Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Senin, 06 November 2006 Ekonomi

IRIF dan Siapkah Pemda Sumbar Menjaring Investor ?

Indonesian Regional Invesment Forum (IRIF) 2006 yang digelar 2-4 November 2006 di Hotel Shangri La telah usai dan salah seorang peserta Wiztian Yoetri (Pemred Padeks) menyatakan Irman Gusman sebagai ketua pelaksana, luar biasa. Pernyataan ini memberikan nilai plus yang sangat tinggi terhadap putra minang ini yang telah berhasil dalam menyelenggarakan forum bertaraf internasional. Hampir sebagian besar pimpinan daerah Sumbar mengikuti acara tersebut, mulai dari Gubernur Bapak Gamawan Fauzi dan sejumlah walikota serta bupati sangat optimis dengan hasil forum tersebut.

CK Prahalad sebagai ahli manajemen strategi dan termasuk tokoh ekonomi yang paling berpengaruh di dunia menjadi pembicara utama. Apa yang dikatakan oleh Prahalad rasanya tidak terlalu istimewa karena telah sering dibicarakan tetapi karena yang menyampaikannya adalah seorang tokoh ekonomi dunia, maka semua yang dinyatakannya seperti pil mujarab yang sekali minum dapat menyembuhkan suatu penyakit. Lihat apa yang dikatakannya bahwa yang dibutuhkan untuk sukses adalah keteladan, tidak lebih dari itu, dan pernyataan ini telah ada sejak era orde baru dan menjadi doktrin setiap penataran P4.

Kita akui memang apa yang disampaikannya itu sangat menyentuh, dan mencapai akar rumput permasalahan. Selanjutnya dikatakan untuk menggaet investor pentingnya kepercayaan diri atau keyakinan bahwa investor berminat untuk menanamkan investasinya di daerah kita dan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi cukup besar.

Yang menjadi pertanyaan adalah yakinkah pemda bahwa investor mau menanamkan investasinya di Sumbar? Jawaban seharusnya yakin, karena Sumbar kaya dengan segala potensi daerah yang sangat mendukung mulai dari SDA yang subur dengan berbagai komoditi orientasi ekspor (CPO, Coklat, karet, sayuran, buahan, dll), panoramanya sangat mempesona dengan julukan wonderful, very beautiful, dan lain-lain; sumberdaya kelautan dan perikanan yang beraneka ragam ikan sangat potensil kata kepala DKP Prop baru digarap 30 %; SDM kualitas dan kuantitas tersedia; lahan tersedia; dan tersedianya infrastruktur serta pemda mendukungnya. Tapi kenyataannya sudah berapa investor yang menanamkan investasinya ? banyak investor yang telah meninjau langsung ke lapangan dari Singapura, Malaysia, Hongkong, dll tapi proses selanjutnya hilang entah kemana, apa lacurnya ? jawabannya teramat sulit dan sukar diurai dari mana akan dimulai.

Prahalad membeberkan pandangannya tentang iklim investasi di Indonesia, dinyatakannya dalam beberapa poin, yaitu:

  1. Apakah Indonesia (termasuk Sumbar) percaya/diri bahwa investor tertarik menanamkan investasinya ? dan ini menjadi factor kunci. Apa keunggulan dan kemudahan dan nilai tambah yang akan diterima oleh investor kalau menanamkan modalnya di Indonesia ? Di Asean Indonesia merupakan peringkat terbawah dalam kemudahan berbisnis. Hasil pengamatan IFC dan bank dunia dari 175 negara yang diteliti ternyata Indonesia merupakan peringkat 135 dalam kemudahan berbisnis. Bandingkan dengan Thailand peringkat 18, Malaysia peringkat 25, Singapura peringkat 1, Filipina peringkat 126, dan Vietnam peringkat 104. Untuk mendirikan perusahaan Indonesia peringkat 161 dengan jumlah prosedur 12 dengan waktu penyelesaian 97 hari; untuk pengurusan perizinan berada pada peringkat 140 dengan jumlah prosedur 19 dan waktu penyelesaian izin 224 hari jang jauh lebih lama dibanding Negara-negara Asean termasuk Vietnam sekalipun (Media Indonesia, 3 Nov 2006). Prahalad mengunci pembicaraanya pada bagian ini dengan menyampaikan bahwa Negara Cina dan India telah mampu mengembangkan kepercayaan dirinya dan siap menjadi Negara pekerja/produksi.
  2. Pemerintah daerah mempunyai peran penting untuk memicu arus masuk investasi melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif/bersahabat, dan menjamin keberadaan investasi para pengusaha.
  3. Pemimpin lokal harus memiliki kecerdasan lokal, artinya dalam cakupan Sumbar pemimpin dinas/lembaga benar-benar menguasai bidang yang dipimpinnya bukan hanya sekedar dibelakang meja tetapi harus menguasai lapangan kerja luar dan dalamnya. Apa yang dicontohkan oleh Bangladesh dengan program Grameen Bank adalah pengentasan kemiskinan local dengan solusi local. Tidak perlu pula IMF ikut campur sehingga Muhammad Yunus meraih nobel perdamaian. Grameen bank seperti julo-julonya ibu-ibu diciptakan oleh wanita, karena itu wanita jangan dipinggirkan, ikutkan ia dalam setiap gerak pembangunan.
  4. Jangan bergantung pada ahli tapi bergantunglah pada hati (harapan) orang-orang (penduduk) disekitar anda, karena setiap permasalahan ada di dalam bukan di luar. Sangat menyentuh dan dalam sekali makna pernyataan Prahalad ini, kita sering minta bantuan ahli dan kurang/tidak percaya pada diri/kemampuan sendiri sehingga kita dibawa ke alam pemikiran si ahli yang belum tentu sesuai dengan permasalahan daerah/masyarakat lokal.
  5. Jadikan orang-orang sukses didaerah/negeri ini sebagai contoh. Jangan berfikir apa yang dibutuhkan untuk melakukannya tapi yang harus difikirkan bagaimana bisa berhasil mencapai tujuan. Kita jarang mencontoh atau memuji apa yang baik dihasilkan pimpinan di daerah ini, bahkan kita sering menganggap remeh apa yang dihasilkan pemimpin lokal. Yang masih hangat di Sumbar masalah tunda (tunjangan daerah) yang dicanangkan Pak Gamawan Fauzi konsepnya sangat baik, malau dituduh mencari popularitas, masalah zakat yang dipromosikan Pak Fauzi Bahar, dan lain-lain yang nilai positifnya lebih baik, kenapa tidak kita dukung?

[newpage]
Inilah kondisi riil yang kita hadapi, masih sebatas wacana, perdebatan dalam seminar, simposium, workshop, dan pertemuan-pertemuan lain. Sumbar punya semua potensi yang mampu mendukung dan menyambut kedatangan para investor tetapi kenapa patah atau hilang di jalan? Suatu hal penting lagi adalah tentang mengubah birokrasi, David Osborne dan Ted Gaebler sejak tahun 1991 telah mengusulkan reinventing government atau mewirausahakan birokrasi, bagaimana mentrasformasi semangat wirausaha ke dalam sektor publik. Ada 10 prinsip yang dapat dilakukan mulai dari pemerintah, masyarakat, sistem kerja, berorientasi hasil, dan sampai kepada pemerintah yang berorientasi pada pelanggan/pasar. Semuanya sudah dijelaskan dengan lugas dan jelas, pertanyaan lagi kenapa tidak diterapkan sementara Amerika telah berhasil melakukannya?

Prahalad menjelaskan lagi bahwa ada pengaruh birokrasi local; artinya antara suatu daerah dengan daerah lain birokrasinya berbeda. Birokrasi harus memberikan porsi yang cukup bagi sector swasta, dan yang juga penting adalah perlunya koordinasi yang baik dengan pemerintah pusat. Kalau kita tanya kepada para birokrat (orang pemda), seberapa jauh ia mengetahui dan memahami tentang birokrasi?

Max Weber (Sosiolog Jerman) tahun 1911 telah menyatakan bahwa birokrasi mempunyai 6 fitur, yaitu ada devisi tenaga kerja, kalau di PNS Korpri namanya dan di perusahaan disebut serikat buruh atau nama yang lainnya, ada aturan dan prosedur yang eksplisit, keputusan yang tidak memihak, posisi di dasarkan pada kualifikasi secara teknis, dan prinsip organisasi efisiensi. Apa yang kurang lagi ?, kenapa para birokrat kita belum atau tidak mau mengerti (melaksanakan) atau memang tidak mengerti sama sekali ?

Kita masih bersyukur karena sekali lagi Gubernur kita Pak Gamawan Fauzi pada Harian Padang Ekspres (4 Nov’06) menyatakan untuk mendatangkan investor ke Sumbar sekaligus pengentasan kemiskinan perlu suatu standar pelayanan one stop service (pelayanan terpadu) artinya pelayanan hanya di satu meja, disitu dimasukkan dan di situ pula diambil. Jadi para investor tidak harus berputar-putar bila mengurus suatu perizinan. Karena kebijakan dan keputusan soal investasi berada pada tingkat kabupaten dan kota, maka pemkab dan pemko harus berupaya membuat pelayanan terpadu ini secepatnya dan pemprop tinggal memfasilitasi dan mengkoordinasikan. Satu hal yang cukup rumit dan ikut mengganjal masuknya investor adalah persoalan tanah ulayat. Mengenai peraturannya silahkan BPN membuat sedemikian rupa tetapi yang paling penting masyarakat/kaum sangat menentukan, oleh karena itu ia harus dibawa berunding dari awal, jangan hanya diikutkan waktu membuat keputusan saja.

Terkait dengan IRIF yang telah sukses digelar dan khususnya untuk Pemda Sumbar, peluang untuk menggaet investor sudah terbuka tinggal lagi bagaimana manajemennya, kompensasi apa yang akan diperoleh investor jika ia jadi menanamkan investasinya di Sumbar. Kunci suksesnya adalah duduk bersama antara pemda, investor/swasta, dan masyarakat dimana investasi itu akan ditanamkan. Smoga bermanfaat.



Dr.Ir.Agustedi, M.Si
Pengamat Pembangunan dan Staf Pengajar
IESP-FE Univ.Bung Hatta dan Staf Pengajar MM-UNP