Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Jum'at, 22 Desember 2006 Umum

Transformasi Bisnis TNI Dengan Implementasi GCG

Namun demikian, kinerja Tim Supervisi belum berfungsi secara maksimal. Tarik menarik kepentingan sangat terasa dan menjadi penghambat atas terkatung-katungnya proses ini. Belum keluarnya Keputusan Presiden yang mengatur mengenai Bisnis TNI kerap kali dijadikan alasan untuk menunda pelaksanaannya.

Bisnis TNI memang kerap kali dihubungkan dan menguntungkan segilintir pihak saja, terutama para jenderal. Beragamnya bisnis TNI menurut Said Didu acapkali kurang membawa manfaat bagi tentara secara keseluruhan, namun hanya menguntungkan segelintir jenderal saja. Hal ini akan berdampak negatif bagi citra TNI secara umum. Namun demikian, saat ini Mabes TNI telah menyerahkan daftar berisi 1.520 unit usaha dengan nilai total Rp. 1 triliun yang terdiri dari berbagai jenis usaha, mulai dari agen minyak tanah, penjualan kacamata, sekolah dasar, pengelola hutan, properti dan perbankan kepada Tim Supervisi untuk diatur dan dikelola. Walaupun dari daftar ini beberapa bisnis telah dijual, namun penyerahan daftar ini patut dihargai.

Kenapa Harus GCG?
Timbul pertanyaan mengapa good corporate governance (GCG) diperlukan dalam transformasi bisnis TNI? Apakah transformasi yang dilaksanakan saat ini tidak cukup? Apakah benar jika telah mengimplementasikan GCG, perusahaan-perusahaan TNI akan lebih baik? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab dengan jawaban optimis, ya. Transformasi bisnis TNI harus dilaksanakan dengan konsep GCG.

Pada prinsipnya GCG merupakan suatu sistem dan struktur yang mengatur cara agar perusahaan dikelola dengan baik dan amanah. Apabila perusahaan dikelola dengan baik dan amanah menggunakan prinsip-prinsip GCG maka perusahaan tersebut akan menjadi efisien, kompetitif, mengalami pertumbuhan, menghasilkan laba maksimal dan meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan-tujuan ini sangat relevan dengan semangat reformasi bisnis yang dijalankan, agar negara mendapat hasil maksimal. Fakta empiris juga menunjukkan bahwa GCG telah menjadi faktor yang menentukan disamping kinerja finansial dalam proses pemilihan target investasi.

GCG harus dijadikan sebagai sebuah strategi dasar untuk memecah kebuntuan pelaksanaan reformasi bisnis TNI. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain. Pertama, Tim Supervisi dan Badan Pengelola nantinya harus memperoleh dukungan dari semua pihak. Tim harus meyakinkan Presiden untuk secepatnya mengeluarkan Keppres yang mengatur mengenai transformasi bisnis TNI agar Tim dapat mulai bekerja secara cepat dan efisien. Tim juga harus mendapat dukungan dari DPR untuk “menekan” Mabes TNI bekerjasama maksimal. Tekanan politis pun harus dilayangkan kepada para jenderal yang boleh jadi tidak rela bisnisnya diutak-atik. Resistensi yang mungkin terjadi dapat diminimalisir dengan menggunakan pola dan cara yang elegan.

Kedua, Tim harus memetakan secara cermat potensi bisnis yang dimiliki dan menyusun pedoman kerja yang mengatur mengenai tata kerja dan mekanisme reformasi. Konsep ini perlu disusun secara cermat untuk menghasilkan penyelesaian yang menguntungkan semua pihak. Pemetaan potensi bisnis diperlukan untuk mengetahui bisnis mana yang mempunyai prospek yang menguntungkan di masa mendatang. Selain pemetaan, maka diperlukan juga audit menyeluruh terhadap bisnis-bisnis yang ada, untuk mengetahui perusahaan mana yang dikelola secara tepat, mana yang dikelola secara sembarangan dan apakah terdapat penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan. Jika terdapat pelanggaran dan penyimpangan, maka harus diambil tindakan hukum yang tepat untuk mengatasinya.
[newpage]
Ketiga, Tim Supervisi perlu mempersiapkan kerangka GCG yang akan diimplementasikan secara efektif pada tiap unit usaha TNI. Sebagai Sekretaris Menteri BUMN, Said Didu tentu sangat paham dengan GCG, mengingat GCG menjadi kewajiban bagi seluruh BUMN. Said Didu dapat mengambil konsep implementasi GCG yang telah dijalankan di BUMN selama ini dengan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.
Kerangka GCG perlu dipersiapkan dengan menggunakan ukuran-ukuran yang reliable dan formulasi tepat agar ketika diimplementasikan benar-benar dapat dijalankan secara maksimal. Kerangka GCG yang dapat digunakan adalah metode GCG yang telah dilaksanakan di perusahaan-perusahaan yang telah maju dalam implementasi GCG baik di perusahaan swasta maupun BUMN.

Tahapan Implementasi GCG
Tahapan implementasi GCG bagi transformasi bisnis TNI dapat dilaksanakan dengan 4 (empat) tahapan utama. Tahap Pertama dilakukan proses pemetaan (assessment) terhadap praktik yang sudah dilakukan di perusahaan bisnis TNI. Disadari bahwa sebagian praktik GCG telah dilaksanakan, akan tetapi sebagian lainnya mungkin tidak atau belum sepenuhnya mengacu kepada standar dan/atau best practices yang berlaku. Oleh karena itu diperlukan proses identifikasi dan evaluasi terhadap praktik yang sekarang ini telah dilaksanakan. Kesenjangan antara standar atau best practices dengan praktik yang ditemukan merupakan titik awal bagi penyusunan kerangka kerja implementasi GCG.

Tahap Kedua dilakukan pengembangan kerangka kerja implementasi GCG yang juga mencakup proses formulasi Panduan GCG dan kebijakan-kebijakan turunan lain yang terkait dengan GCG untuk mendukung iklim yang kondusif bagi implementasi GCG (“by laws”). Panduan tertulis tentang praktik GCG menjadi acuan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan Perusahaan dan merupakan suatu pra-syarat agar GCG dapat diimplementasikan secara efektif.

Pada Tahap Ketiga dilakukan implementasi praktik GCG berdasarkan hasil identifikasi dengan mengacu pada Panduan GCG dan by laws yang telah disusun. Kedalaman tahap implementasi sangat tergantung dari tingkat kesenjangan praktik GCG dan tingkat komitmen untuk mencapai sasaran pembenahan, di samping juga memperhatikan situasi dan tantangan yang dihadapi oleh Perusahaan.

Salah satu bagian kritikal dalam tahap implementasi adalah aktivitas sosialisasi, khususnya sosialisasi internal. Soft-structure seperti Panduan GCG berikut by laws serta infrastruktur GCG, tidak akan bermanfaat apabila tidak disosialisasikan secara utuh kepada seluruh jajaran internal Perusahaan serta kepada seluruh stakeholders sehingga sangat diharapkan bahwa konvergensi pemahaman praktik GCG dapat dicapai oleh seluruh stakeholders.

Tahap Keempat merupakan tahap audit atau evaluasi internal praktik GCG secara teratur dan berkesinambungan. Proses audit atau evaluasi ini merupakan tahap penting yang harus dilakukan untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan standar pencapaian praktik GCG.

Pada akhirnya, diharapkan dengan secara konsisten melaksanakan implementasi GCG, transformasi bisnis TNI dapat berjalan secara maksimal dan mencapai tujuannya serta menguntungkan semua pihak. Semoga saja.


*Penulis adalah Senior Associate pada SDP Consulting, Konsultan Good Corporate Governance di Jakarta