Dr. Drs. Welya Roza, M.Pd Tampil Menjadi Pemakalah di von Humboldt Conference
Rabu, 09 Agustus 2017
Dosen program studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Bung Hatta Dr. Drs. Welya Roza, M.Pd tampil menjadi pemakalah dalam von Humboldt Conference yang dilaksanakan oleh Yayasan von Humboldt kerja sama Universitas Pembangunan Jaya Tangerang pada 23-27 Juli 2017.Dr. Drs. Welya Roza, M.Pd yang menggeluti bidang Bahasa dan Budaya terutma Pemberdayaan Masyarakat ini berbicara tentang Penamaan Daerah dan Pembudidyaan Tanaman Produktif atau Local Naming and Cultivating Productive Crops as The ASEAN Localities for Strategic Partnership: A Case Study in West Sumatera.
Ia mengatakan masyarakat akademis ASEAN sangat diharapkan untuk dapat melaksanakan penelitian, khususnya, tentang lokalitas berupa identitas (identitysomething hereditarily owned by societies dan sumber daya alam (natural resourcespotential resources in the nature).
Pertama dapat diidentifikasi, misalnya, melalui penamaan daerah (local naming). Persoalan yang muncul, saat ini, adalah bahwa sudah hampir 80% nama-nama daerah di Sumatera Barat khususnya tidak lagi berbentuk kosa kata bahasa Minangkabau. Mendesak sekarang bahwa keaslian nama-nama daerah di Sumatera Barat perlu diidentifikasi, dirunut kronologi penamaannya, didokumentasikan, dan lebih jauh sangat perlu ditulis daftar atau kamus penamaan daerah Sumatera Barat itu, jelasnya.
Kemudian kedua adalah bagaimana kita merancang pembudidayaan tanaman produktif pada hampir semua area di 19 kabupaten/kota Sumatera Barat yang terkenal dengan kesuburannya. Tanaman produktif dimaksud, misalnya, adalah pokat (avocado Persea Americana), mangga (manggosteen Garcinia Mangostana), durian (durian Durio Zibethinus), dan empat jenis limau tradisional atau the traditional citrus (Nipis Lat citrus aurantifolia, Purut Citrus hystrix DC, Sundai Big citrus hystrix, KesturiCitrus ambluycarpa).
Pembudidayaan itu berfungsi untuk memastikan ketersediaan air bersih bagi masyarakat dan sebagai cara untuk mencegah terjadinya erosi (errotion), galodo (landslide), dan banjir (flood), terangnya.
Artinya, pembudidayaan itu sangat mendukung program pengembangan ekonomi produktif dan kreatif yang dicanangkan pemerintah kita. Informasi terakhir menunjukkan bahwa limau tradisional, kini, banyak diincar pengusaha India dan Pakistan sebagai bahan dasar parfum.
Alhamdulillah, makalah dengan judul demikian, saat ini, sedang diproses oleh panitia penyelenggara konferensi untuk dapat dimasukkan ke dalam Jurnal Internasional bereputasi, imbuhnya. (**Ubay-Humas UBH)