Senin, 01 Desember 2008
Les Tambahan; Sebuah Trend Pendidikan
[html] Waktu terus berjalan dan tak ada waktu bagi kita menengok kebelakang, kita dihadapkan pada suatu perkembangan jaman yang menuntut diri kita untuk berubah dan menjadi bagian didalam perubahan itu. Akan tetapi sering kalinya kita tidak siap untuk menghadapi sebuah perubahan dan tantangan jaman. Ada kalanya seseorang berfikir bahwa perubahan itu adalah suatu trend, mode yang harus diikuti oleh seseorang agar keberadaannya diakui. Ternyata, kata ââ¬Åtrendââ¬Â tidak hanya disandangkan pada kata busana, trend musik, dan budaya, tetapi juga pendidikan- yang nantinya ketika dihinggapi kata trend akan beralih menjadi kata ââ¬Åtrend pendidikanââ¬Â-.Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu wadah, tempat terjadinya tranformasi ilmu pengetahuan. Selain menjadi kebutuhan pokok yang harus didapatkan oleh manusia dalam rangka menentukan ke-exis-annya, pendidikan juga dianggap sebagai bagian terpenting dalam kehidupan manusia yang menjadi penentu masa depannya. Manusia mendapatkan pendidikan melalui lingkungannya, seperti yang dikemukan oleh KH. Dewantara dalam konsep Tri Pusat Pendidikan, bahwa lingkungan pendidikan meliputi, keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan terkecil yang mempunyai pengaruh besar dalam pola pendidikan dan perkembangan seorang anak. Berbicara tentang keluarga tentu tidak lepas dari kata orang tua, orang tua mempunyai peran serta yang cukup kuat dalam pendidikan seorang anak, tapi ini tidak berarti orang tua berkuasa didalamnya.
Banyak sekali harapan orang tua yang digantungkan pada bahu anak jauh sebelum ia mengerti mengapa anak harus belajar ini dan itu, mengapa ia harus belajar di SD ini, SMP ini, dan SMA itu- yang katanya paling bonafit-, bahkan sejak dari dalam kandungan, orang tua sudah sering kalinya mencita-citakan jadi apa anaknya kelak. Impian-impian semacam ini layak untuk diwujudkan, karena sejatinya mimpi itu hadir untuk kita bawa kedunia nyata, akan tetapi bukan berarti semua hal yang orang tua inginkan harus dijalankan dan diwujudkan oleh sang anak. Logikanya, kalau orang tuanya yang bercita-cita, kenapa harus anaknya yang mewujudkan?, bukan berarti saya mengajak agar kita tidak berbakti pada orang tua, akan tetapi terkadang terjadi kesalahan persepi dengan kalimat ââ¬Åberbakti pada orang tuaââ¬Â, masyarakat kita sering mengartikannya dengan harus menjalankan semua yang diinginkan oleh orang tua padahal sejatinya anak juga punya kemerdekaan untuk berfikir dan mewujudkan apa yang jadi keinginannya. Misalnya saja, seorang anak yang bercita-cita menjadi seorang tehnisi komputer, kenapa ia harus dipaksa bersekolah dibidang kependidikan, perasaan kontra yang ada dalam diri anak justru akan menjadikan harapan itu tidak muncul dengan maksimal. Ini dikarenakan adanya rasa keterpaksaan yang muncul dalam benaknya dan sering kali akan membuat anak merasa malas dan tidak menyenangi apa yang sedang dipelajarinya.sehingga bisa lenih jelas dikatakan bahwa, keikutsertaan orang tua dalam pendidikan masih dibatasi oleh hak-hak seorang anak sebagai seorang individu yang merdeka, karena hakikat pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia, sehingga hak kemanusiaannya pun harus terpenuhi dengan adil.
Banyaknya harapan orang tua terhadap sang anak ââ¬âterutama dalam hal pendidikan- membuat orang tua secara serius mempersiapkan kebutuhannya dengan sesempurna mungkin, disamping memilihkan tempat sekolah yang baik, peralatan sekolahnya, orang tua juga sudah sibuk memilihkan tempat les untuk anaknya sejak awal tahun ajaran baru. Les privat atau bisa juga disebut kelompok bimbingan belajar belakangan ini memang mulai menjamur dan digandrungi oleh orang tua dari berbagai macam kalangan.Dimana-mana para orang tua sibuk mendiskusikan tempat les yang bagus dan berkualitas dan dapat menunjang kompetensi belajar anaknya. Hasilnya, kita dibuat takjub dan ternganga ketika harus melihat anak-anak -yang masih tergolong usia bermain- menghabiskan banyak waktunya diluar rumah untuk belajar, belajar dan belajar. Tidak pernah ada yang melarang untuk belajar, bahkan belajar merupakan suatu keharusan bagi setiap orang, akan tetapi ketidaksiapan anak dalam usia tertentu untuk menghadapi suatu masalah baru dalam pendidikan- dalam artian ketrampilan-ketrampilan tertentu yang mungkin secara terpaksa harus dia pelajari- justru akan membuahkan hasil yang nihil. Seperti yang dikatakan oleh Drs. Gege Artawan, M.Pd , seorang Dosen di IKIPN Singaraja yang mengatakan bahwa pada perkembangan tertentu anak memang memiliki kebutuhan spesifik dalam dirinya yang menuntut suatu ilmu atau ketrampilan tertentu. Bahkan tambahnya, pada tahap tertentu anak merasa tidak membutuhkan apa-apa, sehingga jika mereka dipaksa mengikuti ketrampilan tertentu maka bukan tidak mungkin hasil yang dicapai adalah kebalikan dari yang diharapkan.
Melihat kenyataan yang ada dalam fakta pendidikan era sekarang, pendidikan tidak hanya menuntut sebuah prestasi didalam perkembangannya, tapi ikut serta menyeret kata ââ¬Åtrendââ¬Â -seperti yang sudah disebutkan sebelumnya-. Mudah saja, banyak orang terpengaruh untuk masuk ke sekolah tertentu dengan alasan tertentu, semisal sebuah sekolah yang banyak dihuni oleh makhluk kaya- secara otomatis orang akan memiliki daya tarik untuk masuk kesekolah tersebut dengan alasan yang secara umum ia juga dianggap sebagai orang kaya kalau sekolah ditempat orang kaya. Melihat kenyataan semacam ini, jelas wajah pendidikan kita tidak lagi berorientasi pada kualitas pendidikan, tapi pada bagaimana anggapan seseorang tentang dirinya kalau ia masuk pada suatu lembaga tertentu. Hal ini berlaku juga pada tempat-tempat kursus, kenyataan yang ada mengatakan bahwa anak-anak yang tidak mengikuti kursus atau les tambahan merasa jadi kaum terpinggirkan, karena dianggap berbeda dari teman-temannya. Agaknya, kursus juga sudah menjadi ââ¬Åtrendââ¬Â, dimana orang yang tidak melakukannya akan dianggap ââ¬Åwong ndesoââ¬Â. Kata ââ¬Åtrendââ¬Â seringkalinya akan menyeret kata gengsi dan prestise untuk berjajar bersamanya, bagaimana tidak, kalau sudah menjadi trend tentu saja orang dengan kemampuannya yang entah lebih atau kurang akan berusaha mengejarnya kareana terpengaruh gengsi dan tidak mau prestisenya turun. Prestasi dan prestise akan jadi hal yang sulit dipisahkan dalam dunia pendidikan, meskipun punya makna yang sangat berbeda, namun jika sudah bertemu mereka akan sangat sulit sekali dipisahkan. Sangat sedikit sekali prestasi yang berkembang ketika seseorang mengikuti bimbingan belajar dibanding prestise yang muncul. Parahnya jika sampai keberadaan prestise ini justru menyingkirkan pentingnya arti prestasi dalam dunia pendidikan. Sungguh ironis!
[/html]