Jum'at, 10 Februari 2023
ABSSBK DAN SILA PERTAMA BUTIR 1
Dr. Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu, M.Pd.Ketua Pujian ABSSBK HAM/ Dosen Univ. Bung Hatta
Ketetapan MPR RI No. II/ MPR RI/ 1979 Tentang 36 butir Pancasila sampai sekarang masih dibutuhkan oleh warga negara Indonesia. Kebijakan pemerintah Negara Republik Indonesia pada dekade 1980–1989 atau kurang lebih selama satu dasa warsa setiap warga negara Indonesia diberikan penataran Pedomanan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4.
Penulis waktu mahasiswa sebagai ketua senat mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung Hatta kuliah tahun kedua pada tahun 1982 diberikan Penataran P4 oleh BP7 atau Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Propinsi Sumatera Barat. BP7 ini organisasinya di Pusat langsung di bawah Lembaga Presiden Republik Indonesia.
Penataran ini sangat efektif untuk menyadarkan setiap warga Negara Indonesia taat hukum serta sadar akan kewajiban dan haknya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga P4 ini mampu menekan warga negara Indonesia untuk tidak melakukan perbuatan tercela atau mampu mengurangi prilaku menyimpang dari ajaran Pancasila dan agama. Butir-butir 36 Pancasila ini tidak disebut-sebut lagi sekarang. Karena ada yang Apriori atau alergi dengan karya anak bangsa yang waktu itu diciptakan oleh zaman pemerintahan orde baru yang dinahkodai oleh Jenderal TNI (Purn) Soeharto.
Kalau kita mau jujur dan menganalisis secara ilmiah tidak semua kebijakan orde baru itu salah tidak semua terobosan dan perjuangan orde lama itu keliru. Cuma orang yang berpikiran sempit dan tidak ilmiah yang mengatakan kebijakan orde baru atau orde lama itu salah atau ketinggalan zaman. Bahkan, sekarang ada pula oknum warga negara Indonesia yang mau merubah Pancasila. Dulu, warga negara Indonesia sangat malu kalau dikatakan orang, ‘kamu tidak pancasilais’.
Kalau ada orang yang berkata demikian kepada kita, rasanya kita tersinggung berat. Sebab makna kata tidak pancasilais itu sangat dalam. Bisa berarti tidak bertuhan, tidak beradab, tidak bermoral, tidak beretika, dan sebagainya.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat lebih cerdas lagi waktu itu di bawah kepemimpinan Ir. Azwar Anas Dt. Rajo Sulaiman sebagai Gubernur Sumbar, yaitu membentuk sebuah badan yang disebut dengan BP7. Mulai dari siswa SLTP, SLTA, PT, pejabat, PNS dan Ormas diberikan penataran P4. Waktu itu kalau kita mendapat Piagam P4 dari BP7 bukan main bahagia dan gembiranya hati kita.
Kemudian, BP7 membentuk suatu tim yang bertugas mensikronkan atau mensenyawakan 36 butir Pancasila itu dengan ajaran ABSSBK di Sumatera Barat. Maka tulisan berikutnya kita akan menyampaikan setiap butir yang 36 itu kaitannya dengan pengajaran ABSSBK dan Hukum Adat Minangkabau. Pancasila pada sila pertama berbunyi, Ketuhanan Yang Maha Esa, butir 1 berbunyi ‘Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab’.
Menurut ajaran syaraÂ’ mangato disebutkan dalam QS Al Ikhlas ayat 1-4 , Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada suatupun yang setara dengan Dia. Arti ajaran syaraÂ’ ini sudah sangat jelas bahwa Allah adalah segala-galanya dan tidak ada yang bisa menandinginya.
Begitu juga dalam ajaran adat mamakai yang disampaikan melalui ungkapan yang berbunyi Indak dapek sarimpang padi, rabuang dibalah ka paraku. Indak dapek bakandak hati kandak Allah nan balaku (Bhs Minang) atau tidak dapat serempang padi, rebung dibelah untuk peraku. Tidak dapat kehendak hati, kehendak Allah yang berlaku (Ind). Ungkapan berikutnya, adat basandi syaraÂ’ syaraÂ’ basandi kitabullah. SyaraÂ’ mangato, adat mamakai, adat balinduang, syaraÂ’ bapaneh (Bhs Minang) atau Adat bersendi syaraÂ’ syaraÂ’ basandi Kitabullah. SyaraÂ’ mengata, adat memakai, adat berlindung, syaraÂ’ berpanas (Bhs Indonesia). Artinya baik ajaran syaraÂ’ atau ajaran adat bahwa orang Minangkabau sudah yakin benar bahwa ada yang maha cipta di dunia ini.
Walaupun agama yang dianut oleh orang Minang silih berganti mulai dari animisme, hindu, budha, sampai Islam tetapi orang Minangkabau sejak dulu sudah sangat percaya hidup bertuhan. Bahkan ada istilah dalam masyarakat Minangkabau ‘jan sok berkuasa pula lagi, sebab di atas langit ada langit’. Artinya, tidak ada yang harus dibanggakan oleh orang Minangkabau karena ada yang lebih berkuasa lagi di alam semesta ini ialah Allah Swt. Serta mengakui ada Nabi Muhammad SAW sebagai nabinya.
Dalam bahasa persembahan pidato adat Minangkabau terselip ungkapan yang berbunyi, .... samo manyambah kita kapado Allah, basalawat kapado nabi, utang dek kito maamakan (Bhs. MInang) atau Â…. Sama menyembah kepada Allah, sama berselawat kepada babi, hutang oleh kita meamalkan (Bhs Indonesia). Ungkapan ini selalu diucapkan oleh masyarakat Minangkabau waktu pidato pasamabahan adat baik waktu kenduri perkawinan atau waktu makan minum bajamba secara adat atau waktu upacara adat. Artinya lagi bahwa pepatah-petitih di atas menyatakan adat basandikan syaraÂ’, maka ajaran Adat menempatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berada di atas segala-galanya.
Maka seharusnyalah orang Minangkabau percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta melaksanakan segala suruhan-Nya dan menghentikan segala larangan-Nya. Dan orang yang percaya dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa haruslah saling hormat menghormati sesama manusia serta harga menghargai dan bersifat adil dan beradab dalam tingkah laku dan perbuatan. (*)