Senin, 19 Maret 2007
Pengembangan Kinerja Usaha Kecil Ditinjau Dari Aspek Pelatihan dan Pengalaman Kerja Pengusaha
PendahuluanSumber daya manusia merupakan faktor yang penting bagi setiap usaha. Beberapa penulis menyatakan bahwa sumber daya manusia yang berkualitas akan menentukan kejayaan atau kegagalan dalam persaingan (Tambunan, 2003; Porter dan Rudden, 1982; Porter, 1985,1986; Grossman dan Helpman, 1993).
Begitu juga dengan industri kecil, apabila di dalamnya terdapat sumber daya manusia yang berkualitas tentu akan menjadikan industri kecil berjaya. Bagi perekonomian negara, kejayaan suatu industri kecil akan menjadikan perekonomian suatu negara lebih baik (Kuratko dan Hodgetts, 1998). Oleh karena itu meningkatkan kualitas sumber daya manusia sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja dalam bisnis.
Terdapat berbagai aspek yang perlu diperhatikan untuk membangun kualitas sumber daya manusia guna menjadikan industri kecil agar lebih berjaya. Hasil Panel Diskusi Nasional Indonesia tentang Penguatan Industri Kecil Menengah (2001) dirumuskan berbagai faktor yang menjadi halangan (barrier) dalam peningkatan daya saing dan kinerja industri kecil Indonesia yang salah satunya adalah masih rendahnya kualitas sumber daya manusia. Rendahnya kualitas tersebut meliputi aspek kompetensi, keterampilan, etos kerja, karakter, kesedaran akan pentingnya konsistensi mutu dan standarisasi produk barangan dan perkhidmatan, serta wawasan kewirausahaan.
Hal ini didukung hasil kajian Tambunan (2000) yang menyatakan rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan halangan serius bagi banyak industri kecil di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, perakunan, data processing, teknik pemasaran, dan kajian pasar. Sedangkan semua kemahiran ini sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar baru.
Kualitas sumber daya manusia sebagai modal dalam ekonomi dapat dijelaskan sebagai kemampuan atau kapasitas, baik dari pembawaan lahir dan keturunan maupun akumulasi yang dibentuk selama usia kerja yang disediakan untuk bekerja sacara produktif dengan bentuk-bentuk modal yang lain untuk keberlajutan ekonomi produksi. Istilah modal manusia pada umumnya didefinisikan dalam hal pendidikan, termasuk pengetahuan dan kemahiran pada usia kerja (guna tenaga) yang ter-akumulasi dari hasil pendidikan formal, pelatihan, dan pengalaman. (Centre for the Study of Living Standards,2003).
Selain pelatihan, aspek lainnya yang menyangkut karakteristik sumber daya manusia adalah aspek pengalaman bekerja. (Hankinson,at.al., 1997). Aspek pengalaman biasanya diukur pada lama masa seseorang telah bekerja dalam bidang yang sama. Semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin tinggi pengalamannya. Implikasinya semakin berpengalaman seseorang bekerja pada bidangnya maka akan semakin meningkatkan kinerja perusahaan.
Keberadaan industri kecil di Indonesia memiliki peranan penting.
Hal ini dilihat pada kontribusinya yang besar ke atas kesempatan kerja dan pendapatan, khususnya di daerah perdesaan dan bagi keluarga berpendapatan rendah.. Komposisi unit usahanya sebanyak 38.985.072, atau 99,85 % dari jumlah perusahaan nasional yang terdapat di semua sektor ekonomi ( Mennegkop & PKM dan BPS, 2000). Industri kecil juga mempunyai peran sebagai motor penggerak bagi pembangunan ekonomi dan komunitas lokal. Peranan Industri kecil yang lebih penting lagi yakni sebagai salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor non-minyak-gas dan sebagai industri pendukung yang membuat komponen-komponen dan spare parts untuk industri besar (IB) lewat keterkaitan produksi misalnya dalam bentuk subcontracting.
Adanya perekonomian global dan era perdagangan bebas, industri kecil di Indonesia diharapkan mampu menjadi pencipta pasar di dalam maupun di luar negara dan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (balance of payment). Untuk menghadapi persaingan global maka industri kecil harus meningkatkan keunggulan kompetitifnya, yaitu antaranya dalam hal efisiensi dan produktifitas, penguasaan teknologi, kepengusaha an yang tinggi (Tambunan, 2003; Porter dan Rudden, 1982; Porter, 1985,1986; Grossman dan Helpman, 1993) yang semuanya itu bertumpu pada kualitas sumber daya manusia.
Pengembangan industri kecil perlu dipacu lebih cepat antaranya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan berbagai masalah yang dihadapi industri kecil nampak terdapat banyak masalah yang berakar pada sumber daya manusia. Clarke (1998) menyebutkan kemampuan dan skill sumber daya manusia di industri kecil dan menengah akan menentukan peningkatan prestasi. Sedangkan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pelatihan. Smith (1999) dalam kajiannya menemukan bahwa pelatihan memiliki arti penting dalam pengembangan ekonomi. Memberikan pelatihan langsung kepada industri kecil dianggap merupakan satu-satunya cara yang paling efektif.
Namun demikian kes di Indonesia effektiviti pelatihan masih diragukan. Para pengusaha yang pernah mengikuti pelatihan dari pemerintah mengeluh bahwa pelatihan sering terlalu teoritis, waktunya terlalu singkat, tidak ada tindak lanjut dan sering kali tidak sesuai dengan keperluan usaha mereka sebenarnya (Tambunan, 2000). Namun dalam kajian tersebut tidak dijelaskan bagaimana mengukur aspek pelatihannya. Dalam kajian ini aspek pelatihan akan diukur pada jumlah pelatihan yang diterima. Dimana jumlah pelatihan tersebut merupakan ukuran pada banyaknya pelatihan dan jenis pelatihannya.
Pengalaman Bekerja merupakan aspek penting dalam menentukan kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana kajian pada Centre for the Study of Living Standards (2003), bahwa kemahiran pada usia kerja (guna tenaga) ter-akumulasi salah satunya berakar pada hasil pengalaman. Hal ini didokong Hankinson, at. Al., (1997), dan beliau menyatakan bahwa aspek pengalaman diukur dari lama masa seseorang telah bekerja dalam bidang yang sama.
Berdasarkan pelan pembangunan industri kecil sederhana Indonesia (Menperindag,2002) bahwa sesuai kondisi permasalahan yang ada maka kegiatan pembangunan diarahkan agar para pengusaha:
- Mempunyai wawasan dan jiwa wiraswasta yang ulet, patriotik (cinta produk dalam negeri), dan profesional.
- Mampu mengidentifikasi, mengembangkan ataupun memanfaatkan peluang usaha.
- Mampu mendayagunakan sumberdaya produktif dan mengakses pasar (lokal, dalam negeri maupun ekspor).
- Mempunyai kemampuan manajemen usaha, keahlian dan kemahiran teknis/teknologis.
- Mampu membangun daya-saing (berwawasan efisiensi, produktivitas dan mutu, proaktif-kreatif- inovatif).
Semua kemahiran tersebut, didokong oleh pendapat Tambunan (2000), sangat diperlukan untuk mempertahankan atau membaiki kinerja industri kecil yang meliputi peningkatan kualitas produk, efisiensi dan produktiviti dalam produksi, peningkatan penjualan melalui perluasan pangsa pasar dan menembus pasar baru.
Pelatihan dan Prestasi
Bidang kajian pelatihan untuk industri kecil bukan hanya masalah yang umum untuk semua bidang industri kecil, tetapi hal itu sebagai warisan yang menjadi asumsi-asumsi tentang pelatihan dari suatu bidang besar bisnis. Pandangan umum setakat ini bahwa pelatihan merupakan suatu hal yang baik yang dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi. Hal ini telah menjadi asumsi baik secara implisit maupun eksplisit bahwa pelatihan akan meningkatkan prestasi. Storey (1994) menjelaskan sukar untuk mencoba memisahkan dampak pelatihan pada kinerja industri kecil.
Dari banyak kajian tentang pelatihan dan pembangunan sumber daya manusia pada industri kecil yang telah dilakukan menunjukkan adanya keberhasilan dan kegagalan dalam memperoleh kemanfaatan pelatihan. (Cosh 1998; Fox, et.all, 1999). Di dalam berbagai diskusi dan statemen kebijakan sektor usaha kecil telah sering dinyatakan bahwa investasi di dalam pelatihan mengarah ke peningkatan prestasi, tetapi mayoritas studi gagal untuk temukan suatu keterkaitan antara keduanya. Cannon (1997), menyatakan "pembinaan manajemen yang dengan mantap meningkatkan tingkat survival SMES" dan selanjutnya menyatakan bahwa ... "ada bukti seimbang yang menunjukkan bahwa pengembangan dan pelatihan formal memotong tingkat kegagalan sampai separuh".
Pengalaman Bekerja
Pengalaman Bekerja merupakan salah satu aspek yang banyak digunapakai dalam praktek manusia keberkaitannya dengan kinerja kerja karyawan dan kinerja perusahaan. Pengalaman Bekerja dalam industri kecil berbeda dengan industri besar, karena dalam industri kecil tidak diperlukan dalam promosi, kompensasi, seleksi, recruiting dan seumpanya, sebagaimana biasa diguna pakai dalam industri besar. Pengalaman Bekerja pengusaha tidak hanya diukur dari kuantitatif yaitu lamanya masa kerja, tetapi boleh diukur juga secara kualitatif menyangkut tipe pekerjaan dan kelengkapan kerja. Hal ini dikeranakan pengusaha untuk boleh meningkatkan kinerja perusahaannya tidak cukup hanya mengandalkan lamanya masa kerja yang dimiliki, karena tidak akan cukup untuk memahami soalan yang terjadi akibat perkembangan lingkungan bisnes. Berazas pada hal ini akan dikaji bagaimana aspek Pengalaman Bekerja pengusaha , yang diukur dari jangka masa dan kelengkapan pekerjaan, bagaimana nanti akan memberi kesan ke atas kinerja industri kecil.
PENUTUP
Pelatihan dan Pengalaman Bekerja pengusaha , secara terpisah memiliki dampak yang signifikan ke atas kinerja purata penjualan tiap bulan industri kecil. Karena pelatihan dalam meningkatkan prestasi. Sebagaimana disebutkan dimuka bahwa pada beberapa penelitian ada keraguan untuk menunjukkan dampak pelatihan ke atas prestasi, namun dalam kasus ini keraguan tersebut tidak terbukti.
Pelatihan dan Pengalaman Bekerja berdampak positif terhadap kinerja industri kecil. Artinya semakin banyak pelatihan yang disertai, maka kinerja penjualan industri kecil juga semakin tinggi. Demikian halnya semakin tinggi Pengalaman Bekerja yang dimiliki pengusaha maka kinerja penjualan industri kecil juga semakin tinggi.