Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Sabtu, 16 April 2005 Perikanan

Di Laut Kapan Kita Jaya ?

Dr. Rokmin Dahuri di masa kabinet GUS DUR yang menahkodai Departemen Kelautan dan Perikanan yang sebelumnya adalah Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan mengatakan, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,8% pertahun, pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 267 juta jiwa. Artinya, kebutuhan akan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan bakal semakin meningkat, sementara ketersediaannya di (darat) tidak lagi mencukupi. Oleh karena itu sudah saatnya kita (Indonesia) lebih mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam kelautan sebagai sumber pertumbuhan baru bagi kesinambungan pembangunan nasional. Dengan demikian pada saatnya kelautan dapat memperkokoh fundamental ekonomi nasional yang menjadi syarat utama menjadi bangsa Indonesia yang maju, mandiri serta masyarakat adil makmur.

Dalam sebuah seminar kelautan, mantan direktur PKSPL-IPB ini juga mengatakan, bahwa kebijakan pemerintah dimasa lalu ( orde baru dan orde lama) telah menganak tirikan sumberdaya hayati laut tidak semata-mata pertimbangan rasionalitas ekonomi, mengingat besarnya potensi sumberdaya alam dan peluangnya yang begitu besar. Bila dicermati secara jeli, kebijakan tersebut lebih berkaitan dengan persoalan politik. Maksudnya kebijakan perikanan merupakan resultan dari lemahnya posisi politik nelayan (pelaku usaha kecil di bidang perikanan). Dimata pemerintah yang selalu terpinggirkan, sehingga aspirasi dan kepentingan komonitas nelayan tidak terakomodasi dalam kebijakan publik. Karena itu upaya rekontruksi kebijakan perikanan perlu diperjuangkan di dua arena sekaligus, yakni arena ekonomi dan arena politik. Dimasa lalu nelayan dan petani ikan hanya jadi korban mobilisasi politik terutama menjelang pemilu.

Persoalannya kemudian adalah bagaimana mendorong pembangunan perikanan nasional dalam rangka memanfaatkan peluang dan mengeliminasi ancaman dari perubahan-perubahan yang tengah berlangsung. Ini tentu menuntut perubahan dalam arah dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan yang berbeda dengan apa yang telah dilakukan selama ini.

Prinsip-prinsip pengelolaan yang berkelanjutan dapat berperan lebih besar dan signifikan dalam memperkokoh pembangunan ekonomi nasional guna mewujudkan bangsa Indonesia yang maju, mandiri serta adil dan makmur jika prinsip-prinsip pengelolaan diakomodasi dalam kebijakan politik dan hukum nasional. Secara praktis Rokmin Dahuri memaparkan juga bahwa saat ini baru 58 % dari potensi laut kita yang termanfaatkan, walau beberapa jenis ikan telah di eksploitasi secara berlebihan dan telah mendekati “over fishing”. Dia juga memaparkan beberapa potensi lain yang dapat digali seperti budidaya rumput laut yang pasarnya sangat besar. Belum lagi industri penunjang perikanan yang peluangnya masih sangat terbuka lebar, seperti halnya dengan pemrosesan dan pengalengan hasil laut.
[newpage]
Secara umum dapat digambarkan salah satu dari sumberdaya tersebut adalah kehidupan terumbu karang Indonesia, dilaporkan saat ini kondisinya memang telah cidera berat, lebih dari 71% dari 65.000 km persegi habitat terumbu karang Indonesia dalam kondisi rusak berat, Bahkan di Sumatera Barat sendiri berdasarkan laporan Puslitbang Perikanan Universitas Bung Hatta, kerusakannya hampir mencapai 90 % lebih. Padahal dari 1km persegi habitat terumbu karang yang baik dapat menghasilkan ikan 15 – 30 ton pertahunnya. Berdasarkan perhitungan Bank Dunia, Indonesia kehilangan potensi laut Rp. 6,5 triliun pertahunnya gara-gara kehancuran habitat penghuni dasar laut ini.. Terjadinya hal tersebut akibat para nelayan tidak lagi mengindahkan hukum dan lingkungan, semuanya karena lemahya penegakan hukum, penyadaran dan pemberdayaan.

Satu catatan lagi adalah permasalahan sumberdaya manusia, berapa jumlah fakultas perikanan dan kelautan di Indonesia, berapa persen sarjana perikanan dan kelautan kita yang mau susah-susah jadi nelayan atau bergerak di bisnis kelautan dan perikanan ?, lebih banyak dari mereka Cuma jadi juru tulis di belakang meja departemen dan lembaga penelitian atau konsultan. Jadi kapan dilaut kita jaya ?

Indrawadi,S.Pi
Univ. Bung Hatta