Sabtu, 29 Mei 2010
Debat kusir anggota DPR- RI di Pansus Hak Angket
[html] Pada pemeriksaan terhadap Boediono pada tanggal 13 Januari 2010, ada anggota Dewan yang mengeluarkan pertanyaan dalam intonasi tinggi yakni Maruarar Sirait dari F-PDIP. Menanggapi pertanyaan Maruarar, anggota Dewan dari F-PD seolah-olah menjadi pembela Boediono dan menganggapnya sebagai Wakil Presiden.Pada waktu Sri Mulyani diperiksa Pansus, anggota Dewan dari F-PD juga cenderung membenarkan pendapat Sri Mulyani. Kita melihat para anggota Dewan seakan-akan menerima kuliah dari Menkeu atau menerima penjelasan dalam bentuk acara sosialisasi ekonomi.
Sedangkan waktu pemeriksaan Jusuf Kalla, Ruhut Sitompul membuat sensasi lagi dengan ucapan yang biasa dipakai oleh suku tertentu. Panggilan Daeng kepada mantan Wapres Jusuf Kalla, sebenarnya tidak apa-apa bila digunakan dengan intonasi yang baik dan sopan, bukan dengan intonasi tinggi atau terkesan meremehkan sebagaimana terlihat dari gaya dan mimik Ruhut.
Negara sudah menanggung anggaran miliaran rupiah demi terselenggaranya Pansus tersebut, sehingga diharapkan mengeluarkan argumentasi yang cerdas. Badan Kehormatan DPR RI seharusnya menindak para anggota Dewan yang bersikap tidak sopan. Anggota Dewan harusnya menyadari bahwa mereka di sana bukan sebagai wakil fraksi dan partai saja, tetapi juga wakil rakyat yang telah memilihnya.
Ketidaksiapan mental anggota Dewan juga terlihat dari cara mereka menyalami Boediono dan Sri Mulyani setelah pemeriksaan Pansus berakhir. Mereka lupa dengan jati dirinya: sebagai wakil rakyat, tidak harus tunduk dan takut pada mantan Gubernur BI (walaupun sekarang Boediono telah menjadi Wapres), juga kepada Sri Mulyani sebagai Menkeu.
Jika anggota DPR tidak cakap bicara, membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia, anggota Dewan dapat diberhentikan antarwaktu. Cakap dapat diartikan tahu menempatkan kata-kata dengan baik dan sopan, bukan asal bunyi (asbun) dan asal interupsi saja.
Pada saat terjadi perdebatan sengit antara sesama anggota pansus, dan antara anggota pansus dengan saksi, masyarakat seakan melihat dagelan.
[/html]