Detail Artikel

Jum'at, 10 Maret 2023

ABSSBK DAN SILA KEDUA BUTIR 1
Dr. Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu, M.Pd.
Ketua Pujian ABSSBK HAM/ Dosen Univ. Bung Hatta

Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah atau ABSSBK menerima sila kedua butir pertama untuk diempelemntasikan di tengah kehidupan masyarakt khususnya masyarakat Minangkabau. Sila kedua berbunyai, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Butir pertama dari sila kedua ini berbunyi, Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Bila tidak saling mengakui persamaan hak dan persamaan kewajiban, maka tidak tercipta kehidupan kerukunan dan kedamaian.

Rukun dan damai itu dibutuhkan oleh setiap orang. Bila kehidupan rukun maka mudah tercapai segala tujuan bersama. Bila tercipta kedamaian di tengah msyarakat maka akan terasa kehidupan itu indah yang penuh harapan. Menurut ajaran syarak mengata berbunyi dalam Quran Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".

Maksud dari ayat di atas adalah bahwa manusia dalam pandangan Allah sama karena ciptaan-Nya, akan tetapi mulia seorang manusia di sisi-Nya adalah dilihat dari pengabdiannya atau disebut dengan ketakwaannya. Nabi mengatakan, Tidak ada bedanya orang Arab dengan bukan Arab kecuali takwanya”. Dalam sabda Nabi yang artinya, Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan jasadmu, tetapi melihat hati dan amalmu.

Dengan memahami ayat dan Hadis Nabi di atas jelaslah bagi kita bahwa nilai seorang manusia di sisi Allah adalah ketakwaannya, bukan fisik dan rupanya. Oleh karena itu, janganlah kita melihat bentuk fisik secara lahir saja, tetapi lihat pulalah secara amaliyahnya sesuai dengan kacamata Agama. Ajaran adat mamakai berbunyi Duduak samo randah, tagak samo tinggi, nan bungkuak ka tangkai bajak, nan luruih ka tangkai sapu (Bhs Minang) atau Duduk sama rendah, tegak sama tinggi, yang bungkuk untuk tangkai bajak, yang lurus untuk tangkai sapu (Bhs Indonesia).

Arti dari ungkapan Minangkabau di adalah bahwa dalam budaya Minangkabau mengakaui persamaan hak dan persamaan kewajiban. Sehingga tercipta rasa keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi orang Minang tidak ada orang yang tidak punya potensi walaupun fisiknya tidak normal atau cacat pisik.

Kemudian diiringi dengan ungkapan adat berikutnya yang bebunyi, Satampok ka papan tuai, nan ketek ka pasak suntiang, panarahan ka kayu api, abunyo ka pupuak padi (Bhs Minang) atau Setempok untuk papan tuai, yang kecil untuk pasak sunting, penarahan untuk kayu api, abunya untuk pupuk padi (Bhs Indonesia). Arti dari ungkapan ini adalah bahwa semua kayu termasuk limbahnya berguna semuanya dalam budaya Minangkabau.

Dengan kata lain orang Minangkabau diajarkan tidak boleh hidup mubazir. Semua jenis kayu dan limbahnya harus dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Ungkapan adat berikutnya berbunyi, Nan buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, nan lumpuah pauni rumah, nan patah pangajuik ayam, nan binguang pangakok karajo, nan cadiak bao baiyo, nan pandai tampek batanyo, nan tahu tampek baguru, nan kayo tampek batenggang (Bhs Minang) atau Yang buta penghembus lesung, yang pekak pelepas bedil, yang lumpuh penghuni rumah, yang patah pengejut ayam, yang bodoh pengambil kerja, yang cerdik bawa beriya, yang pandai tempat bertanya, yang tahu tempat berguru (Bhs Indonesia).

Arti dari ungkapan adat Minangkabau ini adalah bahwa setiap manusia itu berguna sesuai dengan fungsi dan keadaan dirinya. Jika dirinya buta berguna untuk mengembus lesung. Jika dirinya pekak berguna untuk melepas bedil. Begitu juga orang cerdik tempat berdiskusi. Orang yang mempunyai kepandaian berguna untuk tempat bertanya. Orang yang kaya berfungsi tempat saling tenggang manenggang bila ada orang yang tidak berkecukupan dalam hidupnya di suatu nagari.

Secara umum maksud dari pepatah petitih di atas adalah bahwa manusia ini mempunyai kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai lapangan pekerjaan. Semua manusia punya potensi yang dapat dimanfaatkan oleh sesama manusia, secara kemanusiaan, manusia mempunyai persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban dalam kehidupan sesama manusia, demi keutuhan masyarakat manusia itu sendiri.

Setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan dan satu sama lain saling membutuhkan. Jadi, masyarakat yang baik adalah masyarakat yang dapat memanfaatkan kelebihan dan kekurangan orang lain, sekaligus mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban. Aplikasi dari sila kedua butir pertama ini adalah bahwa dalam kehidupan bermasyarakat adalah kita harus mengakui persamaan hak dan kewajiban sesama manusia.

Kemudian kita harus memanfaatkan semua potensi yang dimiliki orang lain, dengan konsep tidak ada orang ini yang tidak berguna dalam masyarakat. Jangan kita menganggap enteng orang lain walaupun dia cacat fisik misalnya, karena semua orang ini gunanya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Di mata masyarakat hak dan kewajibannya sama, di mata Allah, takwanya lah yang meninggikan derajatnya.

Sila kedua butir pertama ini juga sudah ditetapkan oleh Majelis Permusyaratan Rakyat Republik Indonesia dengan ketetapan MPR RI No. II/ MPR RI/ 1979 tentang 36 butir Pancasila. Sila kedua buitr pertama ini sangat dibutuhkan pengamalannya saat ini. Sebab manusia yang tak mempunyai rasa keadilan tentu dia jauh dari sifat sosial. Manusia yang renggang dari adab maka dia akan jauh sifat kemanusiaan. Mengakui eksistensi kemanusiaan merupakan kewajiban setiap manuisia dalam kehidupan berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.