DAMPAK PERUBAHAN IKLIM KEHIDUPAN NELAYAN SEMANGKIN TERJEPIT
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM KEHIDUPAN NELAYAN SEMANGKIN TERJEPIT
OLEH:
PROF. DR. IR. JUNAIDI, M.SI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIV. BUNG HATTA
ANGGOTA FORUMDAS SUMBAR
Indonesia merupakan wilayah kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau. Dari jumlah tersebut ternyata hanya sekitar 12, 38 % atau sekitar 2.342 pulau saja yang berpenghuni. Sisanya 87,62 % atau sebanyak 15.337 pulau tidak berpenghuni (Saad,2013). Kerentanan Indonesia juga juga disebabkan faktor aktifitas manusia yang kurang peduli terhadap aspek keberlanjutan lingkungan, yang terlihat konversi hutan secara besar-besaran tanpa menghindahkan keberlanjutannya, penggunaan bahan bakar fosil, dan pembukaan mangrove di wilayah pesisir serta perusakan terumbu karang yang massif dilakukan (Hidayati, 2011).. Ahren, 2007 mengemukakan bahwa Dunia saat ini menghadapi masalah atau fenomena perubahan iklim yang disebabkan pemanasan gelobal.
Isu perubahan iklim akhir-akhir ini menjadi isu yang menarik diperbincangkan baik ditingkat global maupun local. Perubahan iklim ini menimbulkan dampak yang sangat besar bagi kelangsungan diberbagai bidang kehidupan manusia, demikian halnya pada sector kelautan dan perikanan. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak pada aktivitas sosial ekonomi masyarakat di berbagai wilayah, termasuk masyarakat di daerah pesisir khususnya yang berprofesi sebagai nelayan (Susanti, et al 2022).
Nelayan dengan keadaan ekonomi maupun historisnya telah memanfaatkan sumberdaya laut ini secara turun temurun. Namun kondisi saat ini menunjukkan keberadaan sumberdaya alam laut dan pesisir yang melimpah belum bisa mengangkat perekonomian nelayan keluar dari garis kemiskinan, ditambah lagi dengan adanya dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim. Beberapa contoh dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim adalah cuaca ekstrim dengan tingkat kecepatan angin, tingkat curah hujan yang tinggi serta gelombang tinggi (Latifa dan Fitranita, 2016).
Kondisi iklim yang tidak bisa diprediksi ini menimbulkan satu masalah bagi nelayan dalam menghadapi dampak yang disebabkan perubahan iklim seperti kecepatan angin, curah hujan yang tinggi, ombak yang besar hingga habitat ikan yang mulai berubah, sehingga jarak nelayan untuk mencari ikan lebih jauh yang mengakibatkan jumlah tangkapan ikan nelayan menurun dan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan mencari ikan akan terus meningkat dan kehidupan nelayan semakin terjepit (Susanti, et al 2022).
Faktor lain dengan adanya perubahan iklim mengakibatkan perubahan fisik lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil antara lain berupa intrusi air laut ke darat, gelombang pasang, banjir, kekeringan, genangan air di lahan rendah, dan erosi di pantai. Pada dasarnya nelayan dalam kegiatan sehari-hari sangat tergantung pada tabiat alam. Perubahan pada alam yang dratis dan yang sulit untuk diantisipasi, selanjutnya akan menambah kepanikan terhadap kejutan alam yang siap melenyapkan tanaman dan hasil tangkapan mereka. Masyarakat nelayan hidup dalam ketidakpastian hasil matapencahariannya, karena mereka bergantung pada alam ( musim dan cuaca).
Dengan adanya imbas dari perubahan iklim yang berpengaruh secara langsung terhadap lingkungannya, menjadikan ketidakpastian tersebut semakin meningkat terhadap aspek kehidupan nelayan (Numberi, 2009). Dengan adanya peruahan pada kondisi alam, nelayan diharapkan mampu melakukan perbaharuan teknologi dan melakukan adaptasi (Juana et al, 2013).. Adaptasi dilakukan agar kerentanan dapat diatasi dan mengurangi kerugian di sector perikanan. Adaptasi perubahan iklim merupakan suatu bentuk respon terhadap ransangan yang dilakukan untuk mengatasi dampak dari perubahan iklim (Ringler, 2011).
Perhatian pemerintah terkait adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2010 TentangPedoman Pengelolaan Sumber Daya Di Wilayah Laut bagian ke-empat pasal 18 menegaskan Pemerintah Daerah dalam menyusun perencanaan pengelolaan sumber daya di wilayah laut, wajib memasukkan materi yang memuat upaya adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim.
Selanjutnya disebut pada pasal 19 bahwa Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dilakukan dengan melibatkan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Pasal 20 memantapkan lagi dengan penjelasan penyelenggaraan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilaksanakan dengan memperhatikan aspek: sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat; kelestarian lingungan hidup; kemanfaatan dan efektivitas; serta lingkup luas wilayah.
Berdasarkan hasil pemaparan kondisi masyarakat nelayan Indonesia dan adanya perubahan iklim yang terjadi, sebagai bentuk solusi kongkrit dalam memberikan daya dukung terhadap masyarakat dan lingkungan, perlu adanya kajian khusus yang tepat bagi masyarakat dalam beradaptasi dengan perubahan tersebut. Pelaksanaan strategi adaptasi yang tepat dalam menghadapi perubahan iklim perlu disiapkan, sehingga masyarakat tidak rentan dengan dampak laju perubahan yang terjadi.
Berbagai bentuk strategi adaptasi yang tepat dalam menanggapi adanya perubahan iklim ini perlu diantisipasi semua aktor baik itu pemerintah, swasta dan masyarakat sendiri. Oleh karena itu, kita harus bahu membahu dalam mengatasi perubahan iklim ini yang membuat kehidupan nelayan semakin terjepit. Solusi kongkrit telah dilakukan oleh anggota dewan melalui dana pokir, namun masih belum optimal dalam upaya meningkatkan taraf hidup mereka. Oleh sebab itu perlu nelayan diberdayakan melalui pendidikan dan latihan sesuai bakat dan minat mereka.
Sekalipun cuaca tidak bersahabat mereka mampu memperoleh penghasilan dari bakat tersebut. Sebagai contoh pelatihan perbengkelan bagi nelayan yang hobi permesinan, nelayan yang hobbi budidaya ikan kita beri pelatihan tentang budidaya ikan beserta modal untuk itu. Bagi nelayan yang hobby berternak kita berikan ternak baik sapi maupun kambing, melalui pelatihan dan pendidikan baru kita bantu permodalan dari dana pokir atau dana dari pemerintah melalui instansi terkait.
Bukan bantuan dulu diberi tapi pemberdayaan dulu melalui pendidikan dan pelatihan baru kita beri bantuan. Selama ini terbalik bantuan dulu sementara pengetahuan tentang itu tidak mereka miliki. Semoga nelayan tetap hidup layak dengan terus menerjang cuaca dan gelombang, serta badai untuk meningkatkan gizi masyarakat Sumatera Barat.
Nelayan pukat paying 10 kali kelaut baru satu kali dapat hanya utk membayar hutang, nelayan tidak membawa hasil berupa uang kerumah, nelayan pukat tarik yang banyak dapat sampah bukan ikan dan udang, inilah fenomena kehidupan nelayan.
Penulis adalah anak nelayan yang selalu mengenang ayahnya dalam mengarungi samudera hindia untuk menjalani hidup dan kehidupan. Semoga Allah redho dengan usahanya sebagai nelayan. Aamiin.