Universitas Bung Hatta

Menuju Perguruan Tinggi Berkelas Dunia

Bg Universitas Bung Hatta
Senin, 27 Februari 2023 Umum

ABSSBK DAN SILA PERTAMA BUTIR 3

Dr. Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu, M.Pd.
Ketua Pujian ABSSBK HAM/ Dosen Univ. Bung Hatta

Berdasarkan Ketetapan MPR RI No. II/ MPR RI/ 1979 Tentang 36 butir Pancasila, maka ketetapan itu merupakan kebijakan pemerintah Negara Republik Indonesia pada dekade 1980 – 1989 atau kurang lebih selama satu dasa warsa. Sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh BP7 atau Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Provinsi Sumatra Barat, maka telah disinkronkan atau disenyawakan dengan 36 butir Pancasila. Sejalan dengan ajaran Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah atau ASSBK di Sumatera Barat, maka butir 3 dari Sila Pertama berbunyi, hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Kebebasan beragama adalah non-derogable rights. Artinya, negara tidak bisa melarang aliran atau agama apapun yang masuk dan berkembang di Indonesia sepanjang sesuai dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan tidak menyinggung prinsip dan kepercayaan umat agama lainnya. Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly pada Selasa malam (21/12/2022) saat menjadi pembicara kunci di webinar internasional bertajuk artikel 18 Deklarasi Universal HAM dalam Perspektif Negara dan Agama.

Pasal 18 Deklarasi Universal HAM menyatakan setiap orang berhak atas berpikir, berkeyakinan, dan beragama. Hal ini, menurut Yasonna, selaras dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang menempatkan HAM dalam porsi yang cukup signifikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28A sampai 28J. Pasal 28E ayat satu menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Hak kebebasan beragama juga dijamin dalam Pasal 29 ayat dua UUD 1945, yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Menurut Menkumham, tujuan pembentukan negara adalah untuk melindungi hak warga negara dan memenuhi kepentingan seluruh rakyatnya. Dalam konteks ke-Indonesia-an, salah satu tujuan nasional adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, tentu saja tanpa diskriminasi, baik berdasarkan suku, bahasa, maupun agama. Oleh karena itu, menjadi salah satu tugas negara untuk melindungi hak kebebasan setiap orang dalam beragama dan beribadat.

Secara umum, kehidupan kebebasan beragama di Indonesia mengalami kemajuan. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari sisi legal konstitusional dan dalam hal perlindungan hak kebebasan beragama yang cukup baik dibanding negara lainnya. Namun demikian, semakin majunya kebebasan beragama menimbulkan masalah yang lebih kompleks, karena ruang berekspresi semakin besar.

Misalnya, kelompok yang sebelumnya tidak berani berbicara saat ini mulai muncul di publik dan menyampaikan pendapatnya yang memiliki dampak positif maupun negatif. Kebebasan beragama di Indonesia masih memiliki tantangan, tetapi pemerintah tetap berkomitmen secara serius untuk menjembatani perbedaan yang ada agar tidak memunculkan konflik dan kekerasan.

Ajaran syara mangato berbunyi dalam QS Al-Kafirun/109: 6) untukmu agamamu dan untukku agamaku. Ajaran syara Ini mengamanahkan bahwa sikap pada butir 3 ini hendaklah diwujudkan dalam perilaku yang selalu konsisten dengan apa yang telah dinyatakan, baik melalui kata-kata, perencanaan, niat, maupun iktikad.

Perilaku ini diwujudkan dalam hubungannya dengan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat atau bangsa. Saling menghormati antar umat beragama dianjurkan dalam agama baik dalam agama Islam maupun dalam agama non muslim. Kebebasan dalam menjalankan ibadah dianjurkan oleh setiap agama sesuai dengan agama dan kepercayaan. Antar agama tidak dibolehkan saling mempengaruhi dalam menjalankan ibadah mereka yang dibolehkan adalah bebas melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaannya.

Ajaran adat mamakai, berbunyi dalam bahasa Minang, alah babeso tapuang jo sadah, alah babike minyak jo aie, sawahlah bapamatang, ladanglah bamintalak, kitab suci masiang-masiang alah diturunkan, kok imam alah bapaikuik (Bhs Minang) atau sudah berbeda tepung dan sadah, sudah berbatas minyak dan air, sawah sudah berpematang, ladang sudah bermintalak, kitab suci masing-masing sudah diturunkan, kok imam sudah berpengikut (Bhs Indonesia). Arti dari pepatah-petitih adat di atas antara lain, tepung dan sadah harus berbeda karena walaupun warnanya sama-sama putih tetapi tepung umumnya untuk membuat kue dan sejenisnya.

Begitu pula sada walaupun sama-sama putih dengan tepung gunanya umumnya untuk memasak makan sirih. Begitu juga ladang sudah bermintalak. Artinya ladang itu umumnya di tanah keras sudah ada batas-batasnya. Sementara, sawah umumnya di tanah basah sudah ada pula sempadannya. Minyak dan air jelas berbeda. Walupun dicampuradukkan yang namanya minyak dan air tidak akan mau bercampur. Artinya, agama dan kepercayaan itu tidak boleh pula dicampuradukkan antara yang satu dengan yang lain.

Berbeda agama dan kepercayaan jangan menimbulkan perpecahan-perpecahan dan jangan saling bermusuhan karena alam takambang jadi guru sudah memberikan contoh tentang alam ini, bercorak ragam dan berbagai warna. Berbeda itu membuat kita kuat. Indonesia memang sangat kaya akan perbedaan salah satunya berbeda agama adalah rahmat. Berbeda kepercayaan juga merupakan nikmat. Sebaliknya, jika perbedaan itu menjadi permusuhan akan menimbulkan laknat.

Perbedaan dijadikan pertengkaran tentu akan menimbulkan perpecahan. Bangsa Indonesia butuh persatuan antar umat beragama antar pemeluk kepercayaan. Bila tidak dipelihara persatuan dan kesatuan dalam kehidupan beragama tentu negara ini akan lemah. Bila negara ini lemah maka akan masuk kekutan dari luar untuk mengadu domba antar umat beragama. Untuk itu peganglah jabatan masing-masing.

Jalankan fungsi masing-msing dan kerjakanlah amal masing-masing karena perbedaan bukan untuk berpecah-belah tetapi untuk persatuan, asal pandai membawakan maka akan menjadi baik kemudian. Umat di dunia ini sudah punya keyakinan masing-masing. Kitab setiap umat sudah ada untuk diamalkan. Imam atau pemuka agama sudah ada untuk diikuti.