Detail Artikel

Jum'at, 22 Desember 2006

Menyelam, Membuat Rumah Ikan...
Perjalanan
Akhir pekan, minggu pertama bulan Desember lalu, 8 peneliti dan penyelam dari Yayasan Minang Bahari dan empat orang sukarelawan (volunteers) Diving Proklamator Universitas Bung Hatta berangkat dari pelabuhan Muaro Padang menuju Pulau Tangah, Padang Pariaman.
Cuaca pagi itu cukup cerah, dihangatkan pancaran sinar Matahari yang masih enggan menyapa Bumi di wilayah Padang. Kekhawatiran kami sirna mengingat sehari sebelumnya, wilayah Padang diguyur hujan deras. Kapal motor melaju dengan tenang di tengah perairan Kota Padang, membawa kami dan perlengkapan yang cukup banyak. Selama di perjalanan, kami mendiskusikan bentuk susunan beton yang akan dikerjakan di bawah air dengan melihat foto-foto beton yang disusun di darat.

Kurang lebih tiga jam perjalanan dengan kapal nelayan berkekuatan 190 PS menyisir Pantai Padang, Pasir Jambak dan sampailah pada tujuan akhir kami, yaitu Pulau Tangah. Begitu kapal motor mendekati Pulau Tangah, ABK kapal motor segera membuka palka yang berisi ratusan beton. Beton-beton itulah yang nantinya akan kami susun di bawah air sebagai terumbu buatan (rumah ikan yang baru).

Selanjutnya, Samsuardi pimpinan tim dan sukarelawan dari Diving Proklamator yang juga ketua BEM Universitas Bung Hatta Mubruri Tanjung, bersiap-siap untuk turun dan memasang pelampung tanda tempat penurunan beton-beton tersebut, Yaser Arafat (putra Cucu Magek Dirih) mulai menyetting peralatan selam, sedangkan tim yang lain melakukan briefing untuk menyamakan persepsi tentang bentuk/struktur beton yang akan disusun di bawah air. Pada akhir briefing, dilakukan simulasi/peragaan penyusunan beton-beton yang dijadikan terumbu buatan di darat. Simulasi penting dilakukan mengingat bahwa nantinya tim tidak hanya sekadar menyelam tapi juga bekerja di bawah air.

Terumbu buatan atau rumpon

Banyak faktor yang menyebabkan kerusakan terumbu karang. Salah satu aktivitas yang menjadi momok kehidupan terumbu karang adalah penggunaan bom dan racun potassium cianida. Aktivitas ini yang mengakibatkan hancurnya terumbu karang dan hilangnya ikan-ikan yang menghuni di terumbu karang tersebut.

Salah satu kegiatan yang dapat membantu ikan-ikan mendapatkan "rumah"-nya kembali adalah dengan membuatkan terumbu buatan (artificial reef) atau rumpon. Kedua kata ini kadang-kadang masih disamaartikan, padahal ada perbedaan yang mendasar. Terumbu buatan dan rumpon memiliki persamaan untuk membantu memberikan tempat bagi ikan dalam berkembang biak, dan dapat merangsang terbentuknya koloni terumbu karang. Sedangkan perbedaannya terletak pada konstruksinya, rumpon tidak perlu disusun di dalam laut, bahannya dapat berwujud apa saja, misalnya, becak, bus, bahkan kapal karam (tenggelam) pun dapat berfungsi sebagai rumpon, dan biasanya dijatuhkan atau ditenggelamkan pada perairan yang dalam. Sedang terumbu buatan, penempatannya harus disusun (menggunakan desain).
[newpage]
Penyusunan dapat dilakukan di darat atau pun di dalam laut. Bahannya juga bermacam-macam, dapat berupa ban, kayu, bambu atau beton. Letak terumbu buatan di dalam laut biasanya pada perairan dangkal (di hamparan terumbu karang yang rusak), hal ini karena setelah pemasangan terumbu buatan tersebut akan ada aktivitas lanjutan yaitu monitoring (pemantauan yang berkelanjutan).

Pemasangan terumbu buatan yang dilakukan oleh Yayasan Minang Bahari hasil kerjasama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Pariaman dibantu diver sukarelawan Diving Proklamator Universitas Bung Hatta ini adalah terumbu buatan berupa beton. Beton ini dibuat dari bahan semen dengan rangka dasarnya besi. Satu konstruksi terumbu buatan ini (seperti "piramid") terdapat 14 balok yang terdiri dari: 9 balok beton untuk dasar, 4 balok untuk tinkat 2 dan 1 balok untuk puncak dengan ukuran yang sama yaitu 50 cm x 50 cm dengan berat sekitar 50-60 kg.
Membuat rumah ikan

Banyak hal yang bisa dilakukan dalam kegiatan menyelam. Aktivitas yang sering dilakukan setiap menyelam biasanya melihat keindahan panorama bawah laut atau melihat ikan-ikan yang penuh dengan warna-warni. Ada juga monitoring atau pendapatan terumbu karang bagi para peneliti terumbu karang, dan masih banyak lagi.

Kegiatan yang kami lakukan bukan lagi melihat hamparan terumbu karang yang menawan atau memonitor kondisi pertumbuhan terumbu karang, melainkan harus menyusun beton-beton di dalam air menjadi konstruksi seperti "piramid" atau biasa disebut dengan terumbu buatan.

Pada penyelaman pertama, tim kami memutuskan untuk melakukan orientasi (penyelam fun) dan menentukan titik lokasi pemasangan lebih dulu. Titik lokasi pemasangan (stasiun) ditentukan berdasarkan kondisi terumbu karang yang telah hancur atau rusak, di mana ikan-ikan sudah kehilangan rumah dan tempat mencari makan dan berdasarkan pada kondisi perairan yang datar (flat) dan tidak curam (slope). Kedua faktor tersebut cukup penting mengingat terumbu buatan ini dapat dikatakan sebagai pengganti rumah ikan yang telah hancur. Dasar perairan yang datar supaya beton-beton yang akan dipasang tidak mudah lepas antara satu dengan yang lainnya.

Pada lokasi ini masih ditemukan pulau beberapa koloni karang keras yang cukup bagus seperti karang meja (table coral), karang masif (massive coral), dan karang jamur (mushroom coral). Sedangkan ikan yang terlihat di lokasi antara lain ikan buntal (Arothron stellatus), ikan kerapu (Epinephelus sp), ikan "Moon Wrase' (Thalassoma lunare), dan segerombolan ikan ekor kuning (Caesio sp)
Cuaca yang cerah sangat mendukung kami dalam melakukan aktivitas yang menantang ini.

Tim kami dibagi menjadi dua tim kecil di mana masing-masing tim kecil terdiri dari empat diver (dua buddy). Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan tugas dan lebih menghemat tabung selam (tabung udara) yang kami bawa. Penulis sendiri termasuk dalam tim pertama bersama ketua tim dan 2 penyelam dari Diving Prokalamator Universitas Bung Hatta .

Tim pertama (empat diver) turun pada kedalaman 9-12 meter. Begitu sampai di dasar, beton pertama dengan ukuran 50 cm x 50 cm dan berat sekitar 50-60 kg diturunkan dari kapal dengan bantuan tali. Kami menjemputnya lalu menempatkannya pada tempat yang datar, sedangkan talinya tetap di ikatkan dengan tujuan sebagai rel penurunan beton-beton selanjutnya. Ada tigapuluh enam beton yang berukuran sama dan harus kami susun dalam tiga tingkat saling bersilangan.

Menyusun 36 balok beton dengan ukuran dan berat yang sama untuk menjadi satu rangkaian "piramid" terumbu buatan, tidak semudah yang kami simulasikan pada waktu di darat. Ada beberapa hal yang membuat kami kesulitan dalam menyusun beton tersebut, seperti arus pada waktu kami menyelam, tidak semua beton yang diturunkan dari kapal jatuh pada titik yang sama, belum lagi faktor kejernihan air yang cukup mempengaruhi dalam penglihatan. Hal-hal itulah yang membuat kami harus mencari cara yang efektif dan efisien untuk membuat rumah ikan yang baru.

Aktivitas yang kami lakukan mirip dengan anggota pasukan khusus US Navy (sebuah cerita dalam film), yaitu harus merangkai peralatan di bawah air dan yang kami rangkai adalah beton-beton yang beratnya melebihi dari berat badan kami. Di saat kami sedang asyik-asyiknya menyusun beton-beton tersebut, rupanya jarum indikator tekanan udara dalam tabung (pressure gauge) yang berada pada selang regulator telah menunjukkan posisi 500 Psi, berarti tim pertama harus naik ke permukaan. Sebelum naik ke permukaan, fins kembali kami gunakan untuk naik pelan-pelan dan melakukan deko stop. Deko stop bertujuan untuk membuang gas-gas udara dalam tubuh, di mana pada kedalaman tertentu bersifat lembam atau inert, dengan cara berdiam diri pada kedalaman dekat permukaan (biasanya lima meter dan tiga meter) tanpa beraktivitas apa-apa selama waktu tertentu (kurang lebih lima menit, tergantung lama dan kedalaman waktu menyelam). Setelah deko stop selesai baru muncul ke permukaan dan bergantian dengan tim kedua. Pada kedalaman ini kami berhasil menyusun sekitar 4 "piramid", berarti 4 rumah baru untuk ikan sudah kami susun
Yang paling seru pada penyelaman adalah penyusunan "puncak" atau bagian paling atas terumbu buatan. Untuk menghemat tenaga, beton yang lumayan berat ini harus kami angkat bertiga sekaligus, satu penyelam lagi beraksi dengan camera digital underwaternya mengabadikan proses penyusunan balok-balok beton tersebut, dan akhirnya tersusunlah 4 rumah baru untuk ikan seperti susunan piramid di bawah air.

Rasanya lelah yang sebelumnya ada menjadi sirna di saat kami melihat kembali susunan terumbu buatan yang telah kami susun (4 piramid di kedalaman 10-12 meter ). Kemudian kami sempatkan untuk mengabadikan semua tim di antara terumbu buatan tersebut. Kebanggaan kami semoga tidak melupakan nilai-nilai konservasi yang telah terbentuk, justru semakin mendekatkan diri untuk lebih mengenal dan mencintai laut terutama ekosistem terumbu karang yang kondisinya sangat memprihatinkan saat ini.

Jam 16.00 WIB, Setelah berphoto ria didasar perairan, kami harus naik ke kapal dan untuk segera mem packing semua peralatan untuk berkemas kembali ke Padang. Begitu meninggalkan Pulau Tangah, sejenak kami melewati lokasi terumbu buatan tersebut. Timbul satu pertanyaan pada benak kami, "Akankah beton yang telah kami susun itu menjadi 'rumah ikan' yang baru?" Jawabnya, "Kita lihat saja nanti...!"

Indrawadi,S.Pi
Pembina UKM Diving Proklamator Universitas Bung Hatta
Saat ini bekerja sebagai Kabag Humas Universitas Bung Hatta