Detail Artikel

Senin, 01 Mei 2023

ABSSBK; DIALEKTIKA MEMBANGUN KEKERABATAN DI HARI RAYA
Dr. Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu, M.Pd.
(Ketua Pujian ABSSBK HAM/ Dosen Univ. Bung Hatta)

Pusat Kajian Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabulah Hukum Adat Minangkabau yang disingkat PUJIAN ABSSBK HAM kembali mengkaji dan mengamati beberapa dialektika masyarakat saat hari raya idul fitri tiba. Secara umum diamati bahwa dialektika yang dituturkan oleh masyarakat terutama masyarakat Islam mampu membangun kekerabatan pada hari raya idul firti. Mungkin juga saat hari raya idul adha. Dialektika yang dimaksud adalah berasal dari kata dialog yang berarti komunikasi dua arah, istilah ini telah ada sejak masa Yunani kuno.

Saat hari raya tidak saja komunikasi dua arah malahan terjadi banyak arah. Misalnya dari satu arah dikirim lewat grup WhatsApp kepada banyak orang maka terjadi komunikasi satu arah ke banyak arah. Terkadang anggota yang ada dalam grup itu dikirim lagi kepada arah yang lain yaitu pada teman dan sahabat atau kerabatnya. Pemasalahannya adalah apakah mampu dialektika membangun kekerabatan yang lebih erat lagi pada waktu hari raya ?

Model dialektika dalam masyarakat cukup beragam baik dalam pengucapannya maupun dalam penulisannya. Misalnya, ada yang mengucapkan ‘hari raya’ atau ‘hari rayo’, atau ‘hari lebaran’ atau ‘hari kemenangan’ atau ‘ hari kesucian’ dan banyak lagi dialek yang muncul di saat hari raya. Belum lagi dialektika masyarakat Minangkabau, misalnya: /ari ayo/ atau /ari geyo/ atau /geyo/ atau /gayo/.

Istilah yang muncul dalam diallektika orang minang muncul memang ditentukan oleh situasi dan tujuan yang dicapai dalam ucapan itu. Tentu semuanya mempunyai landasan teori secara ilmiah. Dialektika berasal dari Bahasa Yunani yaitu Dialektos yang artinya pidato, pembicaraan dan perdebatan. Dialektika adalah metode di mana penalaran yang bertujuan: Pertama, untuk memahami hal-hal secara konkret dalam semua gerakan, perubahan, dan interkoneksi kita dengan sisi-sisi yang berlawanan dan saling bertentangan dalam kesatuan; Kedua, dialektika juga menjelaskan bahwa perubahan dan pergerakan melibatkan kontradiksi dan hanya dapat terjadi melalui kontradiksi;

Ketiga, mendapati satu garis yang di sana-sini disela dengan periode-periode yang mendadak dan meledak-ledak, di mana akumulasi dari perubahan-perubahan yang kecil-kecil (perubahan kuantitatif) menjalani satu percepatan yang tinggi, di mana kuantitas diubah menjadi kualitas. Dialektika adalah logika dari kontradiksi. Proposisi dasar dialektika adalah bahwa segala hal selalu ada dalam proses perubahan yang dinamik, yang seringkali prosesnya tidak terlihat dan tidak bergerak dalam garis lurus.

Engels mendefinisikan dialektika sebagai ilmu tentang hukum-hukum umum tentang gerak dan perkembangan alam, karena masyarakat berkembang dan berpikir. Sebagaimana yang sudah disinggung di atas bahwa dialektika, di samping mengandung tiga arti, juga memiliki beberapa arti yang berfariasi baik yaitu penghargaanya maupun kegunaanya dalam sejarah filsafat, oleh karenanya dialektika juga memiliki pokok-pokok pengertian yang merupakan fariasinya itu sendiri yaitu; pertama dialektika merupakan seni mengajukan dan menjawab pertanyaan, pertanyaan yang tepat dalam sebuah diskusi pada saat yang tepat, secara tepat sampai sedemikian rupa sehingga menyebabkan pengetahuan yang sudah ada menjadi masalah.

Kedua, dialektika merupakan seni memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang suatu topik dengan melalui pertukaran pandangan-pandangan dan argumenargumen yang dapat diterima atau argumen-argumen yang rasional. Ketiga, dialektika merupakan seni untuk mendapatkan pengetahuan yang benar tentang sebuah topik pembahasan dengan menggunakan proses penalaran formal. Melihat dari beberapa fariasi-fariasi dalam dialektika maka filsafat dialektika merupakan sebuah keharusan untuk dimiliki setiap orang yang mendalami filsafat lebih-lebih mereka yang terjun langsung kedunia realitas.

Kembali kepada hasil kajian dan pengamatan seperti dialek yang disampaikan penutur akan terlihat beda situasi beda tujuan akan mempengaruhi kualitas dialek tersebut. Mengunakan istilah ‘hari raya’ umumnya komukasi yang dilakukan oleh masyarakat umum di Indonesia. Tetapi kalua beralih kode pada kata ‘hari rayo’ akan terasa kekerabatan antar penutur.

Penutur dapat diduga mereka dalam komunitas penutur Bahasa daerah Minang. Ada penutur menggunakan istilah ‘hari lebaran’ maka makna hari lebaran berdiri sendiri pula yaitu hari yang membuka selebar-lebarnya pintu maaf antar penutur. Istilah hari lebaran ini muncul mula – mula dari komunitas penutur jawa. Istilah ‘hari kemenangan’ mempunyai makna pula pada situasi tertentu. Biasanya muncul istilah hari kemenangan umumnya waktu khatib menyampaikan khotbahnya di haru raya. Mubalig ada pula menggunakan istilah ‘ hari kesucian’ yang mengandung makna bahwa setelah sebulan berbuasa dalam bulan Ramadhan maka manusia itu akan kembali ke pitrahnya yaitu pitrah suci.

Manusia itu suci ibarat bayi yang lahir di muka bumi ini yang disebut dalam ilmu pengetahuan dengan istilah ‘tabularasa’. Tabularasa artinya bahwa manusia itu setelah puasa sebulan penuh akan kembali seperti kertas putih yang belum dicoret atau ditmpa dengan tinta atau noda. Belum lagi dialektika masyarakat Minangkabau, misalnya: /ari ayo/. Ari ayo biasanya dialek yang dignakan oleh penutur yang berada diperkotaan. Artinya dialek yang digunakan oleh masyarakat kota di Sumatera Barat cendrung menggunakan istilah airi rayo.

Sebenarnya ari rayo berasal dari kata hari raya. Masyarakat Minangkabau yang berasal dari daerah darat atau dikenal juga daerah luhak sering juga muncul istilah /ari geyo/. Ari geyo berasal juga dari istilah hari raya yang mengandung makna pula bagi penutur bahwa pada hari itu betul – betul terasa situasi kekerabatan yang amak erat. Daerah darat umumnya penutur menggunanakan istilah /aghi gheyo/ yang juga berasal dari istilah hari raya. Kalau diamati penutur yang menggunakan dialek aghi gheyo maka situasinya sangat akrab. Umumnya orang sekerabat matrilineal cendrung memakai istilah aghi gheyo.

Mereka menggunakan dialek ahgi gheyo itu situasinya waktu jalang manjalang. Istilah jalang menjalang berubah kepada istilah halal bihalal atau silaturahmi. Tetapi di daerah darat umumnya memakai dialek jalang manjalang. Istilah ini didukung oleh ungkapan Minang, nan jauah dijalang nan dakek dituruik (Bhs Minang) atau yang jauh dijalang yang dekat diturut (Bhs Indonesia). Tujuan dari jalang menjalang itu adalah menentukan binguang ba nan cadiak, ketek ba nan gadang ( Bhs Minang ) atau orang bingung atau bodoh ada kerabatnya yang cerdik atau pintar atau terpandang, orang kecil punya kerabat orang berpangkat dan berjabatan (Bhs Indonesia). Tujuannya adalah saling memaafkan antara mamak dan kemanakan.

Walaupun selama satu tahun yang lalu disebut dalam dialek Minang sesalah-salah kemanakan salah juo mamak (Bhs Minang) atau sesalah salah kemenakan salah juga mamak (Bhs Indonesia). Sebaliknya sesalah-salah mamak kemanakan minta maaf (Bhs Minang) atau sesalah salah kemenakan tetapi kemenakan minta maaf (Bhs Indonesia). Sebab budaya Minang ada ungkapan yang berbunyi indak ado nan cadiak selain mamak, indak ado nan tuo selain induak bapak (Bhs Minang) atau tidak ada yang pintar selain mamak, tidak ada yang tua selain ibu bapak (Bhs Indonesia).

Pada situasi jalang manjalang itu terjadi saling memaafkan. Sekarang sudah ditambah dengan dialektika syarak dengan istilah minal aidin walfaizin, ditambah Bahasa Indonesia mohon maaf lahir dan batin. Ada lagi dialek syarak takabbalallahu minkum wa takabal yakarim Banya lagi dialek – dialek yang muncul dalam susana hari raya namun semua dialek tersebut bertujuan untuk membangun kekerabatan yang sudah renggang mungkin selama ini juga membangun mempererat tali silaturahim antar sesama umat khususnya dalam masyarakat umat Islam. Sehinga tercipta masyarakat yang aman damai setelah hari raya.