10

Keterangan : A huruf pangkat yang berbeda menurut kolom menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata (P < 0.01).

a huruf pangkat yang berbeda menurut kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05)


Bila dilihat dari jumlah konsumsi ternyata pemberian bungkil inti sawit 12% dalam ransum memperlihatkan jumlah konsumsi yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu 242,33 g/ekor berarti pemakaian bungkil inti sawit 12% mampu merangsang nafsu makan ikan. Semakin tinggi pemakaian bungkil inti sawit dalam ransum semakin meningkat jumlah konsumsi ransum. Hal ini berarti bahwa peningkatan pemakaian BIS dalam ransum ikan mas memberikan ransangan yang berbeda terhadap konsumsi ransum, sehingga dapat dikatakan bahwa BIS meningkatkan palatabilitas ransum. Mudjiman (1989) mengatakan bahwa dalam pembuatan pakan perlu diperhatikan daya tarik makanan itu, bila makanan itu menarik maka akan cepat merangsang ikan untuk segera memakannya. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya tarik itu adalah bau atau aromanya, aroma tepung ikan atau tepung udang dapat merangsang nafsu makan ikan. Pada penelitian ini aroma BIS berkemungkinan juga dapat merangsang selera makan ikan karena dari hasil penelitian peningkatan pemakaian BIS juga meningkatkan konsumsi ransum.

[newpage]
Pengaruh Pemakaian Bungkil Inti Sawit Terhadap Pertambahan Berat Badan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)

Rataan pertambahan berat badan ikan mas selama 60 hari pengamatan untuk semua perlakuan disajikan pada Tabel 4. Dari hasil analisis keragaman terlihat bahwa peningkatan pemberian BIS sangat nyata (P < 0.01) meningkatkan pertambahan berat badan ikan mas. Pertambahan berat badan ikan mas tertinggi dicapai pada ikan yang memperoleh ransum mengandung 12% BIS yakni 125,83 g/ekor dan yang terendah terlihat pada ikan yang mendapat ransum kontrol (tanpa pemberian BIS) yaitu 71,17 g/ekor.

Hasil uji Jarak Berganda Duncan terlihat bahwa pertambahan berat badan ikan mas yang diberi ransum mengandung BIS 12% berbeda sangat nyata (P < 0.01) dengan ikan yang diberi ransum mengandung BIS 9, 6 , 3 dan 0%, demikian pula pertambahan berat badan ikan mas yang memperoleh ransum mengandung BIS 9% berbeda sangat nyata (P < 0.01) dengan ikan yang diberi ransum mengandung BIS 6, 3, dan 0%. Pemberian BIS 6% tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata ( P > 0,05 ) dengan ransum yang mengandung BIS 3% terhadap pertambahan berat badan ikan mas tetapi berbeda sangat nyata (P < 0.01) dengan ikan yang diberi ransum 0% BIS, namun dengan peningkatan penambahan bungkil inti sawit dalam ransum nyata memperlihatkan peningkatan berat badan yang berbeda.

Pertambahan berat badan erat kaitannya dengan konsumsi ransum. Huet (1972) mengemukakan bahwa pertambahan berat badan akan terjadi bila jumlah ransum yang di konsumsi lebih besar dari pada yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuhnya. Konsumi ransum erat kaitannya dengan intake protein, peningkatan pemberian bungkil inti sawit meningkatkan konsumsi, sehingga menaikkan intake protein. Pada penelitian ini konsumsi ransum dan intake protein yang tertinggi diperoleh pada pemakaian 12 % BIS. Dengan demikian, pertambahan berat badan pada pemakaian 12% BIS juga yang tertinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cowey dan Sargant (1972) yang mengemukakan bahwa protein merupakan zat makanan yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan-jaringan tubuh yang rusak , dan penambahan protein tubuh dalam proses pertumbuhan.

[newpage]
Pengaruh Pemakaian Bungkil Inti Sawit Terhadap Konversi Ransum

Penilaian secara teknis terhadap efektivitas ransum dilakukan melalui konversi ransum. Konversi ransum nyata dipengaruhi ( P < 0.05 ) oleh tingkat pemakaian BIS, makin tinggi pemakaian BIS makin efisien penggunaan ransum dibandingkan dengan tanpa pemakaian BIS.

Tingkat pemakaian BIS 0, 3, 6, 9, dan 12% menunjukkan rataan konversi ransum adalah : (3,07), (2,38), (2,24), (2,21), dan (1,93). Pemakaian BIS 12% dalam ransum berbeda nyata (P < 0.05) dengan pemakaian BIS 3% dan ransum kontrol (0% BIS), tetapi tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan pemakaian BIS 9 dan 6% dalam ransum (P > 0.05) terhadap konversi ransum. Konversi ransum ikan mas yang diberi ransum mengandung BIS 9% tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P > 0.05) dengan ikan yang memperoleh ransum mengandung BIS 6 dan 3%, namun berbeda nyata (P < 0.05) dengan ikan yang mendapat ransum kontrol (0% BIS). Begitu juga pemakaian BIS 6% dalam ransum tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P > 0.05) dengan pemakaian BIS 3%, tetapi berbeda nyata ( P < 0.05) dengan pemakaian BIS 0% terhadap konversi ransum.

Terjadinya perbedaan konversi ransum pada penelitian ini disebabkan perbandingan antara peningkatan pertambahan berat badan jauh lebih tinggi di banding dengan peningkatan jumlah konsumsi ransum. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan pemberian BIS terjadi peningkatan kualitas ransum yang ditandai dengan melonjaknya pertambahan berat badan dari pada peningkatan konsumsi. Hal ini berkemungkinan disebabkan oleh kecernaan ransum yang tinggi sesuai dengan pendapat Murtidjo (2001) bahwa BIS merupakan bahan pakan yang mudah dicerna.

Faktor lain yang menyebabkan konversi ransum rendah dengan pemakaian BIS 12% adalah kandungan asam amino arginin bungkil inti sawit lebih tinggi dibandingkan dengan jagung, sehingga dengan peningkatan pemakaian BIS terjadi peningkatan arginin dalam ransum. Kandungan asam amino arginin jagung adalah 0.50 sedangkan asam amino arginin bungkil inti sawit 1.36. Tampaknya pada pemakaian bungkil inti sawit 12% ikan mas dapat meman-faatkan zat-zat makanan secara efisien di banding dengan ransum lain.

[newpage]
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penggunaan bungkil inti sawit dalam ransum ikan mas dapat meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan berat badan, dan menurunkan konversi ransum ikan mas . Konsumsi ransum terbanyak diperoleh pada perlakuan E ( ransum mengandung 12% BIS) yaitu 242.33 g/ekor/60 hari, pertambahan berat badan tertinggi diperoleh pada perlakuan E yaitu 125.83 g/ekor/60 hari, dan konversi ransum terendah juga diperoleh pada perlakuan E yaitu 1.93.

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, D. 1984. Pengaruh cara pemakaian makanan dan tingkat bungkil inti sawit dalam ransum terhadap penampilan produksi babi yang sedang tumbuh. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Biro Pusat Statistik Sumatera Barat. 1998. Sumatera Barat Dalam Angka. BPS Sumatera Barat Padang.

Cowey. C.B., and Sargant. J.R. 1979. Nutrition. In Hoar, Randal and Brett. Fish Physiologye, vol. VIII. Academic Press New York, London, p ; 1 – 70.

Djajasewaka, H. 1985. Pakan Ikan. CV. Yasaguna, Jakarta.

.Huet, M., 1972. Texbook of Fish Culture. Fishing Newsbook Itd., London. 436p.

Mudjiman, A. 1989. Makanan Ikan. PT. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Murtidjo, B.A. 2001. Pedoman meramu pakan ikan. Penerbit Kanasius Yogya- karta.

Silitonga, S.A., Wilson, P. Sitorus. 1988. Pemanfaatan Limbah industri kelapa sawit untuk menunjang kebutuhan pakan ternak Ruminansia dalam Seminar Nasional Peternakan 14 – 15 September 1988, Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1981. Principles and Procedures of Statistics. A. Biometrical Approach. International Student End Mc. Graw Hill Kogakusha Limited. Tokyo.