Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Sabtu, 12 Agustus 2023 Umum

BEGINI CERITA SEKITAR MENULIS TEKS PROKLAMASI

BEGINI CERITA SEKITAR MENULIS TEKS PROKLAMASI
Dr. Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu, M.Pd.
Ketua Pujian ABSSBK HAM/ Dosen Univ. Bung Hatta

Pusat Kajian Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah Hukum Adat Minangkabau yang disingkat PUJIAN ABSSBK HAM kembali mengamati dan mengkaji bagaimanakah Tempat Kejadian Peristiwa atau TKP sekitar menuliskan teks proklamasi 17 Agustus 1945.

Perlu ditulis kejadian dan peristiwa ini karena sebentar lagi kita akan memperingati Hari Ulang Tahun atau HUT ke 78 Republik Indonesia tahun 2023 ini. Agar generasi muda sekarang tahu pula sejarahnya. Teks proklamasi tersebut pasti dibacakan waktu setiap upacara peringatan 17 Agustus. Kalau di tingkat pusat teks proklamasi dibaca oleh ketua DPR RI, kalau di tingkat propinsi dan atau kabupaten dan kota dibaca oleh ketua DPRD setempat.

Jika di tingkat instansi atau kantor dan wilayah pemerintahan tertentu seperti tingkat kecamatan dan nagari dibaca oleh orang yang cakap dan paling dihormati di daerah tersebut. Tempat kejadian Jalan Diponegro Gedung Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Kejadian sekitar penulisan dan sampai dibacakan teks proklamasi tersebut cukup menarik untuk disimak. Kejadian itu diceritakan oleh dua wartawan senior yaitu Kamardi Rais Dt. Panjang Simulie dan Martias Pandoe.

Waktu kedua tokoh senior itu berdiskusi di Gedung Abdullah Kamil Jalan Diponegoro No 4 B Padang, sekitar tahun 2002, saya mendengar sekaligus menimkati ceritanya. Ceritanya sekitar siapakah yang akan menuliskan naskah proklamasi ? Siapakah yang menyimak, dan siapa pula yang mendiktekan. Kemudian ada perbedaan penulisan bahasa tentang kata ‘seksama atau saksama’.

Kedua wartawan senior itu bercerita bahwa siapakah yang diberi kehormatan untuk menuliskan naskah proklamasi tersebut. Ketika itu kedua tokoh besar itu Sukarno dan Hatta sudah berada ruangan tamu rumah Maeda. Subarjo, Sukarni dan Sayuti Melik ikut bersama mereka. Di ruangan itu mereka menyusun teks proklamasi.

Soekarno mengusulkan agar Hatta yang menyusunnya, sebab bahasa Hatta lebih baik. Hatta setuju, tetapi ia meminta supaya Soekarno yang menuliskannya. Sebab tinta proklamasi itu akan menjadi tinta emas sedangkan pena itu akan menjadi saksi sejarah di kemudian hari nanti menjadi kenangan dan pegangan berharga bagi generasi penerus.

Sukarno setuju beliau yang menuliskan tapi Hatta yang mendiktekan. Sukarno mulai menulis. Mari kita salin teksnya. Proklamasi. Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempoh yang sesingkat – singkatnya. Djakarta 17 – 8 – ’05. Wakil bangsa Indonesia.

Kemudian Hatta memperbaiki beberapa kata bahasa proklamasi itu. Pertama, kata ‘pemindahan’; kedua kata diselenggarakan; ketiga kata saksama; keempat kata tempoh; kelima Wakil bangsa Indonesia. Silahkan lihat tulisan asli Sukarno yang dibuangnya ke tong sampah kemudian ditemuai oleh salah seorang wartawan. Suasana waktu itu agak terasa tegang.

Yang paling menarik dan terasa lucu letika menulis kata saksama. Yang benar tulisannya apakah saksama atau seksama. Hatta mengatakan yang benar saksama. Bung Karno mengatakan seksama. Waktu itu Bung Hatta belum beristri. Bung Karno, berkata sambil melihat ke Bung Hatta sambil berkata ‘sek sama siapa? Kedua tokoh dunia itu saling melihatkan senyumnya.
Suasana tegang menjadi agak cair. Martias Pandu bertanya kepada Dt Simulie, mana yang tinggi fungsi orang yang mendikte atau orang yang menulis? Jawab Dt. Simulie, “yang mendikte itu kalau di sekolah biasanya guru, yang menuliskan biasanya murid”.

Lalu mereka ketawa berdua. Saya pun ikut ketawa mendengar dialog kedua wartawan hebat itu. Setelah naskah itu selesai, Bung Karno dan Bung Hatta kembali ke ruangan sidang. Teks proklamasi dibacanya beberapa kali. Semua yang hadir setuju, maka naskah itu pun ditandatangi oleh Soekarno dan Hatta. Mereka menandatanganinya atas nama bangsa Indonesia. Jadi, Bung Hatta berbeda jabatannya dengan wakil presden sekarang.

Bung Hatta di samping wakil presiden beliau adalah juga proklamator. Kalau wakil presiden sesudah Bung Hatta tidak proklamor lagi. Kedua tokoh itu mencerminkan pulau Jawa dan pulau Sumatera. Waktu itu Sumatera dan Jawa dipercaya oleh sidang untuk mewakili rakyat Indoneia menandantangani proklamasi.

Proklamator hanya dua, satu berasal dari jawa satu lagi berasal dari sumatera. Dt. Simule menyambung lagi, bahwa Mhd. Yamin pernah pertanya ke Bung Hatta bebarapa waktu kemudian. Mengapakah Bung tulis kata saksama mengapa tidak kata seksama? Bung Hatta menjawab, “sakasama itu bahasa Minang sedangkan seksama bahasa Indonesia”. O begitu kata Yamin, “Bung orang Minang ya”?

Pendek cerita, sidang yang bersejarah itu berakhir pukul 03.00 pagi tanggal 17 Agustus 1945. Sesudah itu semua anggota PPKI pulang ke tempat mereka masing-masing. Pagi hari mereka berkumpul kembali di rumah Soekarno, di Jalan Pengangsaaan Timur 56 (sekarang jalan proklamasi). Tepat pukul 10.00 naskah proklamasi dibacakan oleh Soekarno. Hatta berdiri di sampingnya.

Suasana sangat khidmat. Sesudah itu dikibarkan bendera Sang Saka Merah Putih. Sejak saat itu bangsa Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka. Merdeka – merdeka – merdeka !

catatan: tulisan yang sama juga sudah dimuat Harian Haluan