Detail Artikel

Jum'at, 19 Januari 2024

SEPERTI APAKAH WARGA ROHINGYA DI ACEH ?
SEPERTI APAKAH WARGA ROHINGYA DI ACEH ?
Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu, M.Pd.
Ketua Pujian ABSSBK HAM/ Dosen Univ. Bung Hatta

Pusat Kajian Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah Hukum Adat Minangkabau yang disingkat PUJIAN ABSSBK HAM kembali mengamati dan mengkaji “ seperti apakah warga Rohingya di Aceh? Jawaban sederhana dari pertanyaan ini tentu beragam.

Ada yang menjawab baik atau tidak baik – baik saja atau aman atau tidak aman, sehat atau tidak sehat. Sekarang bagaimanah keadaan yang sebenarnya terjadi pada warga Rohingya di Aceh? Untuk menjawab pertanyaan ini saya mencoba mengumpulkan beberapa orang mahasiswa Universitas Bung Hatta asal Aceh berinisial S,D, dan M.

Bagaimanakah tanggapan mereka terhadap pengungsi Rohingya? Kata mereka, “Penolakan rakyat Aceh terhadap pengungsi Rohingya menjadi pertanyaan dan perdebatan di masyarakat. Banyak yang heran kenapa rakyat Aceh tidak mau menerima pengungsi Rohingya yang merupakan etnis beragama muslim, namun banyak juga yang mendukung untuk menolak para pengungsi.

Hal tersebut karena masyarakat mendapat kesan tidak baik terhadap para pengungsi dari Rohingya. Mereka dikenal arogan dan tidak bisa diatur. Salah satu warga Aceh akhirnya memberi alasan kenapa dirinya dan para penduduk sekitar menolak kedatangan pengungsi Rohingya. Tanggapan lewat video ramai di media sosial. Video tersebut berasal dari akun Tiktok Anggi22.4.

Pemilik akun merasa perlu membuat video tersebut untuk menanggapi netizen yang meminta agar penduduk Aceh memberi tempat kepada para pengungsi. Awalnya, perempuan yang mengenakan kerudung berwarna hitam tersebut mengatakan bahwa banyak orang Malaysia yang lebih dulu memberi saran untuk tidak menerima para pengungsi Rohingya, karena pengungsi di Malaysia sendiri tidak bisa ditangani. Orang Malaysia juga mengatakan, Rohingya memang susah diatur.

Dengan kesal, Anggi membeberkan sikap para pengungsi yang semena-mena. Pengungsi itu tidak tahu berterima kasih. Semakin sering dikasih semakin tidak menghargai. dikasih pakaian mereka tidak mau. Mereka maunya yang sesuai gaya mereka.

Mereka berbeda dengan gaya kita, karena mereka pakai selendang, kita tidak hanya pakai jilbab saja”. Selain itu, mahasiswa itu mendorong pemerintah untuk lebih peduli terhadap rakyat sendiri yang masih banyak kesusahan, dibanding membantu rakyat negara lain. Yang sedang lagi Viral, Pengungsi Rohingya Tinggal di Rusun Sidoarjo, Kondisinya Layak Huni Tapi Keluhkan minta pula Uang Tunjangan.

Sebelumnya juga ramai video yang memperlihatkan orang Rohingya mengaku porsinya kurang saat diberi makan oleh penduduk setempat. Mahasiswa juga khawatir kalau para pengungsi tersebut bukannya mau mengungsi sementara, tapi untuk menetap di Indonesia khususnya di Aceh, bahkan mereka minta pulau satu untuk tempat tinggalnya. Mahasiswa S mengatakan,” bahwa orang Rohingya itu, sudah diberi hati, dia minta jantung”.

Mereka berharap agar pemerintah mencarikan solisinya. Sebenarnya Semua negara, termasuk Indonesia, mengakui bahwa mencari suaka adalah hak asasi manusia. Negara wajib memberikan perlindungan kepada pengungsi, termasuk pengungsi Rohingya. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 dan Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2016, mengatur penerimaan dan penanganan pengungsi di dalam negeri. UNHCR atau United Nations High Commissioner for Refugees, atau Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi.

Sudah berada di Indonesia untuk membantu pemerintah dalam menangani masalah pengungsi dan membantu mencari solusi bagi pengungsi. Selama pengungsi tinggal di Indonesia untuk sementara waktu hingga solusi jangka panjang ditemukan bagi mereka, UNHCR bekerja berkoordinasi dengan pihak berwenang dan bekerja sama dengan mitra kerja, donor, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan kebutuhan pengungsi terpenuhi dan mereka dapat hidup bermartabat.

Staf Pengajar Fakultas Hukum UI, Heru Susetyo, S.H., LL.M., M.Si., M.Ag., Ph.D. berpendapat bahwa Pemerintah Daerah dan rakyat Aceh, serta Pemerintah Pusat menghadapi dilema. Masalah yang akan timbul diantaranya hukum, politik, sosial dan budaya.

Selain itu, juga meerupakan pelanggaran atas kedaulatan Indonesia, karena para pengungsi memasuki wilayah teritorial Indonesia dengan cara tidak sah dan dokumen perjalanan yang shahih. Lagi pula Indonesia tidak memiliki undang-undang tentang pengungsi, tidak memiliki badan khusus yang menangani pengungsi, juga tidak menganggarkan khusus untuk penanganan pengungsi baik di tingkat pusat maupun daerah.

Ada berapa tawaran solusi untuk menangani kemelut pengungsi Rohingya di Indonesia, kata Heru.

Pertama, tentu harus selesaikan persoalan di hulu di Myanmar. Ini jelas tidak mudah karena melibatkan proses politik dan tekanan internasional. Butuh kemauan politik dari rezim Myanmar sendiri untuk mengakui rakyat yang mereka abaikan.

Kedua, penanganan di penampungan Bangladesh. Kondisi di penampungan Bangladesh memang padat, tidak layak, dan bertebaran oknum penyelundup manusia. Namun, apabila otoritas di penampungan tegas seharusnya pelarian para pengungsi melalui laut bisa dicegah.

Ketiga, penanganan ketika sampai di Indonesia yang lazimnya hanya ada tiga pilihan, diantaranya: Pertama, repatriasi ke negara asal. Kedua, mencarikan negara ketiga yang mau menampung mereka yang tidak mudah dan sering memakan waktu lama. Ketiga, reintegrasi dengan menerima pengungsi tinggal di Indonesia secara terbuka.

Lalu tawaran yang Keempat adalah menyediakan penampungan terpisah seperti Pulau Galang. Pulau khusus untuk penampungan sementara pengungsi Rohingya bisa menjadi satu alternatif. Tindak lanjut status mereka atau refugee status determination oleh badan internasional untuk mencari jalan keluar bisa dilakukan terpisah dari wilayah tempat tinggal masyarakat setempat di lokasi penampungan selama ini.