Hakim Fahzal, Lulusan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, Sosok Hakim Yang Tegas dan Jujur
Kamis, 05 Oktober 2023
Hakim FahzalOleh Miko Kamal
(Alumni Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta dan Wakil Rektor 3 Universitas Islam Sumatera Barat)
Namanya Fahzal. Lengkapnya Fahzal Hendri. Seorang hakim. Namanya populer belakangan ini, setelah beberapa video singkatnya saat memimpin sidang kasus BTS 4G Kemenkominfo beredar luas di berbagai platform media sosial.
Hakim Fahzal lahir di Jorong Kinawai, Kenagarian Balimbiang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat 60 tahun yang lalu. Tepatnya tanggal 31 Desember 1962.
Beliau lulusan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta. Sama dengan saya. Tapi, kami belum pernah bertemu hidung. Jarak tahun kuliah saya dan beliau agak jauh. Beliau masuk tahun 1984, dan kabarnya keluar tahun 1989. Sedang saya masuk tahun 1990, keluar 6 tahun setelahnya, 1996.
Di salah satu videonya yang viral itu, hakim Fahzal menokok meja. Terkejut dia, mendengar keterangan saksi Windi Purnama yang menyerahkan uang 40 M kepada orang Badan Pemeriksa Keuangan melalui Sadikin. Tidak hanya menokok meja, hakim berkumis tebal itu juga berseru: Ya Allah. Betapa geramnya dia uang negara diperbagai-bagaikan.
Di tengah fakta rendahnya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, aksi tokok meja dan ekspresi geram hakim Fahzal serupa obat. Obat pelepas rindu publik terhadap sosok hakim yang tegas dan jujur.
Hakim Fahzal pasti tidak akan bisa menyamai ketegasan dan kejujuran hakim Syuraikh. Hakim legendaris yang hidup dan bertugas di zaman Ali bin Abi Thalib.
Dalam sebuah hikayat, hakim Syuraikh diceritakan mengadili perkara yang diajukan sahabatnya, Ali bin Abi Thalib. Ali kehilangan baju besi. Selidik punya selidik, baju besi itu berada di tangan seorang pedagang Yahudi. Ali memintanya. Si pedagang Yahudi tidak mau, dan justeru mengklaim baju besi itu miliknya.
Ali memasukkan gugatan perdata. Hakim Syuraikh yang mengadili perkara itu meminta Ali menghadirkan 2 orang saksi. Ali membawa 2 orang anaknya Hasan dan Husein ke pengadilan untuk bersaksi baginya. Kehadiran 2 orang cucu Nabi itu ditolak oleh hakim Syuraikh. Alasannya, anak tidak layak menjadi saksi bagi bapaknya yang sedang berperkara.
Hakim Syuraikh menokokkan palunya: Ali kalah. Hakim Syuraikh tidak mau berkompromi. Ali memang sahabatnya. Ali memang orang berpengaruh. Tapi, apapun ceritanya, hukum harus ditegakkan. Begitu benarlah tegasnya beliau dalam memutus perkara. Tidak pandang bulu dia.
Saya tak hendak menyamakan hakim Fahzal dengan hakim Syuraikh. Saya hanya ingin hakim Fahzal ingat dan mempraktikkan ketegasan atau keteguhan hati Bung Hatta, Proklamator yang namanya sekarang dipakai perguruan tinggi tempat hakim Fahzal pernah belajar hukum.
Keteguhan hati Bung Hatta terukir dalam sejarah. Beliau mundur dari jabatan Wakil Presiden ke-1. Secara resmi, surat pengunduran dirinya sampai di meja Ketua DPR pada Senin, 23 Juli 1956. Setahun sebelumnya (1955) Bung Hatta juga pernah mengajukan pengunduran diri.
Banyak yang membujuk beliau agar tidak mundur. Bung Hatta bergeming.
Karena pengunduran dirinya tidak kunjung direspons juga, tanggal 23 November 1956, Bung Hatta bersurat lagi kepada DPR. DPR menyerah. Tanggal 1 Desember 1956, akhirnya, pengunduran diri Bung Hatta diterima.
Bagi Bung Hatta, jabatan sangat bergengsi sebagai orang nomor 2 di Indonesia itu tidaklah penting-penting amat. Taruhan pecahnya Dwitunggal dihadapinya.
Bung Hatta tegas memegang prinsip. Salah satunya soal pengelolaan negara secara demokratis-modern yang kurang disetujui Bung Karno. Bung Karno lebih condong ke konsep Demokrasi Terpimpin.
Kita doakan hakim Fahzal yang sering dipanggil kawan-kawan seangkatannya Eri itu tetap tegas, teguh dan keras hatinya membantu menegakkan kebenaran di negeri ini. Tidak hanya terbatas pada kasus BTS 4G Kemenkominfo, tapi juga di kasus-kasus lainnya.
Mudah-mudahan hakim Fahzal tetap istiqamah meniru dan mempraktikkan tegas dan kerasnya Bung Hatta menegur sahabat eratnya Bung Karno.
Padang, 3/10/2023