Selasa, 02 Desember 2008
Terapan Konsep Akhlak Rosul dibalik Layar Pendidikan
"Tholabul 'Ilmi Faridhotun 'ala kulli muslimin wa muslimatin..."Kiranya Hadist diatas dapat mewakilkan bagaimana pentingnya sebuah pendidikan bagi umat manusia, sehingga sebelum manusia itu sendiri diciptakan, Allah telah menetapkan suatu hukum kewajjiban baginya untuk menuntut ilmu. Pendidikan bukan sekedar landasan bagi kita untuk mengetahui dan mentransfer sebuah informasi, tapi seharusnya pendidikan bisa membuat kita menjadi manusia yang lebih baik- terdidik-, bukan sekedar punya otak cerdas, tapi juga berkepribadian baik.
Pada banyak kasus, bisa kita lihat dengan jelas, seseorang yang punya kecerdasan tinggi ternyata tidak sepenuhnya mempunyai kepribadian yang beradab. Sebagai contoh saja, maraknya aksi kriminal yang dilakukan oleh oknum pendidik sendiri bisa jadi tanda tanya besar bagi kita, seperti itukah wajah guru kita? Guru dalam bahasa jawa diakronimkan dengan istilah "digugu dan ditiru". kalau gurunya saja tidak punya akhlak yang baik, bagaimana dengan muridnya? Secara kasarnya, "guru kencing berdiri murid kencing berlari".
Ternyata banyak hal yang perlu dibenahi dalam pendidikan kita. bukan soal gurunya yang berakhlak dan tidak berakhlak, tapi bagaimana kita- sebagai pemerhati pendidikan- bisa mengaplikasikan sebuah konsep dan gagasan baru dalam pendidikan yang- semoga- dapat memberikan manfa'at besar bagi pendidikan Indonesia yang mulai rapuh.
Jika ditelaah lebih lanjut, kecerdasan seseorang tidaklah menjamin ia akan mendapatkan predikat sebagai orang yang terdidik, ini dikarenakan pengertian kata "terdidik" tidaklah sesempit dan seputar bangku sekolah saja. Orang-orang yang duduk disana -yang katanya mewakili suara kita-, bukanlah orang yang terdidik ketika dia tidak sanggup mengemban amanat kita. Berbicara tentang kecerdasan, akan erat sekali kaitannya dengan sifat komunikatif seseorang,dan amanat, erat sekali kaitannya dengan kejujuran. mengapa kita tiba-tiba membicarakan hal ini? karena saya yakin, ada pengaruh luar biasa yang ditimbulkan oleh sifat-sifat ini dalam aplikasinya didunia pendidikan.
Sifat dan akhlak Rosul Muhammad SAW, dalam agama Islam dijelaskan Rosulullah Muhammad mempunyai empat sifat, yakni Shiddiq (Jujur), manah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan amanah), dan Fathonah (cerdas). Kali ini kita akan mencoba mengulas lebih dalam, bagaimana sifat-sifat ini dapat memberikan kontribusi besar dalam dunia pendidikan kita apabila diterapkan dengan tepat.
1. Shiddiq, yang bermakna jujur adlah sebuah sifat dimana seseorang tidak berbohong untuk hal apapun, banyak orang yang mengatakan bahwa kejujuran adalah sebuah kunci kesuksesan. Mengapa bisa demikian? Jika anda seorang guru, atau dosen, simak bagaiman sikap anak didik anda ketika mengerjakan soal yang anda berikan. Lebih dari 50% diantaranya berlaku tidak jujur dengan mencontek. disamping bernilai praktis, siswa juga dimungkinkan merasa lebih percaya diri jika mencontek. Kemudian amati, berapa presentase siswa yang benar-benar paham dengan apap yang anda ajarkan, jelas jumlahnya adalah kurang dari 50% siswa yang tidak melali cara potong kompas-nyontek-. Alhasil, siswa tidak akan mendapatkan apapun ketika ia lulus dari tempat pendidikannya. Ini berarti dia telah kehilangan keduanya, Ahklak yang baik dan ilmu pengetahuan. Penerapan kejujuran sejak dini akan menjadi kunci sebuah pendidikan itu terarah dengan baik, tentu ini tidak mudah dan membutuhkan pertisipasi dari lembaga pendidikan juga lingkungan pendidikan lainnya- masyarakat dan keluarga-.
2. Amanah adalah sifat kedua yang wajib ditatamkan kepada siswa sejak dini. Amanah erat sekali kaitannya dengan kejujuran, dimana kejujuran itu dijalankan disanalah amanah dipegang. Dengan kata lain, orang yang jujur pastilah orang yang menyampaikan amanah. Kalau sejak dini siswa diberikan teladan kejujuran, secara latah ia akan membiasakan diri untuk berlaku jujur, karena pada dasarnya manusia juga belajar melalui pembiasaan. Ditilik lebih lanjut, amanah juga erat kaitannya dengan rasa tnggung jawab, siswa mempunyai satu tanggung jawab yang besar, yakni untuk belajar dan mengamalkan apa yang dipelajarinya. Karena ilmu itu akan bertambah ketika kita mengamalkan ilmu itu-seperti yang sudah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW-. Orang yang bisa menjaga amanah berari orang yang mempunyai rasa tnggung jawab yang tinggi. Dalam dunia pendidikan, rasa tanggung jawab itu sangatlah penting-tidak terkecuali bagi para pengajarnya-. Jika siswa dituntut untuk belajar, maka guru dituntut untuk bagaimana ilmu pengetahuan itu dapat terserap dengan baik oleh siswanya.
3. Tabligh, selain diartikan sebagai orang yang menyampaikan amanah, jika ditarik lebih lanjut, pengertian tabligh bisa menyeret kata "komunikatif". Seperti yang sudah dijelaskan diatas baik pendidik ataupun peserta didik mempunyai kewajibannya masing-masing. Bagaimana ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik, tentu dengan cara ia mengoptimalkan oragan oralnya agar ia mampu berkomunikasi dengan baik dan dapat menyampaikan juga mnererima informasi dengan baik. Komunikatif berarti komunikasi yang terjalin diantra kedua belah pihak tidak menimbulkan missunderstanding, atau bhakan salah satu pihak sama sekali tidak dapat memberkan feedback-baik positif maupun negatif-. Proses jalannya pengajaran didalam kelas sangat erat sekali kaitannya dengan sistem komunikasi yang dibangun oleh pendidik dan peserta didik. Ini berarti sifat tabligh sangat wajib dimiliki agar proses pengajaran itu dapat terlaksana dengan baik.
4. Fathonah, kata ini bermakana cerdas, akan tetapi yang menjadi soal mengapa "Cerdas" dimasukkan dalam urutan prioritas terakhir? Sekali lagi, inilah yang saya katakan bahwa pendidikan tidaklah mengukur kecerdasan seseorang saja. Dan orang tidak perlu memilikinya untuk bisa menjadi manusia yang terdidik, atau bisa juga dikatakan bahwa kecerdasan itu bisa dikesampingkan, meskipun itu sangat diperlukan. Bingung?, begini, orang dengan kecerdasan tinggi tanpa disertai dengan sifat amanah, shiddiq, tabhlig hanya akan membuta terjerumus pada suatu permasalah yang justru membuat fikirnya menjadi dangkal. bagaimana tiak, orang yang cerdas tapi tidak bisa dipercaya dan tidak menyampaikan amanat, semisal saja si "A" anak yang sangat cerdas, datang si "B" yang kebetulan tidak terlalu cerdas", si "B" bertanya pada si "A" yang notabennya lebih pintar dari pada dia, dan lebih memahami apa yang diajarkan oleh gurunya, tapi karena si "A" tidak punya sifat jujur, amanah, dan tabligh, pada akhirnya ia mengajarkan cara yang salah dan tidak sesuai dengan yang diajarkan gurunya tadi. Selain berbohong, ia juga membuat orang lain merugi dengan apap yang dilakukannya. Hal ini tentu akan sangat membahayakan pendidikan kita- walaupun mungkin kenyataan yang ada tidak seektrim itu- tapi bukankah sedia payung sebelum hujan itu lebih baik?<
br>
Sekilas, mungkin kita tidak pernah menyadari bahawa sifat-sifat itu yang seharusnya ada dalam proses pendidikan kita, itu karena eberapa bagian dari sifat itu yang sudah tidak teramalkan lagi. Membangun Indonesia tidak dimulai dari membangun raganya, tetapi membangun jiwanya, ini berarti WR. Supratman menginkan kita lebih dulu membangun kepribadian kita, karena kepribadian yang baik mencerminkan pendidikan yang baik.
Ini hanya sekedar tulisan yang semoga saja bisa memberikan manfaat bagi kita semua.
wala yanfa'uhumullahu bihil mutakllaima wa sami'... amin.