Karya mahasiswa UBH : Miniatur “Rumah Gadang” jadi bahan pembelajaran Mahasiswa HAWK Jerman
Kamis, 27 Juni 2013
Rektor Universitas Bung Hatta (UBH) Niki Lukviarman bersama dosen Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Eko Alvares memenuhi undangan untuk mempresentasikan keunikan arsitektur rumah gadang di HAWK Hildesheim Jerman, pada Kamis (20/6) di Jerman.Sebelum memenuhi undangan tersebut, tim dari FTSP UBH yang terdiri dari dosen dan mahasiswa yang berjumlah 8 orang terlebih dahulu mempersiapkan miniatur rumah gadang yang dibuat dari kayu bayu dan bambu dan bisa dibongkar pasang.
“Rumah gadang itu diker¬jakan sekitar 1,5 bulan. Kita mencontoh rumah gadang Dt Bandaro Kuniang di Limokaum Tanahdatar dengan skala 1: 30. Sedangkan kayunya kita pesan dari Solok, jenisnya kayu bayu,” jelas Hendri Warman Dekan FTSP UBH didam¬pingi salah seorang dosen pe¬ran¬cang, Yoddi Sumitra, saat di hubungi di ruangan kerjanya, Kamis,27/6.
Saat di konfirmasi via e-mailnya Eko menyebutkan hal itu merupakan bagian dari kerja sama yang dijalin UBH dengan HAWK Hildesheim Jerman , bersamaan dengan sister city Hildesheim dan Kota Padang yang sudah berjalan selama 25 tahun.
Eko menambahkan, perayaan 25 tahun itu di rayakan dalam sebuah upacara di Magdalenan Garden yang juga dihadiri mantan Wali Kota Padang Zuiyen Rais dan Walikota Padang Fauzi Bahar dan petinggi petinggi pemerintah Jerman.
“Universitas Bung Hatta telah banyak mengisi kerjasama tersebut dengan berbagai kegiatan seperti seperti pertukaran dosen dan mahasiswa, riset dan “Rumah Gadang” adalah permintaan Walikota Hildesheim untuk dipamerkan di Kantor Balai Kota mereka serta di HWAK.
Menurut dia, dijadikannya "Rumah Gadang" sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa Fakultas Teknik di Jerman merupakan salah satu bentuk promosi budaya Indonesia agar rumah adat Minang dapat dikenal luas di dunia internasional sehingga Badan PBB yang menangani Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) dapat menetapkannya sebagai salah satu warisan budaya dunia.
Dalam presentasinya di hadapan Dekan dan Prof Hans Leimer HWAK serta mahasiswa Teknik HWAK, Niki dan Eko menyebutkan linieritas perkembangan arsitektur bangunan tradisional Minangkabau memang mengalami tahap yang tidak berkembang dengan baik.
Menurut dia, pendapat tersebut didukung beberapa fakta seperti perkembangan fisik bangunan dengan arsitektur tradisional Minang tidak mengalami perkembangan berarti sejak puluhan tahun terakhir. Aspek modernisasinya tidak berkembang disebabkan terjadinya patahan dan interupsi yang dipengaruhi kondisi sosial budaya masyarakat pendukungnya.
Ia mengatakan, perkembangan arsitektur seharusnya mengalami kemajuan yang linier sesuai perkembangan masyarakat pendukungnya sehingga dalam satu waktu mengalami transformasi bentuk dalam menjawab tantangan kemajuan zaman. (**Indrawadi-Humas UBH).