Detail Berita

Diving Proklamator Universitas Bung Hatta: Transplantasi Lamun sebagai Bagian Atraksi Wisata Bahari
Diving Proklamator Universitas Bung Hatta: Transplantasi Lamun sebagai Bagian Atraksi Wisata Bahari

Selasa, 18 April 2017

Wisata bahari merupakan salah satu etalase yang ditawarkan kawasan wisata bahari terpadu Mandeh, Pesisir Selatan. Keberadaan terumbu karang dengan aneka warna, maupun keberadaan hutan mangrove dan padang lamun tentu menjadi hal yang wajib dijaga dan dilestarikan.

Degradasi ekosistem pesisir (hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun) yang telah terjadi menuntut usaha restorasinya. Usaha restorasi ekosistem pesisir melalui kegiatan penanaman bakau dan transplantasi karang telah sering dilaksanakan dan bahkan sudah menjadi bagian dari atraksi kegiatan wisata bahari, namun untuk transplantasi lamun belum atau bahkan jarang terdengar dilakukan.

Salah satu kegiatan yang digelar Diving Proklamator Universitas Bung Hatta saat latihan perairan terbuka di kawasan Mandeh, Sabtu-Minggu (8-9/4) kemarin adalah dengan melakukan transplantasi lamun. Karena tanpa keberadaan lamun, kawasan wisata bahari terpadu tersebut belum lah lengkap.

Ketua Diving Proklamator Universitas Bung Hatta, Nius mengungkapkan bahwa kegiatan transplantasi lamun tersebut merupakan salah satu bentuk aksi nyata dari unit selam Universitas Bung Hatta dengan memanfaatkan waktu disaat latihan perairan terbuka.

“Kegiatan ini juga salah satu bentuk aksi wisata bahari di kawasan Mandeh,” ujarnya.
Dijelaskannya, habitat lamun memiliki peran penting dalam ekosistem yakni sebagai media filtrasi (menjernihkan perairan dangkal), rumah biota laut, nursery ground, feeding ground, dan sediment trap (mengurangi besar gelombang).

Pembina Diving Proklamator Dr.Suparno,MSi sebelum keberangkatan tim tersebut menjelaskan, bahwa tehnik transplantasi lamun yang dilakukan adalah tunas tunggal Enhalus acoroides dan waktu transplantasi lamun dilakukan ketika air surut atau kedalaman air sekitar 40 – 60 cm, cuaca cerah, laut tenang, dan tidak hujan atau badai.

Metode yang digunakan sama seperti yang pernah dilakukan didaerah konservasi lain seperti di Kepulauan Seribu dan Gili Trawangan. Tunas-tunas muda lamun, diikatkan pada frame besi. Dalam metode tersebut tunas muda diikatkan pada frame besi dengan material yang mudah hancur (organik). Setelah tiga bulan harapannya lamun terlepas dari frame besi dan menyebar di wilayah perairan.

“Pemilihan jenis lamun ini berdasarkan jenis alami yang tumbuh dominan dan merupakan jenis pioner di kawasan transplantasi dan penting dilakukan untuk pengkayaan kondisi padang lamun menjadi lebih baik,” jelas Suparno.

Angga, salah satu pelaku wisata bahari di kawasan mengatakan kegiatan ini sangat bermanfaat bagi pelaku wisata yang ada. Pasalnya, jika keadaan terumbu karang atau lamun rusak, tentu keindahan wisata bahari yang selama ini dijual akan lenyap.

“Kegiatan ini tentu sangat positif. Semua pelaku wisata bahari harus peduli dengan terumbu karang dan ekosistim terkait. Dengan kegiatan ini, wisatawan juga tahu pelaku wisata bahari peduli dengan terumbu karang dan lamun,” jelasnya.

“Nanti setelah tiga bulan bersama tim Diving Proklamator kita lihat pertumbuhannya. Tidak menutup kemungkinan di lokasi-lokasi lain juga akan dilakukan transplantasi lamun,” imbuhnya lagi. **Indrawadi