Senin, 14 Agustus 2023
Pemikiran Bung Hatta Tembus Era Globalisasi
Globalisasi yang dihadapi saat ini telah menjadi pemikiran Muhammad Hatta semenjak satu abad silam. lewat tulisan maupun pidatonya semasa masih menjabat sebagai wakil presiden RI. Gagasan dan pemikiran sang Proklamator kebanggaan Minangkabau, kelahiran Aur tajungkang Bukittinggi 12 Agustus 1902 saat ini kembali dikaji ulang dan diterapkan karena tulisan-tulisannya yang terbukti merupakan tesis masa depan. Otonomi daerah, globalisasi, koperasi, transmigrasi, strategi pembangunan, dan banyak hal lainnya telah menjadi pemikiran beliau semenjak satu abad silam.Bung Hatta bukanlah sejarah yang tertinggal. Hatta dan pemikirannya adalah masa depan yang bahkan belum dapat diikuti dan dicapai oleh kita bangsa Indonesia hingga hampir 78 tahun setelah kemerdekaan tercapai. Saat ini Indonesia memang telah merdeka, namun makna kemerdekaan dalam arti sesungguhnya; kemerdekaan untuk menentukan masa depan sendiri sebagaimana yang dicita-citakan oleh Bung Hatta bahkan tampaknya pun belum sepenuhnya terlaksana saat ini. Syahrir (1942) pernah mengatakan bahwa Hatta berpikir bukan dalam hitungan tahun melainkan dalam hitungan abad dan kedalaman renungan. Terbukti perkembangan Indonesia saat ini masih belum dapat mengikuti pola pemikiran Hatta yang dinamis dan menyangkut banyak aspek termasuk tentang strategi pembangunan, demokrasi parlementer, demokrasi ekonomi, peran partai politik, tanggung jawab intelektual, hak asasi manusia, penanganan utang luar negeri dan modal asing, federalisme dan desentralisasi, otonomi daerah, peran militer, strategi pembangunan, koperasi, serta tema lain yang relevan dengan situasi masa kini.
Beberapa pemikiran dan cita-cita Bung Hatta untuk memajukan perekonomian dan sumber daya manusia Indonesia dengan menegaskan perlunya terselenggara kemandirian ekonomi dengan cara segera merestruktur perekonomian Indonesia dari posisi ekspor ekonomi di masa jajahan yang menempatkan Hindia Belanda sebagai undernaming besar dan penyedia buruh murah dengan cara-cara eksploitatif menjadi perekonomian yang mengutamakan peningkatan daya beli rakyat dan menghidupkan tenaga produktif rakyat berdasarkan kolektivisme yang artinya sama sejahtera ( Ekonomi Indonesia di masa mendatang; Pidato Wakil Presiden RI, 3 Februari 1946). Hal ini pun sampai sekarang belum dapat kita realisasikan atau bahkan bertambah buruk karena saat ini negara Indonesia sudah menjadi eksportir tenaga buruh kasar untuk negara lain dengan upah termurah dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lainnya, dan menjadikannya sebagai pendapatan negara.
Pemikiran mengenai ekonomi kerakyatan yang sekarang di gembar-gemborkan para ahli ekonomi untuk mengatasi krisis ekonomi dengan dasar pemikiran bahwa suatu bangsa yang memiliki perekonomian yang kuat tidak mudah tumbang oleh terpaan dan krisis dari luar adalah melalui ekonomi berbasis kerakyatan sebenarnya telah sejak dahulu dicetuskan oleh Bung Hatta dalam buku Pemikiran Pembangunan Bung Hatta ( LP3-ES, 1985, hal 99 -118). Menurutnya pasaran dalam negeri lah yang harus memperkokoh fundamental ekonomi Indonesia, yaitu fundamental ekonomi yang grass root base; pembangunan yang berbasis pada kekuatan rakyat dalam negeri.
Hatta memiliki pandangan yang berorientasi pada kekuatan pasar dalam negeri yang didukung oleh tenaga beli rakyat sebagai dasar untuk mencapai perekonomian nasional yang maju dan mandiri tidak menjuruskannya pada paham isolasionisme ekonomi. Dia bahkan telah meramalkan globalisasi masa depan dan sekaligus memperingatkan untuk mewaspadainya. Dia tidak menolak interdependensi ekonomi internasional, yang ditentangnya adalah dependensi ekonomi nasional Indonesia terhadap ekonomi internasional semacam itu besar pengaruhnya dalam kehidupan ekonomi, apalagi mewujudkan cita-cita kemandirian ekonomi.
catata: artikel ini juga sudah terbit di Harian Padang Ekspres.