Detail Artikel

Sabtu, 09 April 2005

Persiapan Diri Memasuki Perguruan Tinggi: Cara Belajar Yang Efektif dan Partisipasi Aktif Mahasiswa
Pendahuluan

Memutuskan untuk kuliah di perguruan tinggi negeri (PTN), juga perguruan tinggi swasta (PTS), berarti Anda sudah siap menghadapi berbagai resiko atau tantangan. Yang pasti, suasana dalam menghadapi perkuliahan, secara umum, berbeda sekali daripada suasana belajar di sekolah menengah. Yang pertama membutuhkan kemampuan mengembangkan inisiatif sendiri (internally driven) dalam merencanakan dan menangani permasalahan yang muncul, sementara yang kedua tidak selalu seperti itu. Di sekolah menengah, dominasi aktifitas siswa di kelas masih banyak dalam bentuk menyimak materi yang disampaikan guru.

Tulisan ini membahas beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk kuliah serta langkah dan persiapan yang perlu ditempuh mahasiswa baru untuk memulai kuliah di PTN/PTS sehingga mampu belajar (kegiatan akademis) secara efektif, tanpa mengabaikan keikutsertaan dalam kegiatan kemahasiswaan. Pembahasan berikut dimulai dengan segala hal yang berkaitan dengan berbagai persiapan yang diperlukan secara pribadi, akademis, dan ekstra kurikuler. Tulisan ini, pada dasarnya, merupakan sekelumit pemahaman terhadap cara baik Bung Hatta atau nilai-nilai kebunghataan yang masih perlu kita telusuri lebih jauh dan teladani.

Persiapan Pribadi

Pada saat memasuki kehidupan kampus, umumnya Anda harus membiasakan diri untuk hidup jauh dari anggota keluarga dan sanak saudara; terpaksa hidup sendirian. Bapak dan Ibu, yang mengingatkan kealpaan dan memenuhi keinginan Anda serta adik, kakak, dan kawan-kawan yang dijadikan sebagai teman bercanda ria selama ini, tidak mungkin lagi akan mewarnai keseharian dan keceriaan Anda. Paling-paling hal yang demikian hanya akan Anda dapati sekali dalam sebulan atau ketika Anda pulang ke rumah/kampung halaman untuk menjemput bekal atau berlibur.

Oleh karena itulah, beberapa persiapan pribadi berikut perlu Anda renungkan dan Anda perioritaskan untuk dilaksanakan. Pertama, sesuai dengan pengetahuan agama Islam, Anda disarankan untuk berusaha bergaul dengan orang dan lingkungan nan Islami. Anda perlu menyewa kamar kontrakan yang cukup dekat dengan mesjid atau mushalla. Tujuannya adalah agar teman dan lingkungan nan Islami dapat mengingatkan Anda untuk selalu beribadah kepada-NYa.

Sebaliknya, suasana seperti yang demikian memungkinkan Anda menghindari perbuatan yang mungkar atau yang dilarang Allah swt.. Dalam salah satu ayat Allah dinyatakan agar kita selalu menjaga diri, keluarga, dan masyarakat dari jilatan api neraka. Agaknya, sebagai cerminan adat yang bersendi syarak dan syarak bersendi kitabullah, pesan ini direspon oleh leluhur kita sehingga muncullah pepatah leluhur/adat yang berbunyi “anak dipangku, kamanakan dibimbiang, masyarakaik dipatenggangkan, jago nagari jan binaso”. Kedua falsafah hidup itu, pada hakikatnya, mengisyaratkan agar Anda senantiasa menjaga kebersihan dan keluhuran budi perkerti. Anda harus memupuk keinsyafan diri, yang terpanggil melalui lubuk hati yang paling dalam, untuk berjuang bagi kesejahteraan diri, keluarga, dan masyarakat umumnya.

Kedua, pepatah adat Minangkabau yang lain berbunyi “kalau jadi anak marantau, induak cari dunsanak cari, induak samang cari dahulu”. Andaikata Anda memiliki anggota keluarga yang tinggal di lingkungan kota Anda berkuliah, Anda wajib untuk mengunjungi mereka. Akan tetapi, kecendrungan yang bijaksana adalah bahwa Anda sebaiknya tidak tinggal bersama mereka. Hal itu disebabkan pertimbangan bahwa akan sangat sulit bagi Anda untuk berkonsentrasi dalam menghadapi kuliah sementara Anda juga harus ikut berpartisipasi dalam berbagai aktifitas yang dilaksanakan keluarga Anda itu. Di samping itu, Anda harus bergaul dengan seluruh lapisan masyarakat di lingkungan tempat tinggal Anda dengan baik atau yang dipepatahkan dengan hidup “bapandai-pandai”. Jika Anda kebetulan menderita sakit, yang pertama kali mengetahui keadaan Anda tentu saja tetangga. Bahkan, pada saat Anda berada dalam kesulitan keuangan pun, sebagai tetangga yang sudah sangat kenal dengan Anda, mereka tidak akan segan-segan untuk meringankan kesulitan yang Anda hadapi.

Pengertian induk semang, dalam tulisan ini, harus diperluas sehingga meliputi pimpinan universitas dan fakultas serta para karyawan, terutama penasihat akademik/ dosen dan penanggung jawab jurusan di PTN/PTS. Baik penasihat akademik/dosen maupun ketua/sekretaris jurusan, sebenarnya disiapkan bagi melayani berbagai keperluan dan menangani persoalan Anda dalam studi dan hidup sehari-hari. Mereka, seharusnya, menjadi orang tua/wali Anda yang kedua selain orang tua dan sanak saudara sendiri. Ingatlah, Anda perlu bertanya dan berdiskusi secara intensif dengan induk semang yang telah diperluas maknanya ini. Hal ini penting diikuti calon mahasiswa karena banyak pula penasihat akademik/dosen dan ketua/sekretaris jurusan yang, sebagai manusia biasa, lupa dengan atau sengaja melupakan tugasnya. Tulisan ini juga bertujuan untuk mengingatkan para ketjur dan PA untuk tidak terperangkap dalam sikap yang tidak baik itu. Bukankah, setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban kelak di akhirat, tidak melihat kecil atau besarnya ruang lingkup kepemimpinan itu.

Ketiga, mengikuti kuliah di PTN/PTS membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Jika dilihat kenyatan pada saat ini, perbedaaan antara jumlah uang kuliah di PTN dan PTS, yang perlu dibayar mahasiswa, hampir tidak ada lagi. Bahkan, ada uang kuliah di beberapa PTN yang, kini, jauh lebih tinggi daripada yang ditetapkan PTS. Satu hal berikut perlu Anda renungkan dengan sebaik-baiknya. Dengan segala daya dan upaya orang tua serta saudara membuat komitmen dalam menyiapkan sejumlah dana untuk memfasilitasi Anda di bangku kuliah. Salah satu bentuk pertanggungjawaban dari Anda, yang paling bijaksana, adalah dengan cara memperlihatkan kepada orang tua Anda hasil capaian Anda tiap semester, yaitu laporan hasil studi (LHS). Biasanya, pada saat seorang mahasiswa pulang ke kampung sekali sebulan untuk menjemput bekal hidup, segala perkembangan perkuliahan perlu Anda sampaikan pada dan diskusikan dengan orang tua. Dan pada saat Anda berada di rumah, Anda harus membantu orang tua dalam mengerjakan berbagai pekerjaan, seperti ikut pula mencangkul di sawah, ladang, atau kebun. Kemudian, bagi Anda yang memiliki nilai yang cukup tinggi, sejumlah beasiswa juga sudah menanti dan akan menjadi milik Anda. Akan tetapi, yang terakhir itu tidaklah didapat semudah yang Anda bayangkan. Kalangan pimpinan masih berpikir diskriminatif bahwa beasiswa hanya diperuntukkan bagi mereka yang tergolong tidak mampu, sekedar untuk meringankan beban sebagian kecil mahasiswa. Untuk persoalan yang satu itu, Anda akan larut dalam mimpi untuk memperoleh beasiswa jika orang tua Anda adalah pegawai negeri; kita masih menunggu perubahan orientasi pemberian beasiswa dalam waktu dekat ini. Padahal, dana itu dapat pula diberikan kepada mereka yang berprestasi baik agar lebih termotivasi dalam menggapai cita-cita yang, pada gilirannya, diharapkan memberikan sesuatu yang berharga untuk bangsa dan negara.

[newpage]
Pertimbangan Memilih Perguruan Tinggi

Seiiring dengan perkembangan pergaulan antar anak manusia, kebutuhan akan pendidikan tinggi terus meningkat dari masa ke masa. Peningkatan ini, antara lain, diindikasikan oleh peningkatan jumlah sarjana di negara kita umumnya dan di Sumbar khususnya. Hampir seluruh guru dan pegawai pada instansi pemerintah dan swasta, saat ini, sudah berpredikat sarjana dan banyak pula lulusan pasca sarjana. Universitas Bung Hatta misalnya, sebagai satu perguruan tinggi swasta (PTS) terkemuka di Sumbar, mewisuda lebih kurang 1500 orang sarjana dalam dua kali periode pelaksanaan wisuda dalam setahun sejak tahun 90-an.

Peningkatan tersebut, secara implisit, menunjukkan peningkatan kesejahteraan para intelektual kita. Lazimnya, sarjana S1 dianugerahi golongan III/a oleh pemerintah. Perbaikan kesejahteraan masyarakat terdidik ini, sekaligus, merupakan potensi terbesar yang memungkinkan generasi penerus berkesempatan belajar di perguruan tinggi (PT). Bahkan, penyelenggaraan program pascasarjana di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) dan PTS telah memungkinkan masyarakat kita memiliki gelar S2 dan S3 (formal). Kemudian, para doktor dalam berbagai bidang ilmu makin banyak pula yang bergelar guru besar (Profesor).

Setiap orang tua bercita-cita agar anak-anaknya memperoleh kehidupan yang lebih baik daripada yang mereka jalani dan lalui. Dengan sekuat tenaga dan daya orang tua, misalnya, mencarikan dana untuk membayar biaya pendidikan tinggi bagi anak-anak mereka. Singkatnya, oran tua menginginkan anak-anaknya melanjutkan pendidikan ke PT agar dapat menjadi orang yang pintar, berilmu, tergolong dalam kalangan intelektual, dan memperoleh/membuka lapangan pekerjaan sendiri.

PT memberikan gelar yang sesuai bidang studi tertentu kepada para lulusannya. Gelar tersebutlah yang mendatangkan gengsi dan prestasi tersendiri karena pemerolehan gelar itu memungkinkan pemiliknya mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Artinya, pemilik gelar sarjana akan cenderung memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk mendapat pekerjaan dan hidup yang layak dibandingkan mereka yang tidak memilikinya. Oleh karena itu, urgensi keharusan generasi mengikuti perkuliahan adalah agar mereka mendapatkan pekerjaan dan hidup yang layak setelah memperoleh gelar kesarajanaan.

Walaupun demikian, pada sisi lain kita masih dipusingkan oleh satu persoalan klasik bahwa sebagian dari para sarjana masih tidak dapat perkerjaan atau menganggur dalam berbagai bidang sampai saat ini. Salah satu faktor penyebabnya adalah rendahnya mutu sebagian besar lulusan PT kita, yang ditunjukkan oleh tidak terpenuhinya indek prestasi dan kemampuan dasar yang dibutuhkan di lapangan. Sementara itu, survai membuktikan belum tercapainya keseimbangan antara jumlah sarjana yang dihasilkan PT dan lapangan kerja yang dapat menampung mereka. Jadi, yang menganggur itu, di antaranya, adalah mereka yang kalah bersaing pada saat berkompetisi untuk mendapatkan tempat berkerja yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan sarjana pelamar yang mendaftar.

Walaupun tidak dipungkiri bahwa, secara umum, peranan PT dalam upaya menyejahterakan masyarakat sangat besar, aspek relevansi di PT perlu terus dikembangkan. Pemenuhan aspek ini secara baik berkaitan erat dengan membaiknya mutu lulusan, yang tidak saja memperbesar kemungkinan keterpakaian lulusan oleh stakeholders tetapi juga membuat para lulusan mampu berkreasi dalam membuka lapangan kerja secara mandiri. Akan tetapi, yang luput dari perhatian kita, antara lain, adalah kekurangan informasi yang diterima generasi kita. Mereka jarang memperoleh informasi yang benar dan akurat tentang PT yang akan dimasuki sesuai dengan keinginan dan potensi diri yang dimiliki. Tidak jarang terjadi, akibat persaingan yang tidak sehat antar PT, suatu PT menghalalkan segala cara untuk merekrut calon mahasiswa. Misalnya, ada suatu PT secara terang-terangan menjelek-jelekkan PT lain, yang pada intinya memberikan informasi yang tidak benar, menyesatkan, sekaligus membodohi masyarakat. Padahal, kesalahan dalam memilih PT dapat menyebabkan rendahnya kualitas lulusan suatu PT. Sebagaimana yang dijelaskan di atas, kualitas lulusan yang relatif rendah menyebabkan, antara lain, kegagalan calon pelamar pekerjaan untuk mendapat suatu pekerjaan. Sementara itu, hampir semua institusi atau lembaga penyedia lapangan pekerjaan mensyaratkan, misalnya, kepada pelamar untuk memiliki indek prestasi kumulatif (IPK) 2.75 ke atas.

Sangatlah ironis pula, kalau ada mahasiswa yang menyatakan bahwa tujuan kuliah adalah sekedar untuk menyenangkan hati kedua orang tuanya atau untuk mengisi waktu daripada tidak kuliah sama sekali. Sinyalemen yang terakhir ini berarti bahwa keterlibatan mereka di kampus adalah atas dasar keterpaksaan atau kesalahan mereka dalam memilih (program studi) PT. Hal inilah yang juga ikut berkontribusi dalam menyebabkan rendahnya kualitas lulusan PT.

[newpage]
Kalau kita cermati dengan seksama, seperti yang telah disinggung di atas, tidak ada lagi perbedaan yang nyata antara PTN dan PTS dari sudut jumlah biaya yang harus ditanggung orang tua mahasiswa. Jadi, tidaklah pada tempatnya lagi mengatakan bahwa satu PT lebih populer dari PT lain. Melalui pemberitaan di media cetak dan elektronik tentang biaya pendidikan di PT, kita menyaksikan bahwa biaya pendidikan di beberapa PTN saat ini, bahkan, ada yang jauh lebih mahal daripada di PTS, khususnya dari yang ada di Universitas Bung Hatta Padang.

Setelah tamatan SMTA berbondong-bondong masuk PTN, termasuk mengikuti program khusus ‘ekstensi’, tahun ini kita dikejutkan dengan pembayaran uang pangkal di PTN yang berkisar antara 3—75 juta rupiah. Kemudian, banyak pula pengalaman yang menunjukkan bahwa penganggur yang lulus dari PTN tidak lebih sedikit dari yang lulus dari PTS. Sebaliknya, cukup banyak pula lulusan PTS yang memegang jabatan penting di instansi pemerintah maupun swasta, bahkan ada yang sukses menjadi kepala daerah.

Sebagaimana yang tergambar secara implisit pada uraian di atas, satu hal yang perlu dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya adalah perlunya digali potensi diri calon mahasiswa untuk disesuaikan dengan program studi yang akan dimasuki di PTN atau PTS. Potensi diri tersebut harus disejalankan dengan informasi yang benar serta akurat tentang status keberadaan PT, sistem pengelolaannya yang harus profesional, dan prestasi akademik yang pernah dan sedang akan dicapai PT tersebut. Beberapa pertimbangan berikut perlu dicermati dalam memilih (program studi) PTS khususnya.

Pertama, kepopuleran suatu PTS disebabkan oleh, misalnya, nama yang disandangnya. Artinya, pemilihan nama bagi PTS tidak terlepas dari kapasitas dan kredibilitas yang dimiliki oleh anggota dewan pengurus yayasan yang menaunginya. Semakin tinggi bobot kapasitas dan kredibilitas itu, semakin berbobot dan berpengaruh pula nama yang dipilih serta cenderung akan mempertebal kepercayaan masyarakat. Pada gilirannya, bobot kapasitas dan kredibilitas yang berkualitas akan menjamin penyediaan sarana dan prasarana fisik dan non-fisik yang memadai pula pada PTS. Oleh karena itu, para orang tua perlu meneliti tingkat kapasistas dan kredibilitas yayasan pengelola PT dan dewan pengurusnya yang, pada hakikatnya, menentukan besar atau kecilnya prestasi sebuah PTS. Kapasitas dan kredibilitas ini juga dimiliki pimpinan universitas, fakultas, dan program studi serta unit di PT. Walaupun demikian, pertimbangan terhadap poin ini saja belum lagi memadai karena masih banyak faktor lain yang harus diperhatikan seperti terlihat dalam penjelasan berikut.

Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana biasanya diikuti oleh prestasi akademik, termasuk keterpakaian para lulusan PTS dalam bursa kerja di lapangan. Peningkatan status secara teratur dan berkelanjutan, mulai dari status terdaftar—izin operasional—diakui—disamakan—sampai yang tertinggi terakreditasi menjadi bukti nyata prestasi tersebut. Bobot akreditasi pun berkisar pada rentangan dari yang tertinggi ke yang terendah: A, B, C, dan belum terakreditasi. Akhir-akhir ini, Dikti telah pula memberi kesempatan kepada PTS untuk melakukan evaluasi diri dan menyusun proposal rencana pengembangan fisik dan non-fisik. Sedikit sekali (program studi di) PTS yang ditetapkan layak untuk menerima dana pengembangan itu, baik yang berasal dari Bank dunia (TPSDP) maupun dari Dikti sendiri (Hibah Kompetisi A1 dan A2, atau B). PTS yang telah mampu memiliki bobot yang baik dalam status terakreditasi dan mengantarkan sejumlah program studinya untuk menerima dana hibah tersebut layak dikelompokkan sebagai PTS yang berbobot dan patut dimasuki oleh calon mahasiswa. Para orang tua dan masyarakat, namun demikian, patut juga mengetahui program-program yang dirancang untuk memanfaatkan kucuran dana segar tersebut.

Ketiga, kualitas lulusan juga ditentukan oleh sejumlah hal berikut. Rancangan sistem penerimaan mahasiswa baru yang baik dan terpadu akan mampu menjaring input yang bernas. PTS yang menerima calon mahasiswa yang tidak lulus ujian masuk pada PTS lain patut dipertanyakan kualitasnya. Ketersediaan sarana dan prasarana fisik wajib diiikuti oleh pengalokasian dana yang memadai dan berkelanjutan oleh yayasan untuk pembinaan dosen dan karyawan, seperti untuk pelatihan dan pendidikan ke jenjang yang lebih/paling tinggi. Perlu diingat bahwa kualifikasi staf pengajar PT adalah minimal lulusan S2 dan, tentu saja, dosen tetap yang bergelar S3 akan lebih mendongkrak mutu pelaksanaan tri dharma di PTS. Sarana dan prasarana fisik yang memadai meliputi gedung kuliah dengan kursi, meja, papan tulis, dan kipas angin/AC haruslah milik PTS sendiri. Selain itu, harus pula tersedia laboratorium dasar yang lengkap dengan parasarana yang sesuai sebagai wadah tempat berpraktek mahasiswa. Ketersediaan wadah ini hanya dapat terwujud jika pengurus yayasan dan pimpinan PTS memiliki komitmen yang tinggi untuk terus meningkatkan mutu PTS secara keseluruhan.

Gedung dan koleksi perpustakaan, misalnya, haruslah memenuhi atau mendekati standarisasi dari sudut jumlah mahasiswa dan sivitas akademika, alokasi dana, serta keterkinian tahun penerbitan literatur. Proporsi koleksi perpustakaan dan jumlah mahasiswa, sebagai perbandingan secara nasional, adalah 20 : 1. Alokasi dana untuk perpustakaan agar menjadi baik adalah minimal 5 % dari anggaran biaya PT setahun. Sebaiknya, tahun penerbitan koleksi tersebut pun adalah minimal tahun 90-an ke atas. Standarisasi tersebut perlu pula mendapat perhatian para orang tua dan masyarakat dalam menilai PT. Hal ini diperlukan karena mahasiswa baru membayar dalam jumlah tersendiri uang perpustakaan (di samping uang koperasi dan lain-lain), yang inklusif dalam pembayaran uang pembangunan dan kuliah.
Alokasi dana yang memadai juga perlu dikucurkan oleh yayasan untuk kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, di samping yang mampu diraih oleh dosen melalui pemda, institusi sponsor, atau Dikti. Masyarakat akan sangat bangga dengan PTS yang tidak henti-hentinya melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bagi kemaslahatan umat manusia umumnya. Akan tetapi, kebanggan masyarakat terhadap masalah ini agaknya masih menjadi tanda tanya sampai kini.

Keempat, lebih lengkap dan sempurna kiranya sarana dan prasarana fisik serta nonfisik diperkaya dengan model pengelolaan administrasi sistem operasional pada semua unit yang on line atau computerized. Hal ini diperlukan untuk memberikan pelayanan yang cepat dan efektif sekaligus efisien. Yang terakhir ini diperkirakan dapat memangkas rantai birokrasi yang sering akan menjengkelkan tidak saja sivitas akademika sendiri, lebih-lebih lagi masyarakat luas.

Kelima, dari sudut sistem penggajian dan pemberian jaminan hari tua bagi karyawan dan dosen tetap pun masyarakat dapat menilai kualitas penyelenggaraan suatu PTS. Termasuk di dalam hal ini adalah sistem pemberian insentif dan uang lelah serta penghargaan yang sesuai, walaupun hanya sekadar dalam bentuk ucapan selamat berulang tahun.

[newpage]
Persiapan Akademis

Secara akademis, persiapan Anda untuk memulai kuliah di ruangan kuliah dapat dikelompokkan atas 10 (sepuluh) kiat berikut ini:

  1. perhatian penuh pada pelajaran di kelas
  2. catatan secara gamblang/garis besar
  3. catatan rapi di rumah
  4. kiat tertentu dalam mencatat, berlatih, dan pekerjaan rumah
  5. curah pikir dengan teman sekelas dan bertanya pada dosen
  6. diskusi rutin dengan penasihat akademik
  7. diskusi di jurusan
  8. aktifitas ilmiah di jurusan/fakultas; perpustakaan
  9. pengabdian kepada masyarakat
  10. publikasi dan korespondensi
Salah satu perbedaan lain belajar di sekolah menengah dan PTN/PTS terletak pada keharusan seorang mahasiswa bersikap proaktif. Artinya, dosen hanya bersifat fasilitator di kelas; justru mahasiswa yang dituntut untuk secara aktif mengembangkan materi. Oleh karena itu, Anda perlu berkonsentrasi secara penuh dalam memusatkan perhatian pada materi yang didiskusikan di dalam kelas. Akibat keterbatasan kapasitas otak manusia dalam mengingat informasi yang diterima, Anda disarankan membuat catatan. Buatlah catatan itu secara garis besar saja. Rangka catatan tersebut, yang berbentuk garis besar, tabel, diagram, atu pemendekan dan sebagainya, perlu dicatat ulang dan dilengkapi di rumah atau tempat Anda tinggal. Hal ini sekaligus merupakan kiat yang juga ampuh untuk menghafal pelajaran, selain belajar secara mandiri di rumah dan perpustakaan, berdiskusi dengan teman atau penasihat akademik dan ketua/sekretaris jurusan pada waktu tertentu.

Hanya saja, persoalan yang ditimbulkan oleh personil yang disebutkan terakhir di atas hendaknya juga menjadi bahan pertanyaan bagi kita. Dalam menjalankan tugas yang telah berat untuk melayani mahasiswa secara akademis dan pribadi, kehadiran sebagian ketua/sekretaris jurusan juga pimpinan fakultas/universitas masih menyebalkan. Belum lagi, sebagian pimpinan masih ditolerir untuk memiliki jabatan rangkap hampir di semua bidang di PT.

Selain itu, berdiskusi perlu ditingkatkan secara kualitas dan kuantitas karena perpustakaan PT, umumnya, masih sangat memprihatinkan dari segi jumlah koleksi dan pelayanan. Adalah nyata bahwa kepedulian pimpinan PT pada perpustakaan dipastikan belum sejalan dengan status perpustakaan sebagai jantung perguruan tinggi. Kapankah pimpinan mampu mengalokasikan 10 % dari dana anggaran tahunan untuk perpustakaan seperti keadaannya di negara tetangga kita, Malaysia dan Singapura? Tambahan lagi, pengelolaan administrasi perpustakaan PT yang sudah harus pula secara digital.

Aktifitas Kemahasiswaan

Kesempatan berkuliah di perguruan tinggi hendaknya juga dimanfaatkan sebagai wadah untuk menempa diri untuk belajar hidup bermasyarakat. Walaupun sudah dimulai di sekolah menengah, ikut serta dalam mengurus organisasi kemahasiwaan di kampus akan mematangkan cara dan pola hidup bersosialisasi. Organisasi dapat mematangkan emosional Anda karena mengajarkan cara saling menghargai, berargumentasi, atau berdemokrasi. Oleh karena itu, Anda perlu ikut berkiprah sebagai salah seorang pengurus himpunan mahasiswa jurusan, fakultas, atau universitas, selain organisasi kemahasiswaan di luar kampus lainnya. Akan tetapi, perlu diingatkan bahwa aktifitas yang utama bagi Anda adalah mengikuti perkuliahan.

Pendalaman materi kuliah juga bisa Anda dapatkan pada saat mengikuti kegiatan ilmiah lainnya, seperti dalam seminar, lokakarya, workshop, dan lain sebagainya. Para pakar yang menjadi nara sumber pada pertemuan ilmiah, biasanya, menginformasikan pembahasan yang mutakhir dari suatu materi bahasan. Secara teknis operasional, Anda juga disarankan untuk membina hubungan silaturahim dengan cara berkomunikasi lisan (telepon) atau secara tertulis dengan seseorang di luar negeri, orang asing atau teman/sanak saudara Anda. Komunikasi lisan dan tulisan yang terakhir ini, tentu saja, sebagai ajang mempraktekkan sekaligus meningkatkan kemampuan berbahasa asing Anda, seperti bahasa Inggris dan lain sebagainya.

Penutup

Persiapan diri, akademik, dan ekstra kurikuler yang dijelaskan secara singkat di atas, menurut penulis, merupakan modal utama dan pertama yang perlu Anda miliki. Jenis perguruan tinggi, fasilitas yang ditawarkan, program dan suasana kampus yang dikembangkan menempati posisi yang berikutnya. Hal seperti ini disimpulkan karena banyak fakta dan hasil survai membuktikan bahwa keberhasilan seseorang tidak ditentukan oleh jenis sekolah (negeri atau swasta) dan kuliah di PTN atau PTS, di luar negeri, Jawa atau Padang saja dan sebagainya. Selamat berkuliah.

[right]Padang, 12 Februari 2005[/right]



Dr. Drs. Welya Roza, MPd
Staf Pengajar FKIP Universitas Bung Hatta
Jl. Pagang Raya 26 A RT 01/RW I
Nanggalo Padang 25147
Telp./HP: 0751 59 278/0815 351 7718