Detail Berita

Nikmatul Hikmah : Belajar di Jepang Masih Berasa Mimpi
Nikmatul Hikmah : Belajar di Jepang Masih Berasa Mimpi

Kamis, 06 Agustus 2015

Tidak banyak yang memperoleh kesempatan untuk dapat menimba ilmu ke luar negeri, namun lain halnya dengan Nikmatul Hikmah mahasiswa jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Bung Hatta angkatan 2011 yang berhasil mengikuti program Student Exchange atau pertukaran pelajar ke Sonoda WomenÂ’s University (SWU) Jepang.

Program ini merupakan hasil kerjasama antara Universitas Bung Hatta dengan ke Sonoda WomenÂ’s University yang telah terjalin sejak tahun 2002 untuk mengirim mahasiswi Sastra Jepang Universitas Bung Hatta belajar selama satu tahun disana. Sampai tahun 2015 ini mahasiswi yang dikirim adalah peserta yang ke 13 sejak program ini dimulai tahun 2003.

Nikmatul menceritakan saat ini ia sedang belajar bahasa dan budaya Jepang di Sonoda WomenÂ’s University selama satu tahun terhitung dari Bulan April lalu hingga Maret tahun 2016 nanti. Sonoda WomenÂ’s University merupakan salah satu perguruan tinggi terbesar yang berada di Prefektur Hyogo, Jepang.

”Sesuai dengan namanya kampus ini khusus perempuan. Bila melihat pilihan bidang yang disuguhkan Sonoda Women’s University ini memang lebih mengarah dan cocok untuk wanita, seperti kesehatan, tata boga, budaya, serta juga Pendidikan Guru TK,” sebutnya.

Ia mengatakan terdapat sebutan bagi mahasiswa asing atau disini yaitu Ryuugakusei. Untuk metode pembelajarannya cukup berbeda mahasiswa umumnya di Sonoda WomenÂ’s University ini karena hanya khusus belajar bahasa dan budaya Jepang saja, jadi suasananya seperti less privat.

“Di Sonoda Women’s University saat ini Ryuugakusei-nya terdapat tiga orang dari dua negara. Selain saya sendiri dari Indonesia juga ada dua orang rekan lagi dari Taiwan. Namun, mereka pada Bulan September tahun ini sudah akan kembali ke negaranya. Begitu juga dengan saya atau senior-senior dari Universitas Bung Hatta terdahulu setiap tahunnya, jika telah habis masa maka akan digantikan dengan yang baru dipilih melalui hasil seleksi yang cukup ketat dengan persyaratannya khusus wanita saja,” jelasnya.

Selama belajar disini, Ryuugasei ditawarkan dua metode pembelajaran matakuliah wajib dan pilihan. Matakuliah wajib sudah ditentukan langsung oleh pihak universitas sendiri yang hanya ada tiga, yaitu Bunpo (Tata Bahasa), Dokkai dan Chokai (Membaca dan Mendengar), dan Sakubun (Mengarang). Sama seperti di Universitas Bung Hatta yang mata kuliahnya juga demikian, akan tetapi levelnya lebih tinggi saja disini.

“Pada mata kuliah pilihan ini SAYA hanya mengambil dua saja, Kaiwa yaitu Percakapan pada Hari Selasa dan Dokushoenshuu yaitu latihan membaca pada Hari Jumat. Untuk matakuliah ini belajarnya bukan di Sonoda Women’s University sendiri, melainkan di universitas lain pula yaitu di Universitas Osaka yang hanya satu kali seminggu pada Hari Rabu saja,” ujarnya.

Sangat menarik juga bisa berkuliah di dua universitas yang berbeda dengan suasana yang berbeda pula. Di Sonoda WomenÂ’s University belajarnya selalu berada di antara orang-orang Jepang, sedangkan di Universitas Osaka hanya ada para Ryuugakusei dari seluruh negara di dunia yang sama belajar bahasa dan budaya Jepang. Selama perkuliahan itu baik di SWU maupun Universitas Osaka bahasa pengantarnya tentu saja dengan bahasa Jepang, selalu bahasa Jepang dan hampir tidak pernah sama sekali dengan bahasa Inggris.

Ia mengatakan Bahasa Jepang ini susah-susah tetapi asyik. Asyiknya yang pastinya ketika kita mampu berkomunikasi dengan orang Jepang langsung rasanya bahagia sekali. Tapi, susahnya ketika membaca huruf Kanji dan tata bahasa. Terutama huruf Kanji, jangankan orang asing bagi orang Jepang sendiri pun mengakui kanji itu sulit.

“Di Jepang sistem pendidikannya dimulai pada Bulan April, dalam satu tahun ajarannya dibagi menjadi tiga catur wulan yang dipisahkan oleh liburan singkat yaitu pada musim semi dan musim dingin serta musim panas yang cukup lama,” sebutnya.

Bagi Nikmatul sendiri melewati hari-hari disini sejak kedatangan pada Bulan Mei lalu masih tidak bisa mempercayainya bahwa sekarang sedang berada di Jepang jika membayangkannya dengan perekonomian keluarga yang terbilang kurang mampu. Semuanya seakan-akan seperti mimpi saja, padahal sudah beberapa bulan lamanya.

“Masih ingat saja ketika masih SD dulu pernah berangan-angan ingin pergi ke Jepang dan tak menyangka bisa terwujud dan menjadi kenyataan. Apalagi memperoleh bantuan beasiswa langsung dari pihak kampus di sini yang pastinya ini adalah impian banyak orang. Saya benar-benar tidak menyangka sekali dari jurusan Sastra Jepang di Universitas Bung Hatta telah mengantarkan Penulis ke Jepang dan merasakan tinggal di negeri Doraemon ini,” ungkapnya.

Ia sungguh sangat bersyukur sekali sebab kali ini sebenarnya bukanlah pertama kalinya datang ke Jepang, tetapi adalah yang kedua. Masih di tahun yang sama ini tepatnya pada Bulan Januari lalu diberi kesempatan mewakili Universitas Bung Hatta untuk mengikuti program JENESYS 2.0 dalam rangka study banding sebanyak 100 orang mahasiswa/i khusus Jurusan Sastra Jepang dari seluruh selama 10 hari.

“Tetapi sekarang saya kembali lagi dengan sendiri untuk pertama kalinya tanpa didampingi dosen atau siapa pun. Bagi saya ini adalah sebuah pengalaman yang luar biasa dengan harapan bisa berguna untuk masa depan yang lebih baik. Aamiin,” ceritanya. (**Ubay Humas UBH)