Detail Artikel

Sabtu, 23 April 2005

Analisis Penentuan Keputusan Investasi: Studi Kasus Saham PT Lippo Bank Tbk (LPBN)
Abstrak

Makalah ini bertujuan untuk mengalisis suatu proses penentuan keputusan investasi dalam pemilihan suatu saham yang akan dibeli. Penilaian terhadap saham yang akan dibeli didasarkan atas analisis fundamental secara ”top-down”. Analisis fundamental dimulai dengan menganalisis variabel-variabel makro-ekonomi lima tahun terakhir (1999-2003) dan prospek perekonomian kedepan. Sementara analisis industri dilakukan terhadap perkembangan dan prospek industri perbankan. Terakhir analisis perusahaan dilakukan terhadap indikator rasio keuangan perusahaan untuk menentukan harga pasar yang wajar (nilai intrinsik) terhadap saham Lippobank dibandingkan dengan harga yang berlaku di pasar saat ini (under-valued). Berdasarkan analisis fundamental secara “top-down” tersebut, maka dapat direkomendasikan untuk membeli (buy) saham lippobank.

I. PENDAHULUAN

Analisis terhadap nilai saham penting dilakukan oleh seorang investor, terutama berkaitan dengan dividen dan earning yang diharapkan dari perusahaan di masa yang akan datang. Besarnya dividen dan earning yang diharapkan dari suatu perusahaan akan tergantung dari prospek keuntungan yang dimiliki perusahaan. Karena prospek perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara keseluruhan, maka analisis penilaian saham yang dilakukan investor juga harus memperhitungkan beberapa variabel makro yang mempengaruhi kemampuan perusahaan menghasilkan laba.

Dalam melakukan analisis penilaian saham, investor bisa melakukan analisis fundamental secara “top-down” untuk menilai prospek perusahaan. Pertama kali perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor makroekonomi yang mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang dikeluarkannya menguntungkan atau merugikan bagi investor. Artikel ini membahas tentang peluang investasi terhadap saham PT LippoBank (kode:LPBN) dengan menggunakan analisis fundamental secara “top-down”, dengan tujuan apakah saham LippoBank layak untuk dibeli atau dijual.

II. ANALISIS MAKRO EKONOMI

2.1. Perkembangan Perekonomian Indonesia: Periode 1999-2003

Analisis fundamental harga saham dimulai dengan analisis terhadap kondisi lingkungan makro ekonomi. Lingkungan makro ekonomi adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi makro ekonomi di masa datang, akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu, seorang investor harus memperhatikan beberapa indikator makro ekonomi yang bisa membantu mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro.

Perkembangan perekonomian Indonesia lima tahun terakhir (periode1999-2003) menunjukkan kondisi yang relatif stabil dan semakin membaiknya indikator-indikator makroekonomi antara lain; pertumbuhan eknomi yang meningkat sebesar 4,1% dibandingkan 3,7% pada tahun 2002. Indikator lainnya adalah nilai tukar rupiah yang makin menguat, menurunnya laju inflai dan tingkat bunga serta meningkatnya cadangan devisa. Namum perkembangan sektor riil belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Walaupun sektor perbankan sudah mulai sedikit demi sedikit mengucurkan dana kredit, tampaknya hal ini belum cukup untuk menggerakkan sektor riil. Sedangkan investasi asing menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan.

[u]2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi (Produk Domestik Bruto)[/u]

Produk domestik Bruto (PDB) adalah ukuran produksi barang dan jasa total suatu negara. Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi membaik, maka daya beli masyarakat pun akan meningkat, dan ini merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan penjualannya. Dengan meningkatnya penjualan perusahaan, maka kesempatan perusahaan memperoleh keuntungan juga akan semakin meningkat.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 tumbuh 4,1% meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2002 dan 2001 yaitu sebesar 3,7% dan 3,5%. Seluruh komponen permintaan aggregat tumbuh positif, sehingga kontribusi komponen-komponen tersebut dalam pertumbuhan ekonomi juga meningkat (tabel. 2). Pertumbuhan ekonomi masih dimotori oleh konsumsi. Sementara investasi dan ekspor, walaupun mulai menunjukkan pertumbuhan positif, namun perannya sebagai penggerak perkonomian relatif masih terbatas.

[u]2.1.2. Tingkat Suku Bunga[/u]

Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Disamping itu tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat.

Tingkat suku bunga selama periode 1999 sampai Maret 2004 terus mengalami penurunan baik untuk suku bunga SBI, deposito maupun KMK. Tingkat suku bunga SBI untuk 1 bulan dan 3 bulan telah turun mencapai 7,42% dan 8,34% pada Maret 2004. Penurunan suku bungan SBI, juga diikuti pula penurunan suku bunga deposito yang telah mencapai 6,11% untuk 1 bulan dan 6,14 % unuk 3 bulan pada Maret 2004. Dengan menurunnya tingkat suku bunga SBI dan deposito, suku bunga kredit juga terdorong ke bawah, dimana pada bulan Maret 2004 telah turun mencapai 14,61 persen. Tetapi spread antara suku bunga KMK dengan deposito 3 bulan masih tetap tinggi.

[newpage]
[html]








































































































Tabel. 1 Perkembangan Indikator Ekonomi Indonesia, Periode 1999-2003
Indikator 1999 2000 2001 2002 2003
Pertumbuhan Ekonomi (%) 0,79 4,92 3,46 3,68 4,1
Laju Inflasi (%) 2.01 9,35 12,55 10,03 4,08
Suku Bunga SBI 3 bulan (%) 12,64 14,31 17,63 13,11 8,34
Suku Bunga Deposito 3 bulan (%) 25,31 12,54 15,5 13,63 6,78
Nilai Tukar (Rp/USD) 7.100 9.595 10.400 8.940 8.465
Transaksi Berjalan (juta USD) 5.783 7.991 6.900 7.450 7.255
Cadangan devisa bruto (juta USD) 27.054 29.394 28.016 32.037 35.064
Pengangguran terbuka (juta) 6,0 5,8 8,0 9,13 10,13
Utang Pemerintah (% PDB) 99,26 101,27 92,98 80,52 71,31
Cadangan Devisa (miliar USD) 24,35 29,39 28,02 31,57 36,25
Neraca Perdagangan (miliar USD) 24,66 28,61 25,36 25,87 28,63
Sumber: data diolah, berbagai sumber


[/html]

Tabel. 2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, periode 1989-97 s/d 2003
Komponen 1989-97 2000 2001 2002 2003
Pertumbuhan (%)
Konsumsi
Rumah Tangga
Pemerintah
Investasi
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan Jasa
Produk Domestik Bruto
8,2
8,9
3,6
11,7
9,1
14,0
7,8
2,0
1,6
6,5
16,7
26,5
25,9
4,9
3,9
3,4
9,0
6,5
2,9
8,2
3,5
4,7
3,8
12,8
0,2
-0,6
-5,0
3,7
4,6
4,0
9,8
1,4
4,0
2,0
4,1
Sumber: BPS, data diolah



Tabel. 3. Perkembangan Tingkat Suku Bunga, 1999-2004
Tahun SBI
1 bln 3 bln Deposito
1 bln 3 bln KMK

1999
2000
2001
2002
2003
2004
Jan
Feb
Maret 11,93 12,64
14,53 14,31
17,62 17,63
12,93 13,12
8,31 8,34

7,86 8,15
7,70 7,70
7,42 8,34 13,08 13,17
13,22 14,03
17,88 18,04
14,43 14,44
6,76 6,78

6,44 6,47
6,11 6,14
6,11 6,14 28,89
18,43
19,19
18,25
15,07

14,99
14,79
14,61
Sumber: BI, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia
Catatan: SBI = Sertifikat Bank Indonesia
KMK = Kredit Modal Kerja


[u]2.1.3. Nilai Tukar[/u]

Perkembangan nilai tukar nominal rupiah terhada dollar Amerika Serikat (USD) menunjukkan kecenderungan relatif menguat dan stabil terutama periode 2002 sampai Maret 2004. Penguatan nilai tukar rupiah antara lain disebabkan oleh membaiknya premi resiko jangka pendek dan jangka panjang, masih menariknya rupiah dari sisi perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri, adanya beberapa program privatisasi yang akan dilaksanakan, serta kondisi neraca pembayaran Indonesia yang relatif membaik. Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing merupakan sinyal positif bagi perekonomian yang mengalami inflasi.

[u]2.1.4. Inflasi[/u]

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang biasanya tinggi dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Disamping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan, maka hal ini akan merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya resiko daya beli uang dan resiko penurunan pendapatan riil.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Mei 2004 sebesar 0,88 persen dan inflasi tahun kelender 2,80 persen. Laju inflasi year on year tercatat sebesar 6,47 persen sehingga dapat dipastikan target inflasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2004 sebesar 6,5 persen bakal terlewati. Inflasi sampai akhir tahun 2004 diperkirakan berada diatas 6 persen karen apola inflasi akan mengikuti tren year on year pada tahun 2001 dibandingkan dengan tahun 2000. Tren inflasi year on year 2004 dibandingkan dengan tahun 2003 pada bulan Januari tercatat 4,82 persen,Februari 4,60 persen, Maret 5,11 persen, dan April 5,92 persen.

[newpage]
[center]Tabel. 4
Inflasi Indonesia “Year on Year, 2000-1999 s/d 2004-2003
(dalam persentase)

[html]











































































































Bulan 2000-1999 2001-2000 2002-2001 2003-2002 2004-2003
Jan-Jan 0,35 8,28 14,42 8,74 4,82
Feb-Feb -0,84 9,14 15,13 7,34 4,60
Mar-Mar -1,10 10,62 14,08 7,12 5,11
April-April 0,15 10,51 13,30 7,54 5,92
Mei-Mei 1,27 10,82 12,93 6,91 6,47
Juni-Juni 2,14 12,11 11,48 6,62 -
Juli-Juli 4,56 13,04 10,05 5,79 -
Agt-Agt 6,11 12,23 10,60 6,38 -
Sept-Sept 6,79 13,01 10,48 6,20 -
Okt-Okt 7,97 12,47 10,33 6,22 -
Nov-Nov 9,12 12,91 10,48 5,33 -
Des-Des 9,35 12,56 10,03 5,06 -
Sumber: Badan Pusat Statistik

[/html]
[/center]Perkiraan kenaikan inflasi pada bulan berikutnya sampai akhir tahun 2004 disebabkan antara lain oleh faktor; depresiasi nilai tukar rupiah (sekitar 30%), kenaikan harga minyak dunia, tahun ajaran baru sekolah, penerimaan mahasiswa dan sejumlah hari raya keagamaan.

2.2. Proyeksi Perekonomian Indonesia Kedepan

Diperkirakan mulai tahun 2005, perekonomian Indonesia mengalami kondisi yang lebih baik dan stabil. Tetapi hal ini sangat tergantung pada kualitas dan kinerja tim ekonomi yang akan dibentuk oleh Presiden RI terpilih dalam Pemilu 2004, serta dukungan masyarakat. Tahun 2005, pemerintah merekomendasikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen, karena kemampuan dana pemerintah dan swasta untuk mengejar angka pertumbuhan tersebut hanya tersedia sebesar Rp. 440 triliun. Dana investasi Rp. 440 triliun itu berasal dari APBN sekitar Rp. 56 triliun, APBD sekitar Rp. 40 triliun, dan BUMN serta BUMD sekitar Rp. 135 triliun. Sedangkan sisanya sebesar Rp. 205 triliun berasal dari investasi swasta, yang terdiri dari penanaman modal asing (PMA), dan penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Perekonomian nasional dapat meningkat dengan lompatan yang besar jika dilakukan dengan pergeseran paradigma pendekatan, yaitu dari pendekatan pertumbuhan dengan strategi trickle down effect yang ternyata hanya memperlebar jurang kesenjangan ekonomi di masyarakat, serta growth with equity yang tak mampu mengangkat ekonomi masyarakat ke pelibatan masyarakat sebagai subjek pembangunan. Dalam konteks strategi ini, pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator, regulator, motivator dan supervisor, sedangkan masyarakat adalah pelaku.

Berdasarkan prediksi yang dibuat Hong Kong Shanghai Bank (HSBC) pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) Indonesia (bersama Filipina) untuk dua tahun kedepan masih paling rendah diantara negara-negara berkembang di Asia yaitu berkisar antara 4,2% sampai 4,4% . GDP secara teoritis menunjukkan kondisi investasi dan tabungan.

Kondisi inflasi masih paling tinggi di antara negara-negara berkembang di Asia walaupun masih satu (single) digit. Inflasi dalam jangka panjang akan mempengaruhi nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing berdasarkan teori purchasing power parity (PPP). Begitu pula pengaruhnya terhadap sukubunga berdasarkan Fisher effect.

Kedua kondisi ekonomi tersebut di atas akan mempengaruhi kinerja perbankan di Indonesia. Pertumbuhan GDP yang relatif kecil tidak akan meningkatkan tabungan secara signifikan. Akibatnya juga pada investasi yang tidak bertumbuh secara signifikan. Inflasi yang relatif stabil dalam dua tahun kedepan dengan tingkat yang paling tinggi di antara negara-negara berkembang di Asia dapat menekan nilai rupiah sehingga menjadi rentan terhadap gejolak ekonomi global.

[center]Tabel. 8 Proyeksi Perekonomian Indonesia 2004-2009

[html]




























































No. Indikator 2004 2005 2006-2009
1 Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,8 5,4 6.8
2. Inflasi (%) 6,5 5,5 4,8
3. Nilai Tukar Rp. 8.600 Rp. 8.600 Rp. 9.500
4. Tingkat Bunga SBI-3 bulan rata-rata (%) 8,5 6,5 4-5
5. Harga Minyak (USD/barel) 22,0 24,0 18-20
6. Produksi Minyak (MBCD) 1.150 1.125 1.200-1.300
7. PDB (miliar rupiah) 1.999.663,9 2.190.796,7 2.500.000
Sumber: Panja DPR RI

[/html]
[/center]
[newpage]
III. ANALISIS INDUSTRI PERBANKAN

Analisis industri merupakan salah satu bagian dalam analisis fundamental. Analisis industri biasanya dilakukan setelah kita melakukan analisis ekonomi. Dalam analisis industri, investor mencoba memperbandingkan kinerja dari berbagai industri, untuk bisa mengetahui jenis industri apa saja yang memberikan prospek paling menjanjikan ataupun sebaliknya. Setelah melakukan analisis industri, investor nantinya akan dapat menggunakan informasi tersebut sebagai masukan untuk mempertimbangkan saham-saham dari kelompok industri mana sajakah yang akan dimasukkan dalam portofolio yang akan dibentuknya.

3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan Indonesia

Krisis perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997-1998 memaksa Pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegahnya terulangnya krisis. Langkah-langkah penting yang dilakukan sehubungan dengan hal tersebut antara lain:

  1. Memperkuat kerangka pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang jelas untuk memenuhi 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang menjadi standar internasional bagi pengawasan bank;
  2. Meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran dengan mengembangkan Real Time Gross Settlements (RTGS);
  3. Menerapkan blanket guarantee scheme untuk melindungi simpanan masyarakat di bank;
  4. Merestrukturisasi kredit macet baik yang dilakukan melalui BPPN, Prakarsa Jakarta (JITF) maupun INDRA;
  5. Melaksanakan program privatisasi dan divestasi untuk bank-bank BUMN dan bank-bank yang direkap; serta
  6. Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.
Berbagai perkembangan positif ada sektor perbankan sejak dilaksanakannya program stabilisasi antara lain tampak pada pemberian kredit yang mulai meningkat dan inovasi produk yang mulai berjalan, seperti pengembangan produk derivatif (antara lain credit linked notes), serta kerjasama produk dengan lembaga keuangan lain (reksadana dan bancassurance). Selain itu, keberhasilan penawaran saham perdana (IPO) Bank Mandiri dan Bank BRI juga memberikan indikasi makin pulihnya kepercayaan pasar terhadap industri perbankan Indonesia.

Pada dasarnya pentingnya penguatan sektor perbankan berlandaskan pada argumentasi bahwa makin efisien dan stabil sektor perbankan, kinerja perekonomian makin baik. Sektor perbankan yang efisien akan memberikan landasan bagi efektifitas implementasi kebijakan stabilisasi ekonomi makro dan mobilitas kapital pada penggunaan yang “tepat”. Dalam era makin cepatnya arus mobilitas kapital asing, kebijakan ekonomi makro yang tepat dan didukung oleh mantapnya stabilitas dan efisiensi sektor perbankan akan cenderung mendapatkan arus masuk modal asing yang besar.

Menurut Bank dunia (2001), makin stabil dan efektif sektor perbankan sebagai lembaga intermediasi dana, perbankan makin dapat memberikan kontribusi yang besar bagi stabilitas ekonomi makro sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Setidaknya ada tiga faktor yang berkaitan dengan peranan sektor perbankan ini. Pertama, makin stabil dan efektif sektor perbankan, akan semakin kuat pula kemampuannya untuk memobilisasi tabungan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi akan mantap bila mobilitas tabungan ini dialokasikan untuk membiayai investasi produktif. Kedua, stabilitas dan efektivitas sektor perbankan akan mampu memonitor kinerja pelaku dunia usaha dalam penggunaan dana publik untuk tujuan yang “semestinya”. Ketiga, sektor perbankan yang stabil dan efisien akan mampu berfungsi sebagai intermediasi penyebaran resiko dalam dunia usaha.

Program restrukturisasi perbankan yang telah berjalan selama lima tahun terakhir telah membuahkan hasil yang menggembirakan sehingga tidaklah sis-sia segala biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat untuk membiayai krisis yang dialami oleh industri perbankan.

Pada Tabel.10 terlihat bahwa hampir semua indikator perbankan memperlihatkan tren peningkatan atau perbaikan selama tahun 2003 dibadingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Indikator tersebut antara lain semakin membaiknya tingkat permodalan bank atau rasio kecukupan (CAR) yang saat ini rata-rata di atas 20 persen, lebih tinggi dari persyaratan minimum CAR 8 persen.

Begitu pula halnya dengan tingkat profitabilitas perbankan yang diukur dengan return on assets (ROA) juga terus meningkat seiring meningkatnya tingkat pendapatan operasional perbankan. Sedangkan efisiensi perbankan dalam bentuk rasio antara beban operasional dengan pendapatan operasional (BOPO) juga semakin menurun dan di bawah 100 persen. Menurutnya rasio BOPO mencerminkan bahwa industri perbankan nasional semakin efisien dalam mengelola usahanya walaupun tingkat efisiensi yang telah diperoleh saat ini masih belum optimal.

Walaupun secara keseluruhan kinerja perbankan nasional semakin membaik dalam lima tahun terakhir, khususnya 2003, industri perbankan nasional masih menyimpan beberapa permasalahan yang menjadi tentangan pada tahun-tahun mendatang.

[newpage]
Tabel.10. Indikator Kinerja Perbankan (triliun rupiah)
Indikator Utama Des-02 Mar-03 Juno-03 Sept-03
Total Aset
DPK
Kredit
Aktiva Produktif
LDR (%)
ROA (%)
NPLs Gross (%)
NPLs net (%)
CAR (%) 1.112,2
835,8
410,29
1.023,6
38,2
1,9
8,1
2,1
22,5 1.100,0
833,4
420,52
1.052,9
39,0
2,3
8,2
0,6
24,8 1.111,7
846,8
434,10
1.052,2
40,3
2,2
8,0
1,2
23,0 1.130,4
863,4
454,17
1.066,7
42,0
2,4
7,9
1,3
20,0
Sumber: Bank Indonesia, data diolah


3.2. Arah Kebijakan Bank Indonesia di Bidang Perbankan Pada Waktu Yang Akan Datang

Kebijakan perbankan diarahkan untuk melanjutkan upaya-upaya untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan dan perbankan serta mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Disamping itu, Bank Indonesia akan meneruskan pelaksanaan sebagian dari 19 inisiatif Arsitektur Perbankan Indonesia (API), yang meliputi pembentukan panel ahli perbankan, mekanisme pengaduan nasabah pendirian lembaga mediasi perbankan, transparansi informasi produk, edukasi konsumen, good corporate governance, credit bureau, sertifikasi manajer resiko, linkage program dan pelonggaran ketentuan pembukaan kantor cabang BPR. Sementara itu, dengan telah ditandatanganinya Nota Kesepakatan Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang merupakan bagian dari kerangka kerja Jaring Pengaman Sektor Keuangan, yang pedoman pelaksanaannya akan diatur dalam keputusan Menteri Keuangan dan Ketentuan BI, Bank Indonesia memulai penyusunan pedoman yang akan dituangkan dalam ketentuan BI tersebut.


VISI BARU INDUSTRI PERBANKAN KEDEPAN

Industri perbankan nasional memerlukan visi baru dalam jangka panjang khususnya untuk rentang waktu sepuluh tahun ke depan. Visi baru industri perbankan nasional untuk jangka panjang tersebut, diperlukan untuk menampung segala perubahan-perubahan yang sedang terjadi pada saat ini yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Oleh karena itu visi baru tersebut akan menentukan bentuk dan arah perjalanan industri perbankan nasional ke depan.

Dengan dilandasi oleh visi baru perbankan nasional yang mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, maka dalam jangka panjang diharapkan perbankan nasional akan memiliki bank-bank yang lebih kuat dan efisien serta mampu memenuhi segala ketentuan prudensial yang dipersyaratkan.

Dengan visi baru tersebut diharapkan dalam waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan, industri perbankan nasional akan memiliki posisi yang lebih baik dari keadaan sekarang. Oleh karena itu, struktur perbankan nasional diharapkan akan mengalami suatu perubahan yang mendasar dalam jangka panjang di mana perubahan tersebut akan mengarah ke suatu tingkatan industri perbankan yang lebih baik.

Dalam waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan diharapkan industri perbankan nasional akan memiliki bank-bank internasional yang memiliki kegiatan usaha yang sangat luas didukung oleh kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu beroperasi dipasar internasional. Bank-bank internasional tersebut diharapkan memiliki aset dan pemodalan yang cukup besar untuk mendukung kegiatan usahanya yang bersifat universal dan internasional. Bank-bank yang mampu beroperasi sebagai bank internasional akan memiliki aset sekitar Rp. 1.000 triliun dan modal di atas Rp. 50 triliun. Diharapkan akan terdapat 2 sampai 3 bank yang mampu mengemban tugas sebagai bank internasional sehingga dapat bersaing dengan bank-bank asing yang telah beroperasi di pasar global.

Selain adanya bank-bank yang mampu beroperasi secara internasional, diharapkan dalam waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan perbankan nasional juga memiliki 3 sampai 5 bank-bank nasional. Bank-bank nasional ini adalah bank-bank yang mampu bersaing secara nasional dalam semua aspek kegiatan perbankan yang bersifat universal dan memiliki aset sekitar Rp. 200 trliun serta modal antara Rp. 10 triliun sampai Rp. 50 triliun.

Selanjutnya, dalam waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan, di dalam industri perbankan nasional nantinya akan muncul sekitar 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu. Bank-bank semacam ini diharapkan mempunyai spesialisasi pada segmen usaha tertentu seperti misalnya ritel, korporasi, pertanian, UMKM dan perunahan, atau bank-bank yang melayani target pasar tertentu yang didasarkan atas batasan geografis seperti BPD. Bank-bank tersebut diharapkan memiliki modal antara Rp. 100 miliar sampai Rp. 10 triliun.

[newpage]
[left]IV. ANALISIS PERUSAHAAN: PENAMPILAN KEUANGAN (FINANCIAL OUTLOOK) LIPPOBANK[/left]

Tahap terakhir dalam analisis fundamental yaitu analisis perusahaan. Analisis ini bertujuan untuk menentukan harga pasar yang wajar (nilai intrinsik) terhadap saham lippobank. Harga pasar saham dibandingkan dengan nilai intrinsiknya, jika harga pasarnya lebih rendah dari nilai intrinsiknya (undervalued), maka saham lippobank layak dibeli, tetapi sebaliknya jika harga pasarnya lebih tinggi dari nilai intrinsiknya (overvalued), maka saham lippobank layak dijual.

Dalam melakukan analisis perusahaan, investor harus mendasarkan kerangka pikirnya pada dua komponen utama dalam analisis fundamental yaitu: earning per share (EPS) dan price earning ratio (PER) perusahaan. Ada tiga alasan yang mendasari penggunaan dua komponen tersebut. Pertama, karena pada dasarnya kedua komponen tersebut bisa dipakai untuk mengestimasi nilai intrinsik suatu saham. Selanjutnya, nilai intrinsik saham yang telah dihitung tersebut, jika dibandingkan dengan harga pasar saham bersangkutan, akan berguna untuk menentukan keputusan membeli atau menjual saham. Kedua, dividen yang dibayarkan perusahaan pada dasarnya dibayarkan dari earning. Ketiga, adanya hubungan antara perubahan earning dengan perubahan harga saham.

Berdasarkan laporan Laba-Rugi (income statement) kuartal pertama 2004 (unaudited), terjadi penurunan pendapatan bunga sebanyak 17,9% untuk periode yang sama tahun 2003. Penurunan pendapatan bunga diimbangi dengan kenaikan pendapatan operasional lainnya sebesar 23,98%. Peningkatan biaya non-operasional sebesar 6,42% tidak mengikuti penurunan pendapatan bunga.
Peningkatan laba tahun berjalan cukup signifikan (164,06%) yang diperoleh dari kenaikan surat berharga, pendapatan provisi, komisi dan fee serta pendapatan non-operasional.

PERHITUNGAN LABA-RUGI DAN LABA DITAHAN

Periode 1 Januari s/d 31 Maret 2004 dan 2003
(Dalam Jutaan Rupiah. kecuali data per saham)
No. POS - POS 2004
(Tidak Diaudit) 2003
(Tidak Diaudit)
1. PENDAPATAN DAN BEBAN OPERASIONAL
Pendapatan Bunga
1.1. Hasil Bunga
a. Rupiah 389.107 477.715
b. Valuta asing 36.799 42.503
1.2. Provisi dan Komisi
a. Rupiah 5.957 6.468
b. Valuta asing 1.111 746
JUMLAH PENDAPATAN BUNGA 432.974 527.432
2. Beban Bunga
2.1. Beban Bunga
a. Rupiah 210.228 292.247
b. Valuta asing 7.772 10.687
2.2. Provisi dan Komisi
JUMLAH BEBAN BUNGA 218.000 302.934
PENDAPATAN BUNGA BERSIH 214.974 224.498
3. Pendapatan Operasional Lainnya
3.1. Pendapatan Provisi. Komisi dan Fee 102.443 89.115
3.2. Pendapatan Transaksi Valuta Asing 0 2.567
3.3. Pendapatan Kenaikan Nilai Surat Berharga Berharga 11.188 422
3.4. Pendapatan Lainnya 6.415 4.724
JUMLAH PENDAPATAN OPERASIONAL LAINNYA 120.046 96.828
4. Beban Penghapusan Aktiva Produktif 823 (45)
5. Beban Estimasi Kerugian Komitmen dan Kontinjensi 104 45
6. Beban Operasional Lainnya
6.1. Beban Administrasi dan umum 161.743 167.003
6.2. Beban Personalia 104.554 86.257
6.3. Beban Penurunan nilai surat berharga
6.4. Beban Transaksi valas 1.100 0
6.5. Beban Lainnya 24.001 20.552
JUMLAH BEBAN OPERASIONAL LAINNYA 291.398 273.812
LABA OPERASIONAL 42.695 47.514
7. PENDAPATAN DAN BEBAN NON OPERASIONAL
Pendapatan Non Operasional 13.959 10.635
8. Beban Non Operasional 1.130 758
PENDAPATAN NON OPERASIONAL 12.829 9.877
9. Pendapatan (Beban) luar biasa
10. LABA SEBELUM PAJAK PENGHASILAN 55.524 57.391
11. Taksiran Pajak Penghasilan -/
11.1. Periode Berjalan
11.2. Ditangguhkan 3.000 37.500
12. LABA TAHUN BERJALAN 52.524 19.891
Hak Minoritas -/-
Saldo rugi awal tahun (9.747.881) (9.231.923)
Dividen
16. SALDO RUGI AKHIR PERIODE (9.695.357) (9.212.032)
17. LABA BERSIH PER SAHAM 13 5

Sampai dengan akhir tahun 2003, Lippobank (perusahaan) masih mengakumulasi kerugian sebesar Rp 9,7 triliun. Tahun 2002 dan 2003 kerugian perusahaan masing-masing sebesar Rp. 515 milyar. Kondisi ini menunjukkan kinerja perusahaan yang memprihatinkan.

Dari sisi neraca, ada peningkatan asset sebanyak 17% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Komponen yang meningkatkan aset perusahaan antara lain tabungan berjangka yang meningkat sebanyak 162% dibanding dengan tahun sebelumnya. Deposito juga meningkat sebesar hampir 77%. Secara umum simpanan pihak ketiga meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya.

Peningkatan ini tidak dapat diartikan sebagai peningkatan kinerja perusahaan secara umum atau meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Adanya jaminan pemerintah terhadap simpanan masyarakat dapat mempengaruhi peningkatan ini. Hal ini dapat menimbulkan resiko apabila suatu saat pemerintah mencabut ketentuan ini. Melihat kinerja perusahaan selama dua tahun terakhir dapat mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan bisa berkurang.

[newpage]
Selanjutnya pada tabel rasio dapat dilihat kinerja perusahaan:

  1. CAR menurun dari 22, 47% menjadi 18,37% walaupun masih jauh di atas batas yang ditetapkan BI (8%)
  2. Non-performing loan juga menurun walaupun jumlah dana pihak ketiga meningkat tetapi jauh di bawah rata-rata industri yaitu 2,70%
  3. Return on equity meningkat tajam dari 7% menjadi 27, 2%.
Neraca dan rasio perusahaan tidak menunjukkan kinerja yang spesifik dari perusahaan. Perlu dilihat benchmark dalam industri.

NERACA
Per 31 Maret 2004 dan 2003
(Dalam Jutaan Rupiah)
No. POS – POS 2004
(Tidak Diaudit) 2003
(Tidak Diaudit)
AKTIVA
1. Kas 468.010 674.939
2. Penempatan pada Bank Indonesia
a. Giro Bank Indonesia 1.191.740 991.871
b. Sertifikat Bank Indonesia 7.581.901 1.848.956
c. Lainnya 855.000 1.820.000
3. Giro pada bank lain
a. Rupiah 18.075 19.283
b. Valuta asing 166.856 157.214
4. Penempatan pada bank lain
a. Rupiah 88.000 154.556
b. Valuta asing 1.774.423 1.935.801
PPAP - Penempatan pada bank lain -/- (118.659) (78.860)
5. Surat Berharga yang Dimiliki
a. Rupiah
i.Diperdagangkan
ii. Tersedia untuk dijual
iii. Dimiliki hingga jatuh tempo 15.432 14.321
b. Valuta asing
i.Diperdagangkan 48.567 1.357
ii. Tersedia untuk dijual 100.488 69.374
iii. Dimiliki hingga jatuh tempo 1.072.167 1.071.671
PPAP - Surat Berharga yang dimiliki -/- (223.930) (354.533)
6. Obligasi Pemerintah
a. Diperdagangkan 111.395 21.600
b. Tersedia untuk dijual 0 266.696
c. Dimiliki hingga jatuh tempo 5.115.227 5.415.227
7. Surat Berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo)
a. Rupiah
b. Valuta asing
PPAP - Surat Berharga yang dibeli dengan janji
dijual kembali (reverse repo) -/-
8. Tagihan Derivatif 2.341 1.751
PPAP – Tagihan Derivatif -/- (3) (18)
9. Kredit yang Diberikan
a. Rupiah
i. Pihak terkait dengan bank 99.263 120.734
ii. Pihak lain 3.304.669 3.294.157
b. Valuta asing
i. Pihak terkait dengan bank 42.812 45.220
ii. Pihak lain 1.354.538 1.480.967
PPAP - Kredit yang diberikan -/- (750.932) (701.118)
10. Tagihan Akseptasi 47.062 50.195
PPAP – Tagihan Akseptasi -/- (1.036) (1.144)
11. Penyertaan 4.464 4.464
PPAP - Penyertaan -/- (107) (119)
12. Pendapatan yang masih akan diterima 95.103 158.521
13. Biaya dibayar dimuka 96.697 84.969
14. Uang Muka Pajak 319 1.271
15. Aktiva Pajak Tangguhan 87.000 205.500
16. Aktiva Tetap 1.799.235 1.718.229
Akumulasi Penyusutan Aktiva Tetap -/- (968.914) (826.258)
17. Aktiva Sewa Guna Usaha
Akumulasi Penyusutan Aktiva Sewa Guna Usaha -/-
18. Aktiva yang diambil alih 2.318.597 2.315.011
19. Aktiva lain-lain 294.651 255.472
TOTAL AKTIVA 26.090.451 22.237.277

PASIVA
1. Giro
a. Rupiah 4.649.853 3.651.394
b. Valuta asing 3.237.122 2.851.367
2. Kewajiban segera lainnya 270.602 366.482
3. Tabungan 9.374.970 7.421.910
4. Simpanan Berjangka
a. Rupiah
i. Pihak terkait dengan bank 155.626 59.337
ii. Pihak lain 5.020.440 4.370.747
b. Valuta asing
i. Pihak terkait dengan bank 30.776 44.036
ii. Pihak lain 889.713 920.025
5. Sertifikat Deposito
a. Rupiah 4.727 2.673
b. Valuta asing
6. Simpanan dari bank lain 13.604 13.292
7. Surat Berharga yang dijual dengan janji dibeli
kembali (repo)
8. Kewajiban Derivatif 281 0
9. Kewajiban Akseptasi 47.062 50.195
10. Surat Berharga yang Diterbitkan
a. Rupiah
b. Valuta asing
11. Pinjaman yang Diterima
a. Fas. Pendanaan Jangka Pendek Bank Indonesia
b. Lainnya
i. Rupiah
- Pihak terkait dengan bank
- Pihak lain 23.729 29.985
ii. Valuta asing
- Pihak terkait dengan bank
- Pihak lain 13.700 17.804
12. Estimasi kerugian komitmen & kontinjensi 4.827 4.323
13. Kewajiban Sewa Guna Usaha
14. Beban Bunga yang masih harus dibayar 34.615 47.419
15. Taksiran pajak penghasilan
16. Kewajiban Pajak Tangguhan
17. Kewajiban lain-lain 763.511 315.892
18. Pinjaman Subordinasi
a. Pihak terkait dengan bank
b. Pihak lain 29.645 33.879
19. Modal Pinjaman
a. Pihak terkait dengan bank
b. Pihak lain
20. Hak Minoritas
21. Ekuitas
a. Modal disetor 811.494 811.494
b. Agio (disagio) 9.779.687 9.779.687
c. Modal sumbangan
d. Selisih penjabaran laporan keuangan
e. Selisih penilaian kembali aktiva tetap 633.300 633.300
f. Laba (rugi) yang belum direalisasi dari Surat
Berharga (3.476) 24.068
g. Pendapatan komprehensif lainnya
h. Saldo laba (rugi) (9.695.357) (9.212.032)
TOTAL PASIVA 26.090.451 22.237.277

RASIO KEUANGAN
Per 31 Maret 2004 dan 2003
No. Rasio (%) 2004
(Tidak diaudit) 2003
(Tidak diaudit)
I Permodalan
1. CAR 18,37% 22,47%
2. Aktiva Tetap Terhadap Modal 53,31% 45,55%
II Aktiva Produktif
1. Aktiva Produktif bermasalah 3,25% 5,69%
2. a. NPL – gross 8,65% 12,27%
b. NPL –netto 0,59% 2,93%
3. PPAP terhadap aktiva produktif 4,93% 6,25%
4. Pemenuhan PPAP 137,48% 118,68%
III Rentabilitas
1. ROA 0,84% 0,98%
2. ROE 27,20% 7%
3. NIM 3,85% 4,75%
4. Beban operasional (BOPO) 92,28% 92,39%
IV Likuiditas
LDR 20,55% 25,57%

[newpage]
[u]Kinerja Saham Perusahaan[/u]

Return yang diberikan saham Lippobank dari Januari 2003 sampai 14 Juni 2004 1,2%. Kurun waktu Januari sampai pertengahan Juni 2004 memperlihatkan penurunan yaitu 0,5 % (bandingkan dengan bunga deposito yang sekitar 5%). Sementara itu return pasar untuk periode Januari 2003 sampai 14 Juni 2004 1,2% adalah sebesar 0,7%.


[u]Valuasi[/u]

Berhubung sulit mencari beta untuk perusahaan maka dihitung dengan hitungan estimasi β yaitu membagi covariance return saham dan return pasar dengan varians return pasar. Hasilnya β sama dengan -0,3. Perhitungan valuasi menggunakan asumsi EBITDA sebesar empat kali hasil kwartal pertama, didapat Rp. 210.096 juta. Risk free rate yang digunakan adalah sukubunga SBI Juni 2004.

Investasi, khususnya di bidang teknologi informasi dan pembukaan cabang baru diperkirakan sebesar Rp. 1 triliun selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2007.

Cost of debt adalah rata-rata bunga simpanan pihak ketiga yang terdiri dari tabungan dan deposito. Sedangkan pajak digunakan rata-rata dari tarif progresif yang berlaku.

Dengan menggunakan software excell didapat hasil perhitungan base case dibawah ini.
2004E 2005E

EBITDA Rp. Mio 210.096 210.096
Change in WC Rp. Mio (1.470.552) (773.497)
1.680.648 983.593
Investment Rp. Mio (1.000) (1.000)

Free Cash Flow to Firm (FCFF) 1.679.648 982.593

Wacc 3,58% 3,58%
Discount Factor 1,0000 0,9654

PV FCFF Rp. Mio 1.679.648 948.599


Terminal Value

Growth Terminal Value (gtv) 4,50%
wacc - gtv -0,92%
FCFF(t+1) (5.505.651)

FCFFTerminal Value 600.776.835

PV FCFF Terminal Value Rp. Mio 521.854.635


MARKET VALUE of EQUITY Rp. Mio 517.278.185
MARKET VALUE of DEBT Rp. Mio 23.732.205
EQUITY VALUE Rp. Mio 493.545.980

SHARES Rp. Mio 811.494

SHARE PRICE Rupiah 608

Cost of Equity
Rf 7,3% SBI Juni 2004
Beta -0,3
Rm 15,3%
market premium 8,0%
CoE 4,94%

Cost of Debt
Interest rate 5,00%
Tax 30%
1-tax 70%
CoD 3,50%

Equity Portion 6%
Gearing portion 94%

WACC 3,58%

Harga saham lippo bank yang wajar berdasarkan perhitungan adalah Rp 608 per lembar. Harga saham Lippobank per 24 Agusutus 2004 sebesar Rp. 525 dapat dikatakan harga saham lippobank undervalue. Oleh karena itu, berdasarkan analisis perusahaan, maka dapat direkomendasikan untuk membeli (buy) saham lippobank.

[newpage]
V. KESIMPULAN

Sebelum memutuskan melakukan investasi pada saham, terlebih dahulu perlu dilakukan analisis fundamental secara top-down. Analisis pertama kali dimulai dengan menganalisis terhadap faktor-faktor makroekonomi yang mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang dikeluarkannya menguntungkan atau merugikan bagi investor.

Berdasarkan analisis terhadap indikator-indikator makroekonomi menunjukkan bahwa perkembangan perekonomian nasional lima tahun terakhir (1999-2004) pasca-krisis ekonomi menggambarkan kondisi yang mulai membaik dan relatif stabil. Kondisi ini antara lain ditunjukkan oleh; pertumbuhan eknomi yang meningkat sebesar 4,1% dibandingkan 3,7% pada tahun 2002. Indikator lainnya adalah nilai tukar rupiah yang makin menguat, menurunnya laju inflai dan tingkat bunga serta meningkatnya cadangan devisa. Perkembangan perkonomian yang positif ini merupakan sinyal yang baik bagi investor dalam memutuskan kebijakan investasinya.

Perkembangan industri perbankan pasca krisis ekonomi juga menunjukkan kondisi yang membaik. Pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan berbagai pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegahnya terulangnya krisis. Stabilisasi dan efektif sektor perbankan sebagai lembaga intermediasi dana, perbankan makin dapat memberikan kontribusi yang besar bagi stabilitas ekonomi makro sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Setidaknya ada tiga faktor yang berkaitan dengan peranan sektor perbankan ini. Pertama, makin stabil dan efektif sektor perbankan, akan semakin kuat pula kemampuannya untuk memobilisasi tabungan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi akan mantap bila mobilitas tabungan ini dialokasikan untuk membiayai investasi produktif. Kedua, stabilitas dan efektivitas sektor perbankan akan mampu memonitor kinerja pelaku dunia usaha dalam penggunaan dana publik untuk tujuan yang “semestinya”. Ketiga, sektor perbankan yang stabil dan efisien akan mampu berfungsi sebagai intermediasi penyebaran resiko dalam dunia usaha.

Analisis perusahaan bertujuan untuk menentukan harga pasar yang wajar (nilai intrinsik) terhadap saham lippobank. Harga pasar saham dibandingkan dengan nilai intrinsiknya, jika harga pasarnya lebih rendah dari nilai intrinsiknya (undervalued), maka saham lippobank layak dibeli, tetapi sebaliknya jika harga pasarnya lebih tinggi dari nilai intrinsiknya (overvalued), maka saham lippobank layak dijual. Berdasarkan analisis perusahaan, maka harga saham lippo bank yang wajar (nilai instrinsik) berdasarkan perhitungan adalah Rp 608 per lembar. Harga saham Lippobank per 31 Agusutus 2004 sebesar Rp. 500 dapat dikatakan harga saham lippobank undervalue. Oleh karena itu, berdasarkan analisis perusahaan, maka dapat direkomendasikan untuk membeli (buy) saham lippobank.


[u]DAFTAR KEPUSTAKAAN[/u]

  1. Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Laporan bulanan, dalam berbagai edisi.
  2. Bank Indonesia, 2004, Perkembangan Pasar Keuangan Indonesia, Semester II 2003, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, BI
  3. Bilson, Chris, Tim Brailsford, and Vince Hooper, 2000, Selecting Macroeconomic Variables As Explanatory Factors of Emerging Stock Market Returns, Department of Commerce, Australian National University, 2000.
  4. Bodie, Z, A, Kane and A. Marcu, 2002, Investment. Richard Irwin, Homewood, Illinois.
  5. Chen, N.F., R. Roll., and S.A. Ross,1986, Economics Forces and the Stock Market, Journal of Business, 59, 383-403
  6. Eduardus Tandelilin., 2001, “Analisa Investasi Portofolio, Edisi Pertama. BPFE-Yogyakarta
  7. Elton, Edwin J., and Gruber, Martin J. 1995, Modern Portofolio Theory and Investment Analysis, 5th ed., John Wiley & Sons
  8. Fama, E.F., 1981, Stock Return, Real Activity, Inflation, and Money, American Economics Review,71, 545-565
  9. Hull, John, 2002, Fundamental of Futures, and Options Markets (4th ed). Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.
  10. Haugen, R.A., 1997. Modern Invesment Theory, 4th ed., Prentice-Hall, Inc., New Jersey
  11. Hayo, Bernd, and Ali M. Kutan, 2001, Investor Panic, IMF Actions, and Emerging Stock Market Returns and Volatility: A Panel Investigation, Zentrumfür Europäische Integrationsforschung Center for European Integration Studies Rheinische Friedrich-Wilhelms-Universität Bonn.
  12. JP Morgan, 2003, Indonesia: Strong Q1 GDP Growth, Asia Pacific Equity Research
  13. Lofthouse, Stephen, 1994, Equity Investment Management: How to Select Stocks and Markets, John Wiley & Sons.
  14. Manurung, Jonni, DR, S.E., M.Si., Adler Haymans Manurung, DR., M. Com., ME., Ferdinand D. Saragih, DR. M.A., Marusha Lumban Gaol, S.E., M.M., 2003, Pasar Keuangan & Lembaga Keuangan Bank & Bukan Bank, PT Adler Manurung Press.
  15. Suad Husnan., 1998, “Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta
  16. Reilly F.K. and Brown, Keith C., 1997. “Investment Analysis and Portfolio Management”, 5th ed., Th Dryden Press, Chicago
  17. Tjager, I Nyoman, SH., MA, F. Antonius Alijoyo, Drs., MM, MBA, Humprey Djemat, SH., LLM, Bambang Soembodo Dr., MM, MBA, 2003, Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Prentice Hall.




Penulis adalah dosen FE-Univ. Trisakti/STIE-Perbanas