Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Selasa, 04 Desember 2007 Umum

Ketika Pendidik Bukan "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa"

oleh: Wawan Kurniawan
e-mail; wan_comrade@yahoo.co.id
( Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Bung Hatta )

Seperti inilah yang harus kita rasakan sekarang, Para Profesor, Doktor, Insinyur,…,Sarjana, Master dan lain sebagainya memanfaatkan ilmu dan gelarnya hanya demi kepentingan pribadi semata. Malah saling berlomba untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebuah fenomena yang aneh yang terjadi di negeri ini, hingga para peserta didik pun bukan lagi di didik sebagai agen of change yakni sebagai pelaku perubahan yang pernah dibangga-banggakan.

Hal ini dapat kita lihat mulai dari tenaga pengajarnya. Ya, merekalah yang disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Berbicara tentang peran pendidik sekarang ini bukanlah suatu hal yang membuat kita kagum dan terharu apabila melihat dan mendengarkan cerita mereka dari orang-orang, dulu mungkin ya, tetapi untuk zaman yang serba global sekarang ini perlulah kita untuk memikirkannya kembali dan memahaminya lebih dalam lagi. Seperti yang orang awam bilang kebanyakan “ Di zaman sekarang ini mana ada yang gratis “, begitu pulalah yang terpikir dalam otak para peran pendidik sekarang ini. Mereka tidak lagi berbicara keikhlasan dan hati nurani, melainkan berbicara profit orientied. Bagaimana mendatangkan penghasilan sampingan dari mengajar?

Salah satunya ya…dengan berdalih ini-itulah mereka memanfaatkan anak didik untuk memperoleh tambahan pendapatan dengan apapun dan bagaimanapun caranya asalkan masih berkaitkan dengan kebutuhan para peserta didiknya, karena gaji mereka yang katanya tidak pernah cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya tetapi tidak pula memikirkan nasib dari orang tua peserta didiknya.

Terdengar kabar ketika para guru melakukan aksi demo di istana merdeka beberapa waktu lalu, dimana yang dijadikan grand issue nya adalah menuntut kenaikan anggaran pendidikan 20%. Kemudian setelah ditelusuri yang melatarbelakangi aksi unjuk rasa para guru itu adalah ketika salah seorang masa aksi mengungkapkan dengan jujurnya bahwa “aksi ini merupakan taktik maupun srategi yang disepakati bersama bahwa apabila kami mendukung menuntut kenaikan anggaran pendidikan 20%, maka hasilnya akan berimbas langsung kepada guru juga, mulai dari naiknya gaji guru, tunjangan ini-itu dan lain-lain sebagainya, daripada menuntut kenaikan gaji guru yang tidak akan didengar orang.” Begitulah intinya ceritanya

Berdasarkan dari kejadian diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwasanya kondisi dan situasi yang terjadi didalam dunia pendidikan bahkan mungkin sistem pendidikan yang notabenenya mereka adalah bagian dari sistem tersebut tidak memahami apa yang telah mereka lakukan. Dari sini pun terlihat jelas seperti apa dan bagaimana kualitas dari tenaga pendidik yang ada sekarang ini. Representatif tidaknya tindakan yang mereka lakukan tergantung dari penilaian masyarakat yang ingin memaknainya seperti apa.

Mereka mengira bahwa apabila terealisasikannya anggaran pendidikan menjadi 20%, maka harapan mereka seperti yang dijelaskan diatas yaitu akan berimbas kepada naiknya gaji para guru, tunjangan dan lain sebagainya. Padahal kenyataannya bukan seperti demikian, dengan terealisasikannya anggaran pendidikan 20% sebenarnya tidak akan mencapai apa yang menjadi target sebenarnya dari aksi yang dilakukan oleh para guru tersebut, karena hal tersebut tidak berkaitan sama sekali bahkan tidak diatur dalam Undang-Undang. Wajarkah unjuk rasa yang dilakukan oleh para guru tersebut? Adakah yang salah dengan sistem pendidikan di negeri ini? Atau Pemerintahkah yang harus disalahkan dalam hal ini karena belum mengabulkan anggaran pendidikan 20%?

Satu hal yang harus kita ketahui dan pahami bersama bahwa Institusi Pendidikan bukanlah CV, PT maupun MLM dimana semua itu adalah wahana dalam mencari keuntungan atau seperti perusahaan-perusahaan laba-rugi lainnya, melainkan suatu tempat untuk proses memanusiakan manusia khususnya bangsa Indonesia.