Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Senin, 22 Januari 2007 Kemahasiswaan

Legislatif : Sebuah Simbol Kedaulatan Mahasiswa II

Hal ini tentunya menyebabkan terjadinya perbedaan pandangan mengenai kedua jenis lembaga tersebut. Disamping itu, saya mengira saudara Irwansyah belum pernah melakukan penelitian maupun pengamatan secara mendalam terhadap kedua jenis lembaga tersebut. Kedua, karena saudara Irwansyah tidak menangkap makna sebenarnya yang saya siratkan dalam tulisan saya tersebut, saya menyarankan agar saudara Irwansyah menyempatkan diri untuk membuka referensi – referensi yang berkaitan dengan tata negara serta teori – teori pemerintahan dimana disana nantinya akan memperjelas pandangan yang tersirat dalam tulisan saya tersebut. Dalam tulisan saya yang berjudul “ Student Goverment : Sebuah Konsepsi “*, saya pernah mengungkit sedikit mengenai perbedaan, fungsi, serta pemaknaan dari masing – masing lembaga tersebut. Akan tetapi untuk memperjelas permasalahan diatas, saya akan sedikit menuangkan pemikiran sehubungan dengan permasalahan tersebut.
*
Dalam teori pemerintahan, kita mengenal adanya beberapa corak pemerintahan yaitu Monarki, Oligarki, Demokrasi. Monarki, ialah kekuasaan yang dipegang oleh seseorang. Dalam hal ini, bentuk yang mengambarkan sistem monarki ini adalah kerajaan. Akan tetapi, monarki dapat dibedakan menjadi dua yaitu monarki absolut dan monarki konstitusional. Dalam monarki absolut, kekuasaan bersifat absolut atau tidak terbatas. Contoh implementasi sistem ini ialah pada Kerajaan Prancis pada zaman Louis XII yang terkenal dengan ucapannya “ L `etat cest moi “ yang artinya negara adalah saya.

Ungkapan barusan menyiratkan absolutisme yang dimiliki oleh kekuasaan yang dijalankan. Sedangkan, monarki konstitusional adalah kekuasaan dipegang oleh seseorang tetapi dijalankan menurut sebuah aturan. Contoh nyata implementasi sistem ini ialah Inggris yang dikuasai oleh Kerajaan. Berbeda dengan monarki absolut, Kerajaan Inggris tidak memegang kekuasaan dalam menyelenggarakan pemerintahan akan tetapi hanya berperan sebagai simbol kedaulatan dan persatuan saja. Untuk pemerintahan, Inggris dipimpin oleh seorang Perdana Menteri dan dijalankan menurut konstitusi. Jadi, pada umumnya kekuasaan pada sistem monarki dipegang oleh satu orang dan dijalankan secara garis keturunan Oligarki, ialah kekuasaan yang dipegang oleh beberapa orang. Ini berarti bahwa terdapat beberapa orang yang memegang kekuasaan dengan proporsi yang sama antara satu dengan yang lainnya.

Ini dapat kita temukan dalam catatan sejarah Prancis pada era sebelum Napoleon Bonaparte menjadi pemimpin Prancis. Ketika itu, Prancis dipimpin oleh lima orang yang dinama “ The directors “. Salah satu anggota The director yang paling terkenal bernama Barras. Contoh dari sistem ini tidak dapat kita temukan pada saat ini. Terakhir ialah Demokrasi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Demos dan Kritos. Arti dari Demos dan Kritos adalah rakyat yang memerintah. Sehubungan dengan pemaknaan tersebut, timbul pernyataan dari para ahli tata negara yang menyebutkan bahwa pada sistem Demokrasi, kekuasaan dipegang oleh orang banyak ( rakyat ). Disini dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam sistem demokrasi setiap orang memiliki hak yang sama dalam hal kekuasaan. Kekuasaan dalam artian menentukan nasib serta bagaimana menjalankan pemerintahan. Maka dari itu, timbul sebuah prinsip yang berbunyi “ dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. “ dan akhirnya menjadi simbol bagi Demokrasi tersebut.

Tentunya sangat ironis apabila sistem ini diterapkan mentah – mentah sesuai dengan pemaknaannya yang menyebutkan bahwa kekuasaan dipegang oleh banyak orang. Sangat mustahil apabila pemerintahan dijalankan oleh seluruh orang. Maka dari itu, diciptakan sebuah konsepsi yang tepat dalam menjalankan Demokrasi ini. Contoh nyatanya yaitu adanya sebuah sistem perwakilan dimana banyak orang ( rakyat ) yang memegang kekuasaan ini mendelegasikan kekuasaan yang dimilikinya para orang – orang yang terpilih untuk mewakilinya dan bergabung dalam sebuah badan perwakilan.

Pemaknaannya adalah setiap wakil tersebut dituntut harus mampu mewakili orang – orang ( representatif ). Misalnya ada 300 orang yang harus diwakilkan, lalu ditetapkan untuk membentuk sebuah badan perwakilan yang berjumlah 10 orang maka setiap 1 orang wakil harus mampu mewakili 30 orang ( 1 : 30 ). Dengan cara itulah sistem tersebut dapat dijalankan secara optimal. Badan perwakilan yang dibentuk itulah yang saat ini lebih dikenal dengan nama legislatif. Sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik ialah kenapa badan perwakilan berfungsi sebagai legislatif. Untuk itu ada baiknya kita mencoba menelaah satu persatu. Pertama, Demokrasi bermakna bahwa kekuasaan dipegang oleh banyak orang. Kedua, untuk menjalankan kekuasaan secara efektif maka diperlukan sebuah badan perwakilan yang merepresentasikan kekuasaan yang ada. Ketiga, legislatif ialah kekuasaan untuk membentuk sebuah aturan. Dari ketiga pendapat tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa badan perwakilan merupakan wadah representasi dari kekuasaan dan atas dasar itulah badan perwakilan memiliki kekuasaan membuat sebuah aturan ( legislatif )
*
Maka dari itu, apa yang saya kemukakan pada tulisan saya yang berupa bahwa legislatif harus benar – benar menjadi kedaulatan mahasiswa berangkat dari landasan pemikiran yang berupa pemaknaan dan pelaksanaan dari sistem demokrasi tersebut. Ketika kita berbicara daulat atau tidaknya, pertanyaan yang timbul ialah apakah implementasi dari sistem tersebut telah berjalan optimal. Apakah suara mahasiswa telah benar – benar dijadikan sebuah landasan berpijak? Dalam sistem Demokrasi, mahasiswa yang diumpamakan sebagai rakyat merupakan pemegang kekuasaan mutlak terlepas apakah mahasiswa tersebut memahami posisinya sebagai pemegang kekuasaan ataupun tidak. Oleh karena itu sebagai pemegang kekuasaan mutlak, suara mahasiswa diibaratkan sebagai suara Tuhan yang harus dilaksanakan ( hanya dalam hal teori pemerintahan saja ). Dengan demikian, legislatif yang notabene merupakan representasi mahasiswa dapat diasumsikan sebagai cerminan suara mahasiswa yang terus menerus memiliki kewajiban mengumandangkan suara – suara mahasiswa. Untuk itulah saya mengibaratkan dengan sebuah ungkapan yang berupa “ suara legislatif merupakan cerminan suara mahasiswa dan suara mahasiswa adalah suara Tuhan!”

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi UBH, angkatan 2003
*) terbit pada bulan mei 2006 di Fakultas Ekonomi