Detail Artikel

Jum'at, 08 September 2023

POTONG TALI PUSAT ANAK MENURUT ABSSBK
POTONG TALI PUSAT ANAK MENURUT ABSSBK
oleh:
Dr. Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu, M.Pd.
Ketua Pujian ABSSBK HAM/ Dosen Univ. Bung Hatta

Pusat Kajian Adat Basandi Syara? Syara? Basandi Kitabullah Hukum Adat Minangkabau disingkat Pujian ABSSBK HAM kembali mengkaji hakikat potong tali pusat anak menurut ABSSBK HAM. Setiap manusia lahir pasti mengalami pemotong tali pusat. Walaupun ada di antara kita yang tidak tau lagi siapakah yang memotong tali pusat kita? Apakah bidan beranak atau dukun beranak. Kalau bidan beranak yang memotong tali pusat anak waktu lahir berarti adalah seorang bidan medis yang melakukannya.

Tetapi kalau dukun beranak berarti yang memotong tali pusat kita adalah dukun yang biasa menolong orang melahirkan atau bidan nonmedis yang dipercaya di kampung-kampung atau disebut juga dukun kampung. Pengetahuan dukun kampung diperoleh dari melihat gurunya waktu gurunya menolong seorang ibu melahirkan. Biasanya dia belajar mendampingi gurunya dulu sambil membantu kerja yang ringan ? ringan. Menurut ajaran syarak memotong tali pusat anak mesti dilakukan. Peristiwa yang terjadi adalah memisahkan dengan sebagian tubuh mati dari tubuh yang hidup.

Tubuh yang hidup itu adalah bayi. Sedangkan tubuh yang mati adalah ari ? aria tau palasenta. Sebagian orang menyebut kakak bayi. Kalau ari -ari itu kakak bayi, maka ari ari itu mungkin lebih tua dari bayi. Ada istilah orang kalau bayi itu ketawa ? ketawa sedang tidur dikatakan orang bayi itu diaga ? aga oleh kakaknya. Kakak yang dimaksud di sini adalah ari ? ari.

Sekarang kita lihat pendapat tentang memotong tali pusat ini. Definisi ?tali pusat? ialah bahagian usus yangg menghubungkan bayi dengan urinya menurut Kamus Dewan Edisi Keempat. Ia ditemukan pada bayi yang baru saja dilahirkan pada bagian perutnya. Tali pusat inilah yang membekalkan nutrien berkhasiat yang diperlukan bayi semasa hamil yang disalurkan oleh ibunya.

Kebiasaannya tali pusat ini akan dipotong sejurus kelahiran. Menjadi sebahagian tradisi masyarakat kita untuk menyimpan tali pusat bayi. Sebahagian menyimpannya untuk faedah perobatan, ada yang disimpan pada bejana tertentu dihiasi dengan jenis jenis bunga dan bebarapa jenis limau. Ada pula yang disimpan dalam keadaan kering. Sebahagian pula menyimpan karena kepercayaan bahwa ingin ditanam bersama apabila meninggal dunia, atau ditanam bersama-sama dengan adik beradik yang lain, atau kepercayaan tertentu.

Sesungguhnya potong tali pusat ini termasuk Warisan Budaya Tak Benda atau WBTB menurut undang ? undang nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Undang ? undang tersebut meamanahkan bahwa tradisi masyarakat itu harus dilestarikan. Pelestarian itu tidak dilihat dari apakah boleh atau tidak boleh apakah haram atau halal.
Bagi Pemajuan Kebudayaan semuanya itu adalah hasil pikiran dan peradaban manusia masa lalu.

Peradaban dan pemikiran manusia masa lalu itu termasuk pengatahuan dari maestro budaya untuk pemajuan kebudayaan. Sebahagian lagi menyimpan bukan karena faedah perobatan atau kepercayaan, tetapi hanya sebagai kenangan. Imam al-Syirazi dalam al-Muhazzab menyebut: ?Mengebumikan mayat ialah fardu kifayah kerana jika meninggalkannya di atas permukaan bumi akan mencemarkan kehormatan mayat itu dan mendatangkan mudarat kepada manusia disebabkan bau busuknya.
Pengebumian di taman perkuburan termasuk afdal karena Nabi Muhammad Saw mengebumikan para sahabat yang mati di Baqi`, tentu kalau orang ramai menziarahinya akan mendoakannya?.

Imam al-Nawawi dalam komentarnya menyebut bahwa hadis Nabi Saw mengebumi jenazah di Baqi` itu adalah hadis sahih lagi mutawatir dan hukum fardhu kifayah ini menjadi ijmak kesepakatan semua orang Islam. Silahkan Rujuk al-Majmu` Syarh al-Muhazzab (5/282).

Kemudian ulama membahaskan hukum organ atau bahagian tubuh yang terputus semasa hidup. Imam Muhammad al-Syarbini al-Khatib Rahimahullahu, pengarang kitab Mughni Muhtaj (1/349) berkata: ?Adapun sesuatu yang terpisah daripada sesuatu yang hidup atau ragu tentang kematiannya seperti tangan pencuri yang dipotong, kuku, rambut, darah (alaqah), darah bekam dan seumpamanya maka sunat ditanam kerana memuliakan tuannya.

Disunatkan juga membungkus tangan dan seumpamanya dengan kain?. Manakala kitab Hasyiah Qalyubi wa Umairah (1/395), telah berkata pengarang: ?al-masyimah (uri) yang dinamakan sebagai al-khalas (tali pusat) adalah seperti anggota (anak) karena ia diputuskan daripada anak tersebut. Maka tali pusat sebahagian daripada tubuhnya?. Adapun hukum mengerat tali pusat sejurus bersalin, maka berkata Syeikh Muhammad bin Ismail Daud al-Fatani dalam Matla` al-Badrayn (1/346): ?Wajib dikerat tali pusat kanak-kanak setelah dilahirkan dengan berlalu sedikit masanya?.

Dapat kita simpulkan dari dua rujukan di atas, bahwa tali pusat dianggap sebahagian daripada bahagian tubuh bayi yang baru lahir. Justeru asal hukumnya adalah sunat menanam tali pusat itu sama seperti hukum kuku, rambut dan darah seperti darah bekam sebagai penghormatan kepada tubuh badan manusia. Sehingga ada beberapa kategori hukum menyimpan tali pusat:

Makruh hukumnya menyimpan tali pusat bayi jika tanpa tujuan atau sebagai kenangan. Harus sekiranya bagi tujuan perobatan yang terbukti oleh pakar perobatan, seperti kaedah rawatan stem cell (sel induk) yang boleh digunakan untuk merawat penyakit leukemia, thalassemia atau yang sejenis dengan itu.

Haram jika disimpan atas tujuan kepercayaan dan khurafat yang tidak ada sandarannya di dalam Islam. Kita lihat dari adat jawa, bahwa menguburkan ari ? ari atau palasenta bayi itu sangat penting. Pernah Presiden Soekarno dan wakil Presiden Bung Hatta berdiskusi waktu anak Bung Karno lahir. Bung Karno ingin menguburkan ari ? ari atau palasenta bayi. Bung Hatta waktu itu tidak terlalu menaggapi tentang yang dilakukan Bung Karno.

Tapi Hatta hanya berkata, ?menyelamatkan benda makhluk hidup dan makhluk mati itu tidak dilarang?. Maksudnya bayi itu makhluk hidup sedangkan makhluk mati itu adalah palasenta. Buya Hamka juga pernah berpendapat menurut seorang tokoh adat bernama Kasiran Dt. Sati di daerah Nagari Bayua kampungnya Buya Hamka daerah Maninjau, ?ari -ari dan bayi itu adalah satu keluarga senasib sepenanggungan dalam rahim ibunya.

Kedua makhluk itu telah menjalin Rahman dan Rahim atau menjalin kasih dan sayang, sekurang ? kurangnya sudah bersaudara selama sembilan bulan. Lalu kalau mereka dipisahkan tanpa ada persyaratan maka kita telah memutus tali silaturahim orang. Memutus tali silaturahin orang hukumnya dosa besar?.

Tetapi ada ahli dukun beranak yang mengatakan bahwa pada tali pusat anak itu ada rahasia ghaib dan rahasia ajaib. Kalau seorang dukun beranak tidak hati ? hati memotongnya, maka akan berakibat kepada bayi yang akan tumbuh kembang sampai dewasa.

Menurut keterangan dukun beranak nenek Banun, pada tali pusat anak itu ada empat warna. Warna kuning, hitam, merah, dan putih. Keempat warna itu tidak boleh ada yang terganggu dan terlalai oleh seorang dukun beranak. Kalau warna kuning yang terganggu maka anak itu cendrung egois setelah dewasa.

Kalau warna hitam yang terusik maka anak itu cendrung berbuat maksiat atau prilaku menyimpang tatkala dewasa. Jika warna merah yang tidak abai maka anak itu cendrung pemarah tetapi tidak berani setelah dewasa. Jika warna putih yang terkotori maka anak itu cendrung melalaikan ibadah seketika dewasa.

Oleh karena itu memotong tali pusat anak menurut tradisi orang Minang harus hati ? hati. Disarankan juga waktu memotong tali pusat bayi itu hendaklah bidan atau dukun dalam keadaan beruduk.

Pertanyaan besar sekarang apakah tradisi pengatahuan maestro ini akan hilang ditelan masa atau didokumentasikan kembali sebagai warisan budaya tak benda yang berharga?
Pertanyaan berikutnya apakah seorang bidan medis beranak paham dengan tradisi ini ? Ataukah para bidan beranak masa bodoh dengan kearifan lokal ini?
Padahal negara sudah hadir ingin menyelamatkan tradisi ini sesuai dengan amanah undang ? undang tentang pemajuan kebudayaan. Perlu ada kajian yang mendalam tentang aspek potong tali pusat bayi ini di masa yang akan datang.