Detail Berita

Pewarta Foto Antara Berbagi Ilmu Foto Jurnalistik
Pewarta Foto Antara Berbagi Ilmu Foto Jurnalistik

Senin, 09 Desember 2013

Fotografi secara umum berfungsi sebagai sebuah media untuk mengabadikan sebuah momen dan memori yang suatu saat bisa dipanggil kembali dengan melihat foto yang dihasilkan, atau biasa juga disebut memory triggering.

Hal tersebut dikatakan Iggoy El Fitra saat memberikan materi Foto Jurnalistik yang disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik Unit Kegiatan Mahasiswa Wawasan Proklamator Universitas Bung Hatta yang bertempat di Lokal H.6 Gedung H Fakultas Ilmu Budaya Kampus Proklamator I Universitas Bung Hatta, Minggu (08/12/2013).

Kegiatan ini merupakan bagian dari pelatihan untuk calon anggota dan calon wartawan Unit Kegiatan Mahasiswa Wawasan Proklamator Universitas Bung Hatta angkatan 2013 yang ikuti oleh lebih 20 peserta.

Iggoy El Fitra pewarta foto Kabar Berita Antra ini, memulai penyampaian materinya dengan menampilakan portofolio karya foto-fotonya dalam bentuk tayangan video dari tahun 2008-2013.

Ia menjelaskan sama seperti menulis berita, sebuat foto pun memiliki nilainya yang ditentukan oleh beberapa unsur seperti aktualitas, berhubungan dengan berita, kejadian luar biasa, promosi, kepentingan, human interest dan universal. Foto jurnalistik pada dasarnya terbagi atas foto tunggal (Single Photo) dan foto cerita,seri atau esai (Story Photo).

“Foto jurnalistik mempunyai daya jangkau yang sangat luas atau bersifat univerasl karena dapat menyusupi seluruh fase intelektual hidup kita, membawa pengaruh besar atas pemikiran dan pembentukan pendapat publik,” ujara alumni Sastra Jepang Universitas Bung Hatta ini.

Menurut Iggoy, semua foto bisa dikatakan foto jurnalistik bila terkandung didalamnya nilai-nilai berita. Foto cerita dalam jurnalistik haruslah memiliki nilai berita dan mengikuti kaidah jurnalistik seperti penggunaan teks sebagai pelengkap unsur 5W+1H dan juga menjadi pedoman dalam menulis teks keterangan foto.

Esai foto merupakan bagian dari fotografi, untuk membuatnya dapat menggunakan metode EDFAT
(entire, detail, frame, angle, time). “Esai foto akan menjadi sebuah karya foto jurnalistik bila disebarkan kepada publik dan menyebarkan sesuatu kepada publik, baik melalui media massa maupun media komunikasi lainnya seperti blog, jejaring sosial dan lainnya,” terangnya.

Secara umum, ia mengatakan komponen kriteria foto layak siar yakni informatif, kehangatan, faktual, relevan, magnitude, misi, eksklusif dan atraktif. Untuk menentukan pilihan foto layak dipublikasikan, titik tolaknya bukanlah dari bagus atau tidak bagusnya foto bersangkutan, tapi yang utama adalah pengertian kena atau tidak kena, relevan atau tidak, jitu atau tidak.

Seorang fotografer bisa berbuat apa saja terhadap fotonya apakah akan dikrop, digelapkan atau diterangkan, dihilangkan sebagian dan lain-lain. Tapi bagi seorang foto jurnalis ada batasan yang sangat kuat dan harus dipegang teguh, Don't Lie, jangan berbohong, karena foto jurnalistik bukanlah fiksi.

“Karena kekuatannya dalam publikasi media massa dengan pengaruh yang sangat besar terhadap orang banyak, maka dalam foto jurnalistik, kepercayaan adalah segala-galanya. Etika dan batasan-batasan yang jelas menjadi penting untuk menjaga kepercayaan pembaca,” ungkapnya. (**Bayu-Humas UBH)