Prof. Emil Salim : Samudera Hindia Pilihan Masa Depan.
Selasa, 22 April 2014
Mantan Menteri Lingkungan Hidup Era Presiden Soeharto, Prof. Emil Salim memberikan orasi ilmiah pada perayaan Dies Natalis ke 33 Universitas Bung Hatta, di Aula Balairung Caraka Kampus 1 Ulak Karang, Selasa, 22/4. Makalah yang dibawakan berjudul "Mendayung di Antara Dua Karang, Ketidak Pedulian dan Kealpaan".Dalam hantarannya, disebutkan "mendayung di antara dua karang" adalah salah satu ajaran dan prinsip yang Bung Hatta, yang gagasannya di canangkan Proklamator RI itu pertama kali di depan Badan Pekerja Komite Nasional pada 2 September 1948 di Yogyakarta.
Gagasan tersebut dijadikan sebagai landasan politik luar negeri bebas aktif untuk mengembangkan kebijakan politik di antara kepentingan negara Kapitalis dan negara Komunis.
Dan singkatnya, "mendayung di antara dua karang" merupakan dasar bagi tumbuhnya Gerakan Non-Blok, tegas Emil.
Emil menyebutkan bahwa menurut Bung Hatta ada dua karang besar yang harus dihadapi Indonesia yakni "karang ketidakpedulian" dan "karang kealpaan".
Keduanya merupakan masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia dalam pemanfaatan potensi pemanfaatan potensi dan peranan strategis Samudera Hindia yang terbentang di hadapan wilayah barat pulau Sumatera dan Jawa.
Dijelaskan Emil, Minangkabau yang terletak dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia memerlukan "knowledge, consensus dan innovation space" untuk mengelola dan memanfaatkannya.
"Oleh karena itu prakarsa pertama yang perlu dan bisa diambil para cendekiawan Sumatera Barat adalah memelopori pengembangan knowledge, consensus dan innovation space di antara akademisi Sumatera Barat dan Indonesia umumnya untuk bisa menggali potensi dan kekayaan sumber daya alam laut melalui pola pembangunan berkelanjutan mencakup tiga jaur ekonomi, sosial dan lingkungan bagi pengembangan kesejahteraan umat manusia," papar Emil.
"Dies Natalis ke-33 UBH merupakan pencanangan usaha kita bersama untuk mendayung di antara dua karang ketidakpedulian dan kealpaan menuju Samudra Hindia sebagai potensi kesejahteraan umat manusia di masa depan," tutur Emil. (**Indrawadi-Humas UBH)