Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Sabtu, 16 April 2005 Perikanan

Di Laut Kita Tumpang Tindih

Hasil data dari satelit tidak hanya mendukung usaha penangkapan ikan, juga dapat membantu kegiatan TNI-AL, AU dan Polri dalam melakukan pengawasan perairan Indonesia. Kemudian dalam pengembangan teknologi, dilakukan pengembangan system monitoring, controlling dan surveillance (MCS) sebagai metoda pemecahan masalah-masalah manajerial pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Implementasi MSC mengacu pada ketentuan “Code of Conduct for Responsible Fisheries” dari FAO. Semua itu hanya dua dari sekian banyak kegiatan yang telah dilakukan DKP sepanjang sejak lahirnya departemen ini. Secara keseluruhan memang belum waktunya untuk menilai kinerja DKP, tetapi setidaknya pembentukan departemen ini telah memberikan porsi perhatian yang besar terhadap potensi sektor kelautan dan perikanan.

Bisa dipahami bila masih ditemukan banyak kekurangan pada sepak terjang DKP, bila mengingat depertemen ini baru seumur jagung. Begitu departemen ini lahir, ada delapan (8) program utama yang akan dilakukan DKP dalam mengatasi kerusakan lingkungan pesisir yang cukup komplek, yang merupakan subtisusi dari 10 program pembangunan kelautan dan perikanan. Delapan program itu adalah : (1).Penataan ruangan pesisir dan laut, (2).Pengelolaan dan Pembangunan Pulau-pulau kecil, (3).Pengelolaan kawasan konservasi laut, (4).Rehabilitasi ekosistim pesisir dan laut yang mengalami kerusakan serta restocking, (5).Pengendalian pencemaran laut, (6)Pemberdayaan masyarakat pesisir, nelayan dan petani ikan, (7). Mitigasi bencana alam , (8).Pengelolaan wilayah pesisir terpadu.

Selama ini wilayah pesisir dan kelautan nasional berkembang tanpa tata ruang yang terencana, sehingga nyaris tak ada strategi dan kebijakan yang terarah untuk pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Tak heran bila ekosistim wilayah pesisir mengalami kerusakan yang sangat parah.. Luas hutan magrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari luas areal yang mencapai 5,2 juta hectare lebih (th 1982), menjadi tinggal 2,4 juta hectare lebih (th 1993). Twngok pula kondisi terumbu karang yang tersisa hanya 23 % dalam kondisi baik dan 7 % dalam kondisi sangat baik dari total luasan 85.707 kilometer persegi ( Tomascik, 1997). Belum lagi masalah pencemaran laut, penurunan kualitas perairan, intrusi air laut, eutrofikasi, dampak bencana alam, dan abrasi yang telah mencapai tahapan kritis.

Hingga saat ini kawasan-kawasan pesisir dan laut terus mengalami degradasi akibat kegiatan pembangunan yang tidak terencana matang dan eksploitasi sumberdaya yang tidak terkendali. Padahal, kawasan-kawasan tersebut memiliki nilai potensi dan kepentingan yang tinggi baik secara biologi maupun ekonomi. Sedang untuk pengelolaan pembangunan pulau-pulau kecil. Minimal sola identifikasi potensi pulau-pulau kecil, penyusunan rencana umum pembangunan, perbaikan ekosistim serta pilot project pengembangan juga diharapkan akan rampung pada tahun 2001.

Semua program itu akan mencapai hasil optimal, bila kondisi masyarakat pesisir baik secara ekonomi maupun sosial dapat diperbaiki. Sebab masalah kemiskinan di wilayah pesisir selama ini termasuk salah satu pendorong percepatan degradasi ekosistim wilayah pesisir dan pantai. Itu sebabnya, pemberdayaan social ekonomi masyarakat pesisir harus dilakukan DKP dengan kegiatan-kegiatan yang langsung menyentuh penduduk seperti peningkatan pendapatan, peningkatan akses terhadap sumberdaya dan dana, pengembangan jaringan pemasaran peoduk-produk masyarakat, serta pemberdayaan kelembagan-kelembagaan lokal. Karena semakin sejahtera penduduk, semakin baik kondisi eksosistim dan lingkungan.

Dalam sebuah lokakarya di Jakarta, Menteri DKP yang saat itu masih Sarwono Kusumaatmadja, mengungkapkan keprihatinannya melihat masih minimnya masyarakat pesisir untuk mengakses komunikasi dan informasi, apalagi akses pembiayaan. Ini bisa kita lihat dari sektor perbankkan yang sampai saat ini belum ada satupun pihak bank yang mau masuk sampai ke wilayah pesisir. Karena itu pihak DKP akan bekerja bekerja keras untuk memperbaiki sistim pendukung yang dapat mendorong peningkatan produksi dan pendapatan, sperti pengembangan teknologi penangkapan ikan dan budidaya spesifik lokal. Kemudian mengembangkan sistim pengelolaan hasil untuk peningkatan nilai tambah dan mengembangkan pemasaran. Sedikitnya ada 23 rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam program pemberdayan social ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Dari seluruh program tersebut, pada gilirannya memang bermuara pada pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam rangka perbaikan kualitas lingkungan.

Namun, tampaknya semua program-program tersebut masih akan menemui berbagai kendala, baik internal maupun eksternal. Pasalnya, hingga saat ini, kewenangan pengelolaan sumberdaya pesisir seperti pengendalian pencemaran laut, pengelolaan hutan magrove, terumbu karang, taman nasional laut dan kawasan koservasi laut masih belum jelas antara Departemen Kehutanan, Meneg. Lingkungan Hidup atau DKP. Ini berarti, DKP akan selalu di selimuti keraguan untuk mengambil kebijakan dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya pesisir dan laut, lantaran dibayangi kekhawatiran terjadinya tumpang tindih kebijakan.


  • Dari Berbagai Sumber
  • Indrawadi,S.Pi
    Pemerhati Kelautan – Universitas Bung Hatta