Detail Artikel

Sabtu, 06 Mei 2023

ABSSBK; ANGEK TADAH DARIPADO GALEH MENGHADAPI CAPRES

Dr. Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu, M.Pd.
Ketua Pujian ABSSBK HAM/ Dosen Univ. Bung Hatta

Pusat Kajian Adat Basandi Syarak Syarak Basandi KitabuLlah Hukum Adat Minangkabau yang disingkat PUJIAN ABSSBK HAM kembali mengamati dan mengkaji beberapa konten bahasa di media sosial atau Medsos. Bangsa Indonesia yang beragama Islam baru saja merayakan hari raya Idulfitri1444 Hijriah atau tahun 2023 Masehi.

Harapan umat Islam umumnya semua dosa dan segala salah serta kekilafan dihapus oleh Allah Swt sehingga dari yang suci kembali kepada yang lebih suci dengan bahasa syaraknya ‘minal’aidin walfaizin’. Masih dalam suasana lebaran baik umat muslim atau umat nonmuslim dihadapkan pada perang bahasa antar dan inter pendukung calon peresiden Republik Indonesia yang direncakanan pemilihannya bulan Oktober 2024.

Pujian ABSSBK HAM mengamati dan mengkaji bahasa yang digunakan oleh antar dan inter pendukungnya ada yang sopan dan ada yang kurang sopan bahkan ada yang tidak sopan. Anehnya para calon presiden mereka biasa-biasa saja di Jakarta sana bahkan mereka duduk semeja sambil makan dan minum dengan penuh berkelakar. Mengapa pendukungnya yang berperang bahasa dalam Medsos. Kalau kita amati para pihak pendukung ibarat ‘angek tadah daripado galeh’ (Bhs Minang) atau panas pula tadah atau piring daripada gelas (Bhs Indonesia).

Artinya, para pihak pendukung umum diamati di dunia Medsos kesannya tidak lagi saling menghormati hak dan pendapat masing-masing. Sekarang kita kaji apa itu angek tadah daripado galeh. Yaitu sudah terjadi perang bahasa pihak pendukung yang satu dengan pendukung lainnya bahkan sudah sangat panas bahasnya. Para pihak sampai mengeluarkan bahasa yang tidak sopan. Bahasa yang tidak sopan itu bukan budaya timur.

Budaya orang timur itu adalah sopan dalam berbahasa dan santun dalam berkata. Sekarang bahasa sopan itu kita lihat di Medsos sudah jauh panggang dari api. Sulit kita menemukan bahasa sopan antar pendukung. Kalau boleh izinkan kami mengutip beberapa bahasa yang kurang sopan. Contohnya, budaya pacu kudo di Agam. Jika kudo sudah beberapa kali ikut berpacu, tetapi tidak juga sekalipun yang menang maka kuda itu dimasukkan ke kandang cukup menjadi kuda penjantan saja kalau jantannya masih ada. Kalau tak bisa jadi pejantan, kuda itu disembelih lalu ditutup dengan emoji ketawa dalam grup WhatsApp.

Menurut kajian kami kalimat itu tidak sopan lagi apalagi jauh santun. Tak mungkin calon presiden diibaratkan seperti kuda pacu. Nanti dibalas pula oleh pihak pendukung capres sebelah dengan kata sindiran. Contoh bahasanya , kuda tidak akan disembelih kalau masih sehat dan diberi latihan serta gizi dan vitamin. Kuda pacu ini pasti bisa mengalahkan kuda pacu yang lain. Anehnya pihak yang membalas setuju pula menggunakan kata ‘kuda’.

Seharusnya pihak sebelah tidak perlu menggunakan kata ‘kuda’. Kalau menggunakan kata ‘kuda’ ada kesan pihak sebelah ini setuju capresnya dikatakan kuda. Sebenarnya tidak perlu para pendukung ini saling menggunakan bahasa tidak sopan. Toh yang akan bertarung itu kan calon presiden yang bersangkutan. Apakah para pendukung tidak sadar bahwa para calon presiden mereka damai-damai saja bahkan mereka ketawa dan bersanda gurau saja.

Herannya kita lagi, ada pula bahasa antar pendukung menyerepet ke Presiden Jokowi. Untuk apa Presiden Jokowi dibentak-bentak ? Yang jelas Presiden Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia. Beliau masih resmi sebagai peresiden Indonesia dan juga diakui oleh dunia Internasional. Jadi, terbukti memang ‘angek tadah daripado galeh’. Artinya, pendukung mau merusak amal ibadah yang diperolehnya selama bulan Rmadhan hanya dengan mencaci maki para pihak dan para pendukung satu dengan yang lain.

Kalau mau perang bahasa layakanya adalah antar calon presiden. Tetapi mengapa panas pula piring dari pada gelas. Seharusnya gelas yang panas karena gelas langsung bersintuhan dengan air panas. Piring fungsinya adalah untuk tempat gelas berdiri. Tidak perlu pula piring lonjak-lonjakan kiri dan kanan bisa-bisa air di gelas akan terbuang. Ada pula yang menyindir dengan bahasa memalui kisah di zaman Nabi Muhahhamad SAW. Contoh, zaman Rasulullah SAW dulu kalau ada umat yang suka nonton film porno maka umat itu akan dipancung. Jangan lagi jadi pemimpin bahkan dia dihukum bunuh. Apa hubungannya cerita itu dengan calon presiden.

Taroklah kalau ada di antara calon perseiden diduga menonton film porno itu kan urusan prbadinya dan hubungan dia dengan Tuhannya. Kalau berdosa dia yang akan berdosa. Kalau Tuhan mau menghukumnya tidak terpilih jadi presiden tentu yang menanggung resiko adalah dia. Untuk apa pula dikeluarkan bahasa itu di dalam Medsos. Tetapi kalau memakai bahasa yang sopan dan santun lalu terjadi interaksi dialog yang positif dan membangun maka dialog itu termasuk dalam ungkapan Minang,”basilang kayu dalam tungku di situ api mako iduak di sinan nasi mako masak”. Budaya Minang dalam berdialog tidak ditemukan hantam menghantam dan caci mencaci dalam berdiskusi.

Budaya Minang saling menghargai pendapat orang lain. Budaya Minang menyampaikan maksud dan tujuannya adalah bagaimana tujuan yang ingin disampaikan tercapai walaupun dengan bahasa sindiran keras tetapi orang yang menerima tidak merasa tersinggung. Padahal kalau dibawa ke bahasa harian orang tersebut sudah cabik-cabik bertabatnya. Namun ia tidak marah karena disampaikan dengan bahasa yang sopan. Ada lagi di atas ungkapan Minang yang berbunyi “alah sampai api ka singok’. Artinya, bahasa yang disampaikan itu tidak ada lagi sopan dan santun bahkan sangat kasar dirasakan dan didengar.

Hal itu tidak ada dalam budaya orang Minang, Budaya orang Minang itu dalam mencapai tujuan dan maksud adalah dengan ungkapan, bak maelok rambut dalam tapuang, tapuang indak berserak dan rambuik indak putuih (Bhs Minang) atau bagai menarik rambut dalam tepung, tepung tidak berserak dan rambut tidak putus (Bhs Indonesia). Artinya sampaikanlah apa yang dimaksud dalam hati walaupun yang dimaksud itu pahit tetapi orang yang mendengar dan membaca tidak tersinggung. Sebab di Minangkabau itu yang utama itu adalah raso jo pareso, raso dibao naiak, pareso dibao turun (Bhs Minang) atau rasa dan periksa, rasa dibawa naik periksa dibawa turun. Artinya menjaga perasaam orang lain harus menggunakan pikiran yang jernih.

Tugas para pemimpin adalah memberikan edukasi dan fasilitasi kepada masyarakat termasuk para elit partai dan para caleg hendaknya berperan memberikan edukasi kepada pemilih khususnya dan kepada masyarakat umumnya. Sehingga tidak ada lagi kita temui angek tadah daripado galeh.