Meutia Hatta Swasono : Kearifan Lokal, Kebudayaan Nasional di Era Globalisasi
Rabu, 27 Maret 2013
Bertempat di Aula Balairung Caraka, Kampus I Universitas Bung Hatta, Prof. Dr. Meutia Hatta memberikan kuliah umum kepada sekitar 300-an mahasiswa dan dosen di lingkungan Universitas Bung Hatta. Dengan materi kuliah Kebudayaan Nasional di Era Globalisasi.Meutia Hatta menjelaskan, masuknya budaya asing yang merupakan sebuah keniscayaan sejak manusia telah mampu meningkatkan peradabannya dan melakukan ekspedisi dari tempat asalnya hingga ke belahan bumi lainnya, seharusnya kearifan lokal harus dapat disinergikan. Dengan demikian akan tetap menjaga kelestarian adat istiadat peninggalan nenek moyang yang juga merupakan budaya bangsaIndonesiayang didalamnya terkandung nilai-nilai luhur dan pengetahuan yang sangat kaya.
Namun seiring berjalannya waktu, nilai-nilai luhur itu mulai meredup, memudar, kehilangan makna substantifnya. Lalu yang tertinggal hanya benda-benda yang menjadi simbol tanpa arti. Bahkan akhir-akhir ini hampir secara keseluruhan mengalami reduksi, dianggap hanya pajangan yang sarat formalitas.
Kehadirannya tak lebih untuk komersialisasi dan mengeruk keuntungan atau bahkan diabaikan sama sekali.
Dalam hal ini, kearifan lokal seolah tidak diberi ruang dan kehilangan kekuatannya. Selain kurangnya kemampuan masyarakat dalam memaknai secara kreatif dan kontekstual kearifan lokal yang dimilikinya, faktor lainnya adalah pragmatisme dan keserakahan sebagian para pelayan rakyat.
Kepentingan pribadi atau kelompok membuka jalan bagi mereka untuk memanfaatkan kearifan lokal, dengan menggunakannya secara serampangan, sekaligus secara subtansial menghancur-leburkan nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya.
Rekonstruksi kearifan lokal harus segera untuk dilakukan. MasyarakatIndonesia sudah sepatutnya untuk kembali kepada jati diri mereka melalui pemaknaan kembali nilai-nilai luhur budaya mereka. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakatIndonesiasehingga menjadi identitas kokoh bangsa, bukan sekadar menjadi identitas suku atau golongan tertentu.Sehingga seluruh komponen bangsa, masing-masing memahami akan makna kebhinnekaan, hal ini menjadikan keterikatan yang kokoh dan indah.
Selain berbicara tentang kebudayaan nasional di era globalisasi, Mutia juga membicarakan adat dan Falsafah Budaya suatu daerah. Misalnya budaya Minangkabau yang membicarakan nilai-nilai dan norma-norma yang digunakan untuk menjalankan kehidupan, mengutamakan kebersamaan mengatur kehidupan dalam keluarga serta masyarakat dengan prinsip matrilineal.
Falsafah Minangkabau alam takambang jadi guru, yang mengajarkan pola pikir dan perilaku baik dan buruk, yang harus ditiru maupun dijauhi ungkapnya dalam kuliah umum.
Oleh karena itu, Kearifan lokal harus dipahami sebagai bagian dari knowledge. Sehingga ada kebanggaan dan kecintaan terhadap budayanya sendiri. Dengan demikian proses pelestarian dan pengembangan kebudayaan diIndonesia berkembang, generasi muda menjadi mengenal kearifan lokal dari leluhurnya yang kaya akan pengetahuan dan tidak dianggap kuno dan ketinggalan jaman.
Kebudayaam Indonesia mengajarkan tentang hubungan yang baik antara sesama manusia, manusia dan alam, serta manusia dan sang pencipta. kearifan lokal memiliki potensi dan kekuatan yang sangat besar untuk menginspirasi sintesis keragaman karakter solusi masalah diIndonesia dan dunia pada umumnya. Dalam bingkai kearifan lokal ini, masyarakat bereksistensi, dan berkoeksistensi satu dengan yang lain.
Dalam banyak hal, kita tidak tidak menyadari kuunggulan bangsa sendiri sehingga tidak mampu menghargainya. Justru bangsa lain yang menghargai potensi bangsa Indonesia. Banyak tradisi khas Indonesia yang kian tergerus zaman.
Dra. Puspawati, MS, Dekan Fakultas Ilmu Budaya UBH, mengatakan kuliah umum bersama Ibu Meutia ini selalu diadakan setiap tahunnya, maupun bila ada kesempatan Ibu Meutia yang kebetulan ke Padang dalam melakukan tugas-tugas kenegaraan. Kami setiap tahun mengadakan kuliah umum ini, setiap di semester ganjil atau genap ujarnya. Puspawati berharap kuliah umum tersebut dapat menambah wawasan bagi mahasiswa. (**Indrawadi-humas UBH).