Jum'at, 19 Januari 2007
Nelayan Cerdas, Nelayan Mandiri
Pendidikan untuk nelayan pada hakekatnya merupakan human investmen dan social capital, baik untuk kepentingan pembangunan daerah maupun pembangunan nasional. Pendidikan merata dan bermutu baik melalui pendidikan sekolah maupun luar sekolah akan berdampak pada kecerdasan dan kesejahteraan nelayan. Demikian pula halnya dengan pendidikan memadai, paling tidak dapat dijadikan modal untuk mencari dan menciptakan peluang-peluang kerja yang dapat menjadi sumber kehidupan dan peningkatan kesejahteraan. Dalam banyak hal, terjadinya kemiskinan nelayan bukan semata-mata karena masalah ekonomi akan tetapi salah satu penyebabnya ialah pendidikan yang rendah.Ada beberapa dasar yang membuat kita harus memperhatikan regenerasi nelayan, sehingga mereka lebih kompetitif dan mampu memanfaatkan sumberdaya alam di masa depan. Karena kekayaan itu dapat dijadikan kekuatan untuk mensejahterahkan mereka, keluarga dan lingkungannya, dan bisa menjadi pilar utama dalam pembangunan masyarakat pesisir kedepan.
Dilihat dari sumberdaya manusia nelayan paling tinggi hanya 80 % tamat sekolah dasar, bahkan banyak yang tidak tamat atau tidak sekolah sama sekali. Fakta tersebut menyiratkan kemampuan nelayan mengelola sumberdaya alam pesisir sangat terbatas. Ini disebabkan karena mereka identik dengan berbagai prilaku sosial yang tidak menguntungkan selama ini, misalnya budaya konsumtif, menyebabkan mereka terjebak pada lingkaran utang dan kemiskinan. Hal itu tentu jauh dari harapan untuk mengelola potensi sumberdaya kelautan yang tidak terbatas secara berkelanjutan, maka diperlukan regenerasi nelayan yang memiliki kemandiran, kompetensi dan kapasitas yang memadai pula. Jika kita dibandingkan dengan data Political and Economics Risc Consultan Croup ââ¬â sebuah lembaga penelitian di Hongkong, bahwa ada 17 variabel yang merupakan rangking dalam pendidikan menengah, sarjana, dan pascasarjana, serta penguasaan teknologi, penguasaan bahasa asing, kemudian etos kerja dan tingkat aktifitas dari tenaga kerja. Dengan ukuran variabel ini, tidak mungkin mereka (putra-putri nelayan, red) dibanding negara lain mampu bersaing dengan kondisi pendidikan sekarang.
[newpage]
Solusinya tentu kita harus menyediakan pendidikan yang baik, kalau tidak generasi nelayan makin terbelakang. Disini pemerintah daerah dan masyarakat harus mempunyai perhatian serius. Masalahnya apakah pendidikan itu cocok dengan gaya hidupnya, serta menjadi nilai tambah bagi keluarganya. Maka relevansi pendidikan dan setting pembelajarannya harus disesuaikan dengan kehidupan nelayan kita.
Apa strateginya? Harus dipetakan kalau putra-putri nelayan di pantai-pantai biasa, kita bisa pusatkan di tempat-tempat tertentu, sehingga tempat lain bisa mengakses dan dijadikan center of excellent . Misalnya kita coba Sebuah Sekolah Menengah Perikanan yang ada di salah satu kabupaten di Pesisir Sumatera Barat.
Nilai strateginya karena dapat di-support oleh darat dan lalu lintas laut yang relatif terjamin. Hal ini harus dipetakan dan lebih banyak diberikan praktek ketimbang teorinya dan disesuaikan dengan kultur masyarakatnya.
Bagaimana dengan di pulau-pulau kecil, seperti kabupaten Kepulauan Mentawai yang memiliki 256 pulau, panjang garis pantai 2.054 Km. Disana masalahnya berat, pertama disisi economic of skill, unit cost nelayan kita sangat tinggi. Maka pemetaan kluster pulau ini menjadi vital, saat ini mungkin baru SMP pada tingkat kecamatan. Di Pulau-pulau kecil itu siswanya sedikit. ada yang 30 siswa, kelas IV 5 ââ¬â 7 orang. Kalau dikonversi secara biasa satu kelas guru itu mahal sekali dan tidak cukup rangsangan bagi guru untuk mendidik.
Untuk merasa tugas seorang guru di pulau itu bermanfaat bagi putra-putri nelayan, guru perlu diberi rangsangan, diberi muatan-muatan yang membuat guru lebih sibuk dan kegiatan ekstrakurikuler dengan kebutuhan masyarakat, seperti kegiatan budidaya kepiting bakau telah dilakukan oleh guru Sekolah Dasar di Desa Katurei nan jauh dipelosok pulau-pulau kecil di Sipora yang sumber dananya berasal dari kegiatan Coremap Fase II. Mereka merasa senang dan penghasilannya bertambah dari usaha sampingan yang dilakukan. Disinilah pentingnya latihan-latihan keterampilan selain dari pembelajaran itu sendiri.
Menyadari pentingnya pendidikan sebagai human investmen dan social capital , Depertemen Kelautan dan Perikanan melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) telah melakukan terobosan seperti program regenerasi nelayan.
Ambil contoh Pemerintah Kabupaten Sumenep menjadi pilot project Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dari pemerintah pusat berupa program regenerasi masyarakat pesisir. Program ini ditujukan pada generasi (putra-putri) nelayan pesisir untuk dididik agar memiliki kemampuan dan keterampilan di bidang usaha perikanan. Terdapat 30 putra-putri nelayan disekolahkan secara gratis di Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) dengan tujuan untuk mencetak generasi nelayan yang tangguh dan berkemampuan di bidang teknologi budidaya perikanan.
Bagaimana dengan putra-putri nelayan pesisir di Sumatera Barat, tentu sebaiknya program PEMP yang digulirkan untuk masyarakat pesisir pada beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Barat juga menyentuh untuk peningkatan pendidikan anak nelayan. Atau sepatutnyalah pemerintah kabupaten / kota dan Propinsi Sumatera Barat menggulirkan dana untuk peningkatan pendidikan anak nelayan, seperti program 1000 doktor untuk dosen PTN dan PTS. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Pascasarjana Universitas Bung Hatta membuktikan bahwa partisipasi nelayan dalam memanfatkan dana PEMP sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Artinya modal yang digulirkan kepada nelayan yang berpendidikan rendah tidak menjamin mereka akan sejahtera dan mandiri, dan sebaliknya akan menjadi beban bagi mereka dan keluarganya yang telah lanjut usia karena tidak bisa mengembalikan pinjaman itu.
Bekerjasama dengan institusi pendidikan seperti SMK Perikanan atau Perguruan Tinggi yang mempunyai proram studi Ilmu perikanan dan kelauan, adalah sebuah terobosan yang perlu kita lakukan dengan tujuan untuk mengembangkan keterampilan dan keilmuwan serta wawasan bagi generasi muda nelayan. Melalui program tersebut, anak nelayan diharapkan mempunyai keterampilan ( skill ) dalam mengelola sumberdaya alam pesisir yang ada di wilayahnya, berupa kemampuan menggunakan teknologi tepat guna, tanpa menghilangkan nilai-nilai positif yang berlaku di masyarakatnya.
Hal lain yang menjadi harapan, tercipta ikatan emosional dikalangan generasi nelayan. Karena dengan ikatan tersebut konflik-konflik dalam pengelolaaan sumberdaya kelautan dapat dihindari. Mereka nantinya diharapkan mengelola potensi sumberdaya alam kelautan secara berkelanjutan, sehingga generasi nelayan terhindar dari stigma marginalisasi nelayan miskin
( Kolumnis adalah Guru Besar Tetap Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta).